Selasa, 28 Februari 2012

Kasak Kusuk Parlemen Australia Terhadap Indonesia



Sejumlah anggota Parlemen Australia dan rekan-rekan mereka dari negara-negara Oceania, Selasa minggu terakhir Pebruari 2012 berkumpul di Gedung Parlemen Australia menggugat keberadaan Papua sebagai bagian Indonesia. Mereka tergabung dalam organisasi yang menamakan dirinya ‘Anggota Parlemen Internasional Untuk Papua Barat –IPWP’. Dan parlemen ‘internasional’ itu hanya beranggotakan Australia, Selandia Baru, Papua Nugini dan Vanuatu. Diantara isu yang dilontarkan IPWP adalah menyelenggarakan referendum bagi penduduk Papua Barat apakah tetap berada dalam NKRI atau berdiri sendiri. Penggagas pertemuan, Senator Richard dari negara bagian Victoria menyatakan nasib  Papua Barat harus ditentukan oleh penduduknya sendiri melalui referendum. Senator Richard berasal dari Partai Hijau yang suka sensasi dan mencari popularitas.

Senator Richard dan rekan-rekannya dari negara-negara Oceania adalah anggota Parlemen yang tidak mengikuti perkembangan sejarah dan tidak pula mengerti hukum internasional. Mereka tidak tahu (karena masih kecil atau belum lahir) bahwa pada 1969 diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat –Pepera-, di bawah pengawasan PBB. Hasilnya, penduduk setempat memilih berada di bawah dan menjadi bagian NKRI. Bagi Indonesia, keberadaan Papua Barat sudah jelas yaitu bagian tak terpisahkan dari NKRI. Kalau di belakang hari masih terjadi gangguan keamanan oleh sekelompok penduduk yang ingin memisahkan diri dari NKRI, merupakan sisa-sisa mereka yang berhasil dihasut oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan yang tidak jelas.
Indonesia tidak usah khawatir dengan kasak-kusuk IPWP karena mereka tidak mewakili parlemen negara-negara Oceania, melainkan secara pribadi. Menlu Vanuatu, Alfred Carlor, misalnya ketika menandatangani Perjanjian Kerjasama Pembangunan dengan Indonesia di Jakarta tahun lalu menyatakan tidak mendukung kemerdekaan Papua Barat. Begitu juga Australia dalam ‘Traktat Lombok’ tahun 2006 menegaskan tidak mencampuri masalah Papua Barat.
Walau pun begitu, Indonesia harus tetap waspada menghadapi semua perkembangan yang terjadi, jangan sampai riak-riak kecil menjadi gelombang besar. Keteledoran yang dilakukan Pemerintahan Presiden Habibie yang dengan mudah melepas Timor Timur (setelah dibangun oleh Indonesia selama 23 tahun) tidak boleh terjadi lagi.
Dalam pada itu Kementerian Luar Negeri melalui Kedutaan-kedutaan Indonesia di negara-negara Oceania perlu meningkatkan pemberian informasi tentang kemajuan Papua Barat selama ini. Berita-berita negatif tentang Papua Barat perlu diluruskan dengan menyajikan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi. Bersamaan dengan itu, pelbagai masalah yang sedang melanda Papua Barat harus cepat diatasi, sehingga tidak timbul kesan seolah-olah Pemerintah Indonesia tidak mampu mengelola daerah tersebut.

