Senin, 31 Desember 2012

Perlawanan Bupati Garut



Bupati Garut Aceng Fitri yang tersandung kasus kawin kilat 4 hari, menggugat DPRD setempat kepada Pengadilan Tata Usaha Negara karena merekomendasikan pemakzulan dirinya kepada Mahkamah Agung. Dalam gugatan setebal 12 halaman, disebutkan Keputusan DPRD cacat hukum karena melanggar enam azas kepatutan yaitu tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keterbukaan, professional dan proporsional. Selain menggugat Keputusan DPRD kepada Pengadilan Tata Usaha Negara, Bupati Aceng juga melaporkan Gubernur Jawa Barat dan Menteri Dalam  Negeri dengan tuduhan ‘mencemarkan nama baik’.
Langkah yang dilakukan Bupati Aceng menunjukkan ia tidak merasa bersalah atas tindakannya mengawini seorang gadis dalam 4 hari untuk kemudian menceraikannya lewat SMS. Ia menganggap tindakannya kawin cerai kilat itu adalah masalah pribadi, tidak ada kaitaannya dengan pekerjaannya sebagai Bupati. Ia lupa bahwa tingkah laku seorang pejabat publik berpengaruh terhadap masyarakat yang diayominya. Salah satunya adalah memberi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari, termasuk berumah tangga. Bandingkan dengan Menteri Pertahanan John Profumo semasa PM Thatcher yang mengundurkan diri karena tertangkap kamera wartawan ketika memberikan handuk kepada seorang gadis yang baru selesai berenang. Gadis itu ,Christine Keller, bukan isterinya dan bukan pula anggota keluarganya. Tanpa menunggu tindakan pemakzulan, John Profumo pun mengundurkan diri. Perbuatannya itu sangat tercela di mata rakyat Inggeris.
Itu terjadi di Inggeris yang tidak mengenal Pancasila. Maka dalam masyarakat yang berpancasila, kualitas moral pemimpinnya seyogyanya lebih baik daripada pemimpin di negara yang tidak meng enal Pancasila.
DPRD Garut merekomendasikan pemakzulan Bupati Aceng karena menilai telah melanggar UU Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 yaitu tidak mencatatkan perkawinannya dan bercerai tanpa melalui Pengadilan. Perbuatan Bupati Aceng juga melanggar UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu melanggar etika, sumpah janji  jabatan dan  UU.
Dalam keadaan sekarang, sulit bagi Bupati Aceng meneruskan tugasnya karena sudah tidak didukung DPRD, diminta turun oleh masyarakatnya sendiri dan ulama setempat.
Bagaimana pun Bupati Aceng punya hak membela diri. Biarlah hukum (MA) yang menentukan  berlanjut tidaknya karier Aceng Fikri sebagai Bupati Garut.

Selasa, 25 Desember 2012

Rakyat Mesir Menyetujui Konstitusi Baru




Referendum yang diselenggarakan pada 15 dan 22 Desember 2012 menghasilkan dukungan rakyat Mesir terhadap Konstitusi Baru yang disusun oleh Majelis negeri itu. Lebih dari 63 persen rakyat memberikan suara ‘ya’ dan lebih dari 36 persen memberikan suara ‘tidak’. Pelaksanaan referendum mula-mula ditentang oleh kelompok oposisi, tapi akhirnya setuju ikut untuk memberikan suara ‘tidak’. Sebelumnya, Presiden Mesir, Mursi, mengeluarkan dekrit yang ditentang kaum oposisi karena dinilai memberi kewenangan tak terbatas  kepada seorang presiden. Dekrit itu  menyatakan bahwa keputusan presiden tidak bisa dibatalkan pihak mana pun, termasuk Lembaga Pengadilan. Menurut para pendukung Presiden Mursi, dekrit hanya sementara sifatnya sampai berlakunya Konstitusi Baru dan terpilihnya Parlemen Baru.
Diantara hal-hal penting yang tercantum dalam Konstitusi Baru adalah, dijadikannya Islam sebagai agama Negara dan prinsip Syariat Islam sebagai sumber utama undang-undang. Juga dicantumkan tentang masa jabatan seorang presiden yang hanya boleh dua kali.
Jelas ada perobahan mendasar dalam kehidupan politik di Mesir. Untuk pertama kalinya, setelah digulingkannya Raja Farouk tahun 1952, Mesir diperintah oleh orang sipil dari organisasi Islam, Ikhwanul Muslimin, yang selama ini selalu dipinggirkan oleh penguasa-penguasa yang berlatar belakang militer. Kaum oposisi itu sekarang berkuasa dan akan bersandar pada Syariat Islam dalam mengelola negara. Penguasa Mesir sekarang mestinya belajar dari sejumlah negara yang tegas-tegas menjadikan Syariat Islam sebagai sumber utama semua kebijakan. Apakah Negara-negara yang memberlakukan Hukum Islam itu berhasil semuanya atau ada juga yang tidak. Ke dalam, harus mampu menjamin kesejahteraan dan keselamatan rakyatnya. Ke luar, harus mampu membela kepentingan dan harga diri Islam. Dalam masalah Palestina misalnya, sampai tahun 1967, Mesir masih menjadi pembela utama Islam di Palestina. Tapi setelah perang 6 hari, demi kembalinya Sinai ke tangan Mesir, negeri Firaun itu terpaksa berdamai dan mengakui keberadaan negara Israel. Pertanyaannya, mampukah penguasa Mesir  sekarang mengoreksi kekeliruan para pemimpinnya di masa lalu dan mengembalikan jati dirinya sebagai pembela Islam yang utama di Palestina? Wallahu a’lam.