Polteng



Lagi ada polisi yang menarik perhatian masyarakat, setelah Briptu  Norman Kamaru, bukan karena kepandaiannya mendendangkan lagu India, melainkan kegantengannya sehingga dijuluki ‘polteng’ atau polisi ganteng. Ia adalah Bripda Saeful Bahri  anggota Polri Poltabes Bandung. Kegantengannya menyebar dari mulut  ke mulut, ada orang yang memuat fotonya di dunia maya, pada gilirannya menjadi bahan liputan infotainment TV. Konon  ia pandai pula menyanyi, sehingga  banyak yang meramalkan  sang polteng akan mengikuti jejak Briptu Norman Kamaru, memilih karier di bidang hiburan.
“Saya bersedia berkiprah di dunia hiburan, jika mendapat izin atasan saya. Kalau itu nanti terjadi, saya tidak akan berhenti menjadi polisi,” ujar Bripda Saeful Bahri ketika ditanya wartawan. Jelas dan tegas pernyataan sang polteng. Sekarang tinggal lagi kebijakan instansi tempat Bripda Saeful Bahri bekerja. Polisi yang sudah menjadi ‘buah bibir’ masyarakat ini seharusnya memang disalurkan bakatnya namun dengan tetap memakai seragamnya. Perlu diberlakukan aturan khusus, sehingga tugas utamanya di kepolisian tidak terbengkalai. Ia merupakan aset Polri yang berharga karena akan menaikkan citra polisi, selain melindungi masyarakat juga menghibur. Wajah polisi yang galak berubah menjadin ramah dan dekat dengan masyarakat.
Briptu Norman Kamaru awal-awal muncul di TV menampilkan kepandaiannya mendendangkan lagu India, juga menyatakan tetap akan menjadi polisi. Tapi dalam perjalanan meniti karier di bidang hiburan, terjadi ‘sesuatu’ dengan instansi Polri. Suatu ketika ia pergi ke Jakarta memenuhi undangan sebuah TV swasta . Karena tidak ada izin atasan, ia pun ‘dibawa paksa’ kembali ke Gorontalo. Keadaan itu tentu tidak nyaman bagi Briptu Norman Kamaru, berujung dengan  lepasnya pakaian seragam polisi. Ini sangat disayangkan yang seharusnya tidak terjadi. Norman Kamaru sendiri setelah tidak menyandang pangkat Briptu, tidak pula tampak lebih sukses di dunianya yang baru. Justru pakaian seragamnya itulah yang menarik perhatian orang. Ada polisi yang pandai menyanyi dan meniru gaya bintang film India Shahruk Khan!
Adapun Bripda Saeful Bahri sudah ada tawaran menjadi ‘bintang tamu’ TV swasta di Jakarta. Atasannya apenugasan Bripda Saeful  Bahri. Agar tidak terjadi lagi ‘sesuatu’ seperti dialami Norman Kamaru, sebaiknya segala sesuatu dibicarakan dan disepakati bersama tentang kewajiban yang harus dilaksanakan Bripda Saeful Bahri selama meninggalkan tugasnya di kepolisian.

Senin, 27 Februari 2012

Menggunakan Kesempatan dalam Kesempitan


Ada ungkapan lama berbunyi ‘Menggunakan Kesempatan Dalam Kesempitan’, merupakan sikap mental sebagian orang Indonesia untuk mendapat untung. Contoh sederhana, ketika sebuah mobil terjebak banjir di Jl. Thamrin Jakarta, beberapa anak muda mendorong mobil itu ke tempat yang kering. Sebagai tanda terima kasih pengendara mobil menyerahkan sejumlah uang. Seharusnya kalau memang benar-benar mau menolong, uang itu tidak usah diterima. Kalau pun diterima, wajar-wajar saja. Yang tidak wajar adalah meminta tambahan karena jumlahnya dinilai kurang. Apalagi jika anak-anak muda yang ‘menolong’ tadi berucap, “Masa segini?” Contoh lainnya, seorang tukang dimintai bantuan oleh orang yang dikenalnya membetulkan atap rumah yang bocor. Setelah memeriksa, si tukang sudah tahu berapa material yang harus dibeli dan berapa upah wajar yang berlaku setempat. Misalkan upahnya hanya 500 ribu rupiah dan materialnya juga bernilai sama. Dengan pikiran bahwa yang mau dibetulkan atap rumahnya tidak tahu berapa upah yang standar dan berapa pula materal yang diperlukan, si tukang menaikkan harga tiga kali lipat. Tidak ada penipuan karena yang diajukan tukang tadi adalah penawaran. Yang punya rumah tidak menawar lagi karena percaya si tukang tentu mengajukan angka yang wajar. Dalam hal ini si tukang memanfaatkan ketidaktahuan pemilik rumah yang sangat memerlukan pertolongan. Andai saja tukang tadi memahami sedikit Islam yang menganjurkan tiap orang untuk menolong yang sedang susah atau sempit, tentu ia tidak akan menaikkan harga tiga kali lipat. Akan sangat terpuji jika ia mengurangi upah atau setidak-tidaknya tidak menaikkan harga yang membuat orang lain ‘sudah jatuh dihimpit tangga’.
Menggunakan kesempatan dalam kesempitan ternyata dilakukan oleh orang-orang yang hidupnya jauh lebih baik daripada rakyat banyak. Inilah yang terjadi dalam pembangunan Wisma Atlet di Palembang yang sekarang heboh dan pelaku-pelakunya dihadapkan ke Meja Hijau. Jumlahnya tidak sedikit, merugikan negara milyaran rupiah. Pemborong yang memenangkan lelang untuk pembangunan Wisma Atlet itu memberikan ‘uang terima kasih’ kepada orang-orang terkait. Uang yang diberikan pemborong itu bukanlah dari keuntungan yang diterima, sebab mana ada orang yang mau rugi. Artinya jumlah dana yang disepakati, sudah termasuk keperluan sejumlah orang sebagai tanda terima kasih itu. Ini juga termasuk sikap menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Sebab  mengeluarkan dana untuk pembangunan Wisma Atlet itu, keadaan keuangan negara tidaklah berlebih atau lapang. Buktinya, negara masih berhutang yang nilanya sama dengan anggaran setahun!

Agar terhindar dari orang-orang yang suka menggunakan kesempatan dalam kesempitan, diperlukan kewaspadaan dan ketelitian semua pihak baik secara instansi mau pun pribadi.

Selasa, 21 Februari 2012

Kritik Bagaimana Seharusnya



Sejak bergulirnya reformasi 14 tahun lalu, kritik dilakukan orang dengan bebas tanpa takut ditegur penguasa. Orang tidak perlu lagi melakukan kritik terselubung, misalnya melalui pertunjukan lawak dan wayang. Masyarakat kebanyakan (bukan dari kalangan cerdik pandai) ikut pula mengeritik berbagai kejadian melalui media massa yang menyediakan ruangan khusus untuk itu.
Dewasa ini terdapat dua golongan pengeritik:
Pertama, orang yang punya dasar ilmu pengetahuan di bidangnya  masing-masing seperti agama, kebudayaan, pendidikan, ekonomi, politik, sosial dan militer.
Kedua, orang yang tidak punya ilmu pengetahuan di bidang yang dikritik, tetapi tertarik dengan suatu permasalahan yang timbul dalam masyarakat.
Golongan pertama dalam mengeritik menggunakan dalil dan argumentasi sesuai teori yang ada. Misalnya ketika seorang ekonom mengeritik kebijakan pemerintah yang dinilai ‘neo liberal’. Ia tahu benar seperti apa model ekonomi seperti itu dalam praktek. Ia harus mampu menjelaskan betapa jahatnya ekonomi ‘neo liberal’ bagi negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Sang ekonom seyogyanya mampu menawarkan model ekonomi alternatif yang sesuai dengan Indonesia.
Golongan kedua, orang dari kalangan masyarakat umum, tidak punya dasar ilmu pengetahuan tertentu, tapi peduli dengan keadaan di sekitarnya. Ia ingin juga menyalurkan pendapat, seringkali tanpa mempelajari latar belakang yang membuat sesuatu menjadi masalah. Golongan kedua ini seringkali terjebak pada pernyataan yang emosional, misalnya: “Siapapun juga gubernurnya, masalah sampah di Jakarta tidak akan pernah terselesaikan.”
Kritik yang baik adalah bersifat membangun yaitu mengecam kebijakan pemerintah yang dinilai keliru tapi harus mampu memberikan alternatifnya. Pernyataan yang dikeluarkan harus punya dasar dan kriteria yang jelas. Ketika seorang pengeritik menyatakan pemerintah telah ‘gagal’ harus dijelaskan alasannya. Selain itu harus pula dijelaskan seperti apa yang ‘berhasil’ itu.
Kritik yang baik juga harus obyektif, artinya sesuai dengan obyek yang menjadi sorotan. Dalam kejadian rusaknya jembatan di Lebak misalnya, orang paling bertanggungjawab adalah Bupati setempat. Dialah yang harus dikecam mengapa tidak bisa memperbaiki jembatan itu dengan cepat. Kurang pas jika masalah jembatan rusak di sebuah daerah, kesalahan ditimpakan ke mana-mana. Masa, yang salah DPR di Senayan yang dinilai kurang memperhatikan rakyat kecil. Atau ada pula yang menilai Lebak jauh tertinggal, masih seperti 250 tahun silam.
Tujuan kritik seharusnya menyadarkan pihak yang dikritik untuk mengubah sikap ke arah perbaikan. Bukan sebaliknya, membuat yang dikritik sakit hati. Beberapa kritik yang dilancarkan media massa ternyata ada juga yang berhasil. Misalnya renovasi ruangan Banggar DPR yang berkat kritik media massa, korsi-korsi mewah yang diimpor dari Jerman diganti dengan buatan dalam negeri.
Nah, bagi kalangan yang suka mengeritik, perhatikanlah cara-cara menyampaikan kritik yaitu: mengerti betul duduk persoalan, tidak bersifat menyerang apalagi menghina yang dikritik. Kalau sebuah kritik tidak dihiraukan, tidak usah kecewa dan meradang. Yang dikritik berhak menerima atau menolaknya.

Senin, 20 Februari 2012

Parpol Islam Menjelang Pemilu 2014




Pemilu 2014 masih lama, namun semua partai yang akan turut serta dalam kegiatan ‘pesta demokrasi’ itu seyogyanya berbenah diri agar mencapai kemenangan, sehingga dapat mendudukkan kader-kadernya di DPR/DPRD. Agar mencapai hasil yang optimal perlu evaluasi untuk memperbaiki segala kekurangan dan memanfaatkan kelebihan yang ada. Belum lama di Jakarta sudah ada parpol yang menyelenggarakan pertemuan untuk pemenangan pemilu 2014, sekaligus menetapkan capresnya. Bagaimana dengan parpol berbasis massa Islam?
Belum ada yang menyelenggarakan pertemuan untuk pemenangan pemilu 2014. Salah satu parpol Islam pertengahan Pebruari 2012  menyelenggarakan ulang tahun di Jakarta. Kesempatan digunakan untuk menjelaskan apa dan bagaimana parpol tersebut.

Keberadaan parpol berbasis massa Islam menjadi sorotan sebuah seminar berjudul ‘Membangun Peradaban Islam’ di Jakarta akhir Januari lalu. Beberapa kesimpulan dari pandangan para pembicara adalah:
Pertama, perolehan suara parpol Islam terus menurun dari pemilu ke pemilu. Tahun 1955 mendapat 43%, tahun 1999  mendapat 36%, tahun 2004 mendapat 38% dan tahun 2009 dukungan terhadap parpol Islam malah turun menjadi 30%. Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi berpendapat bahwa menurunnya dukungan terhadap parpol Islam itu karena kurang percaya diri dengan garis-garis keislamannya sendiri. Bahkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah mendeklerasikan diri sebagai partai tengah yang terbuka. Burhanuddin Muhtadi yakin, jika parliamentary treshold dinaikkan menjadi 5% ada parpol Islam yang bakal dimuseumkan.
Kedua, berkurangnya minat terhadap parpol Islam disebabkan oleh kelakuan pimpinannya yang tidak dewasa, lebih pragmatis serta mementingkan diri sendiri dengan menumpuk kekuasaan dan materi sebesar-besarnya. Politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Effendi Choirie bahkan menegaskan, pemilih sudah muak dengan simbol Islam yang dipakai parpol tapi kontradiktif dengan nilai-nilai keislaman. Pendapat ini ada benarnya. Ingat saja, anggota DPR yang dipenjarakan karena korupsi salah satunya berasal dari parpol Islam.

Pendapat-pendapat yang muncul baik dari sebuah seminar atau tanpa seminar, boleh disetujui atau sebaliknya. Yang penting meluruskan kembali cita-cita perjuangan Islam itu sendiri. Seorang kader parpol Islam harus menampilkan dirinya sesuai keislaman. Kalau ia seorang anggota DPR jadilah anggota DPR yang bijak, berbicara santun, tidak melecehkan pihak lain. Kalau ia seorang Kepala Daerah baik Tingkat I maupun II, hasil pekerjaannya harus dapat dirasakan manfaatnya bagi rakyat di daerah yang dipimpinnya. Sehingga tidak ada rakyat yang berkata, “Dari parpol Islam atau bukan yang mimpin, sama saja. Rakyat tetap saja melarat.” Begitu juga kader-kader parpol Islam yang duduk di kabinet dan lembaga-lembaga negara. Mereka punya kewajiban moral untuk menampilkan citra Islam lebih dari pemimpin yang beragama Islam tapi bukan kader parpol Islam.

Sabtu, 18 Februari 2012

Klub Isteri Patuh Suami Diprotes di Malaysia


Klub Isteri Patuh Suami yang konon punya kantor pusat di Saudi Arabia telah menghebohkan banyak kalangan, terutama kaum perempuan yang tidak mau dimadu. Para anggota klub ini ingin mencontoh dan melestarikan kehidupan berkeluarga dengan sepenuhnya mencontoh keluarga Nabi Muhammad SAW. 

Mengingat Nabi Muhammad SAW punya banyak isteri, anggota klub ini juga dengan senang hati menyambut keinginan suami untuk beristeri lagi, dengan batas 4 orang. Jika seorang suami mau menikah lagi, isteri yang terdahulu bukan saja menyambut keinginan suami, melainkan juga memberitahukan kepada anak-anaknya untuk menyambut kedatangan ibu yang baru.Tidak dijelaskan apa klub tersebut punya buku panduan tentang bagaimana menerapkan patuh suami disemua bidang. Misalnya, setuju saja jika suami mengumpulkan isteri-isterinya dalam satu rumah yang sama. Begitu juga tidak keluar rumah tanpa izin suami, apa pun alasannya.

Klub Isteri Patuh Suami telah mengadakan kampanye di berbagai negara  antara lain Malaysia. Di negeri jiran itu mereka mengusung thema, ‘Rasulullah tokoh seks suci Islam’. Kegiatan tersebut dikecam Ketua Majelis Ulama Selangor, Datuk Mohammad Tamyes Abdul Wahid. Ia mengatakan kampanye itu sangat menghina dan merusak citra Nabi Muhammad SAW. Apalagi diselenggarakan untuk memperingati maulud Nabi yang mulia itu. “Ini bukan cara tepat untuk memperingati maulud Nabi. Beliau tidak menikah sekedar untuk seks. Nabi menikahi banyak perempuan dari berbagai suku untuk menyatukan dunia Arab dan menyebarkan ajaran Islam,” ujar Datuk Tamyes. Selain Selangor, Ketua Majelis Ulama Perak, Tan Sri Harussani Zakaria juga naik pitam dengan mengatakan, “Ini tak hanya menghina Nabi, tapi juga agama. Tidak ada referensi yang mengatakan Nabi Muhammad SAW adalah idola seks.” Kampanye Klub Isteri Patuh Suami itu yang berlangsung akhir Januari lalu, di Ipoh, Perak dihentikan paksa. Walau pun begitu Presiden Klub Isteri Patuh Suami, Fauziah Arifin, mempertahankan perlunya kampanye untuk mensosialisasikan tujuan perkumpulan itu. “Nabi adalah contoh terbaik bagi kita, termasuk dalam urusan ranjang,” kata Fauziah.

Belum jelas apakah Klub Isteri Patuh Suami punya anggota di Indonesia. Kaum perempuan Indonesia tidak perlu risau karena semuanya tergantung diri mereka sendiri. Selama masih mengikuti ketentuan-ketentuan  Islam sehubungan perintah patuh kepada suami, tanpa penafsiran sendiri, insyaallah sudah berada pada jalan yang tepat.

Resensi Buku: Jenderal Batak Dari Tanah Jawa


Buku berjudul ‘Jenderal Batak Dari Tanah Jawa’ mengisahkan perjalanan karier Sudi Silalahi sejak berpangkat Letnan Satu pada tahun 1975 sampai menjadi anggota Kabinet Indonesia Bersatu tahun 2004. Sudi Silalahi dilukiskan sebagai seorang pekerja keras, relijius dan setia. Sebagai seorang perwira TNI, Sudi Silalhi berusaha melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri, keluarga dan negara. Adapun ujung perjalanan karier seseorang tentu dipengaruhi banyak faktor, selain kemampuan dan kesetiaan. Dan salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan, ketika pengambil keputusan kenal betul orang yang dipromosikan untuk menduduki suatu jabatan. Inilah yang terjadi pada diri Sudi Silalahi yang menjadi pembantu Presiden RI setelah Susilo Bambang Yudhoyono menjadi orang nomor satu dalam pemerintahan sebagai hasil Pemilihan Presiden tahun 2004. Pasalnya, 41 tahun silam Sudi Silalahi adalah senior SBY ketika sama-sama menjadi Taruna Akabri di Magelang.

Kemampuan seseorang seringkali diuji ketika dihadapkan kepada pelbagai masalah yang harus diatasi. Berhasil tidaknya mengatasi tiap permasalahan yang ada menjadi tolok ukur bagi seseorang apakah pantas mendapat promosi, atau sebaliknya. Diantara permasalahan yang dihadapi Sudi Silalahi adalah peristiwa kerusuhan di Pasuruan, Jawa Timur pada Mei 2001. Presiden waktu itu, Abdurrahman Wahid, menuduh TNI ikut bermain di balik kerusuhan itu. Sudi Silalahi yang menjabat Pangdam V Brawijaya, menyangkalnya dengan membeberkan fakta-fakta tentang kejadian sebenarnya. Sikap Sudi Silalahi itu dinilai ‘mbalelo’ oleh kalangan pengamat, mengingat Abdurrahman Wahid sebagai Presiden adalah Panglima Tertinggi TNI.
Pengalaman yang mengesankan bagi Sudi Silalahi adalah ketika terlibat langsung dalam membebaskan warga sipil, termasuk seorang wartawan RCTI yang disandera GAM tahun 2004. Negosiasi dengan pihak GAM berjalan a lot yang memerlukan kesabaran dan fikiran jernih. Sikap pihak GAM di lapangan sering berubah-ubah. Sehingga jika tidak sabar dan terpancing melakukan kekerasan, usaha melepaskan sandera sipil itu akan gagal.

Ada dua model anggota TNI, yaitu: pertama ikut saja segala aturan dan ketentuan  yang berlaku tidak perduli dengan pembaharuan dalam kedudukan organisasi. Kedua, anggota TNI yang ikut memikirkan dan terlibat dalam perubahan organisasi. Sudi Silalahi termasuk  model kedua, karena ketika menjabat Assospol Kassospol ABRI, turut aktif dalam menyusun kerangka perubahan yang melahirkan paradigma baru dalam tubuh TNI.

Kisah perjalanan karier seseorang selalu menarik untuk disimak, khususnya bagi yang berhasil sampai ke puncak seperti Sudi Silalahi. Walau pun begitu, jangan dilupakan dua orang Batak yang ikut menjadi pelaku sejarah ketika perang mempertahankan kemerdekaan RI dalam usia 30an sebagai anggota TNI dan pemikir milter. Kedua orang Batak itu adalah TB Simatupang dan AH Nasution.

Gaji PNS Gorontalo Langsung Ke Rekening Isteri


Gubernur KDH Tk.I Provinsi Gorontalo, Rusli Habibi, mengeluarkan SK yang mengatur gaji PNS di provinsi tersebut disetorkan langsung ke rekening isteri masing-masing. Tindakan itu diambil untuk menjawab keluhan kaum isteri yang tidak mengetahui berapa sesungguhnya jumlah gaji sang suami. Gubernur Rusli mengaku tindakan diambil setelah mengadakan rapat-rapat dengan pihak PNS yang mendukung gagasan tersebut. Sebelumnya, tindakan serupa dilakukan ketika Rusli Habibi menjadi Bupati KDH Tk.II Gorontalo Utara.

Dengan pembayaran gaji model baru itu, seorang PNS pria tidak bebas lagi membelanjakan  uang sesuai keinginan , melainkan harus dengan kesepakatan sang isteri. Dengan cara itu pula kaum suami PNS yang selama ini memakai gajinya sebagian untuk keperluan WIL (Wanita Idaman Lain), menjadi tidak berkutik. Suami juga harus berterus terang kepada isterinya jika ingin membantu orangtua dengan uang yang berasal dari gaji.

Dua macam tinjauan dapat dilakukan sehubungan gaji PNS yang disetorkan langsung ke rekening isteri. Dari sudut pandangan Islam, seorang suami berhak mengatur penghasilannya sendiri, sesuai prioritas keperluan tiap bulan, tanpa sepengetahuan isterinya. Tinjauan kedua adalah dari sudut pandangan Undang-undang Kepegawaian. Selama ini, menurut ketentuan yang ada, yang berhak menerima gaji adalah orang yang bekerja. Sehingga, ketika seorang PNS tidak dapat mengambil gajinya karena sakit atau alasan lainnya, gaji boleh diambil orang lain dengan Surat Kuasa. Kalau peraturan itu masih berlaku, SK Gubernur Gorontalo itu tidak berlaku otomatis, melainkan dengan Surat Pernyataan dari suami yang PNS. Perlu pula diperhatikan segi keabsahan SK Gubernur Gorontalo itu dengan mempertanyakan sejauh mana sebetulnya kewenangan seorang Gubernur mengatur PNS di lingkungannya? Sebab bukan tidak mungkin ada saja PNS yang mengerti betul Undang-undang Kepegawaian mengajukan ‘uji materil’ kepada PTUN. Pertanyaan lain, apakah SK Gubernur Gorontalo itu berlaku tetap, atau hanya musiman dalam arti dapat berubah setelah gubernur berganti?

Bagaimana pun Gubernur Rusli berniat baik dengan cara-cara pembayaran gaji PNS di Gorontalo per Maret 2012.Yang masih menjadi masalah adalah segi keabsahan (legalitas)nya saja.













Jembatan Rusak Yang Menghebohkan



Peristiwa jembatan rusak sering terjadi di mana-mana oleh berbagai sebab. Apalagi dimusim banjir, tidak mengherankan jika ada jembatan yang rusak karena di landa banjir. Nah, jembatan gantung yang rusak di Kampung Ciwaru, Desa Sanghiang Tanjung, Karanganyar, Lebak, Banten, sedikit istimewa. Ia menjadi istimewa karena dibicarakan luas oleh pelbagai kalangan dan diberitakan pula oleh televisi luar negeri. Jembatan gantung itu rusak sebelah dan yang sebelah lagi masih dapat dilalui orang dengan cara merambat. Orang menyeberang dengan cara merambat itulah yang menarik perhatian. Kalau kurang hati-hati menginjakkan kaki, bisa terpeleset dan jatuh ke sungai. Pelbagai pendapat pun muncul yang umumnya negatif, mempertanyakan tindakan Pemda Tingkat II Lebak untuk mengatasinya. Seorang ustadz dalam sebuah ceramah agama yang disiarkan langsung sebuah stasiun TV Swasta menyatakan prihatin atas keadaan itu dan menuding wakil-wakil rakyat di Senayan tidak perduli pada penderitaan rakyat. Seorang budayawan berpendapat, keadaan jembatan gantung yang rusak dilanda banjir dan tidak segera diperbaiki, menunjukkan Lebak masih ketinggalan, tidak terurus persis seperti keadaannya pada 250 tahun yang lalu. Lebih jauh ia berpendapat, ketertinggalan Lebak, pertanda tidak ada keserasian antara Pemerintah Pusat dan Pemda setempat.

Jembatan gantung di Kampung Ciwaru itu memang sering rusak ketika banjir besar melanda Sungai Ciberang. Jembatan itu terakhir kali diperbaiki pada tahun 2009.

Kalau mau dikatakan keteledoran, memang ada benarnya, dalam arti tidak segera bertindak mencarikan alternatif bagi masyarakat untuk menyeberang. Misalnya dengan menyediakan rakit sementara jembatan diperbaiki. Perbaikan yang dilakukan tahun 2009, setelah rusak dilanda banjir tahun 2001. Setelah pemandangan masyarakat menyeberang dengan merambat sampai ke luar negeri, barulah Pemda Tingkat II Lebak bertindak. Sebuah jalan baru sepanjang 500 meter mulai dibuka menuju desa yang terisolasi melalui Kampung Sabagi, Kecamatan Rangkasbitung, akan menjadi jalur utama bagi masyarakat Kampung Ciwaru. Jalan baru itu nantinya akan bisa dilalui kenderaan roda dua dan empat. Sedangkan jembatan gantung yang rusak, menurut Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah, tetap akan diperbaiki namun perlu waktu 4 bulan. Jadi pokok permasalahannya adalah mengatasi dengan secepatnya setiap terjadi kerusakan jembatan. Sehingga masyarakat tidak sampai merambat menyeberangi sungai, menjadi perbincangan bernada negatif dan menarik perhatian media luar negeri. Kalau masalahnya menyangkut biaya, itulah yang perlu dicarikan jalan keluarnya  dengan minta bantuan Pemda Tingkat I dan Pemerintah Pusat.