Minggu, 23 Juni 2013

PKS Diluar Koalisi




Partai Keadilan Sejahtera –PKS- ditegaskan sudah berada di luar koalisi partai-partai pendukung pemerintah. Penegasan disampaikan oleh  Jubir Presiden, Julian Aldrin Pasha hari Jum’at 21 Juni 2013, sehubungan penolakan  PKS menyetujui RUU APBN P 2013 menjadi UU. Sikap PKS itu berbeda dengan partai-partai koalisi lainnya. Menurut Pasha, dalam koalisi jelas ada semangat kebersamaan. Jadi bagi partai yang tidak mendukung terbuka untuk mengundurkan diri. “Kalau tidak mengundurkan diri, keberadaan partai itu sudah berakhir atau selesai,” tegas Pasha. Lantas, bagaimana keberadaan tiga menteri asal PKS di kabinet? Logikanya, karena sudah tidak berkoalisi lagi mereka juga selesai sebagai anggota kabinet. Kenyataannya, sampai Minggu, 23 Juni 2013 tidak ada kader PKS yang mundur dari kabinet. Seolah-olah mereka tidak ada kaitannya dengan sikap PKS di Parlemen.
Mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid menyatakan, dalam kode etik koalisi yang disepakati 29 Mei 2013, tidak ada keharusan menarik diri dari kabinet bagi partai yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah. Penegasan  Hidayat Nur Wahid benar, dalam kode etik  tidak ada penegasan bahwa menteri-menteri dari partai yang tidak mendukung kebijakan pemerintah menyatakan pengunduran diri. Dalam kode etik disebutkan, ‘Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut  keberadaan  parpol bersangkutan dalam koalisi dan perwakilannya di kabinet.’
Ini sebetulnya soal teknis. Keberadaan menteri dari parpol kan karena mendukung pemerintah. Mana ada kader partai oposisi yang duduk dalam kabinet. Yang lazim, ketika partai koalisi menentang kebijakan pemerintah di parlemen, otomatis menteri asal partai tersebut mengundurkan diri. Sekarang, tindakan tegas Presiden memang diperlukan untuk dengan resmi menyatakan bahwa PKS sudah tidak berkoalisi lagi dan menteri-menteri asal partai tersebut tidak lagi menjadi anggota kabinet. Disusul dengan penunjukkan tiga menteri baru yang non PKS. Kalau tidak, akan terulang lagi dimasa depan, partai koalisi yang membangkang tetap punya wakilnya di kabinet. Kecuali memang akan tetap dibiarkan untuk menunjukkan bahwa koalisi partai pendukung pemerintah di Indonesia tampil beda dibandingkan dengan negara-negara lain.

Rabu, 19 Juni 2013

Harga BBM Bersubsidi Jadi Juga Naik




Harga BBM bersubsidi jadi juga naik setelah DPR menyetujui Senin malam 17 Juni 2013 RUU APBN Perubahan 2013 disahkan menjadi UU. RUU APBN P 2013 sama sekali tidak menyebut soal kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun,  anggaran perubahan itu dibangun dengan asumsi harga BBM bersubsidi naik. Menteri Keuangan M Chatib Basri mengatakan, langkah menaikkan harga BBM bersubsidi tahun ini akan membuat APBN 2014 menjadi lebih baik. Defisitnya dipastikan berkisar 1,2 sampai 1,7 persen dari produk domestic bruto. Ringkasnya, kenaikan harga BBM bersubsidi akan menyelamatkan perekonomian Indonesia sehubungan melambungnya haarga minyak dunia.
Rakyat kebanyakan tentu tidak mengerti hitung-hitungan ekonomi. Mereka hanya melihat kenyataan di lapangan. Belum apa-apa harga kebutuhan pokok sudah melambung antara 20 sampai 100 persen. Perusahaan angkutan umum sedang mempersiapkan kenaikan tarif. Dengan naiknya ongkos pengangkutan, merembet pula ke ongkos produksi. Alhasil, kenaikan terjadi di semua keperluan hidup baik sembako mau pun  lainnya. Yang terkena dampaknya adalah sebagian besar rakyat berpenghasilan menengah ke bawah. Kalau diambil ukuran PNS adalah yang golongan III ke bawah. Dan TNI/Polri mungkin yang perwira menengah ke bawah. Kenaikan gaji yang sekali setahun itu tetap saja tidak mencukupi, dalam arti masih saja pada keadaan ‘pas-pasan’. Keadaan inilah yang luput dari pengamatan para ekonom pemerintah. Mereka menyangka kalangan berpenghasilan menengah ke bawah sudah lebih sejahtera dibandingkan semasa orba.
Memang ada bantuan untuk rakyat miskin sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM bersubsidi. Tapi yang dibantu itu adalah mereka berpenghasilan satu dolar Amerika ke bawah atau sekitar 10 ribu rupiah per hari. Dana kompensasi yang disediakan adalah  27,9 trilyun rupiah. Bantuan sebesar itu patut dihargai. Idealnya bukan karena kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi, melainkan karena memang harus begitu mengingat penghasilan yang sangat kecil itu. Dalam hal inilah perlunya studi banding ke negara-negara tetangga yang sudah sejahtera seperti Singapura dan Malaysia.Di sana harga BBM lebih mahal daripada Indonesia. Rakyatnya tenang-tenang saja karena penghasilan mereka sudah lebih dari cukup.



Rabu, 12 Juni 2013

Mempertanyakan Konsep Empat Pilar Kebangsaan


 

Adalah Rahmawati Sukarnoputri yang mempertanyakan konsep ‘Empat Pilar Kebangsaan’, disosialisasikan alm. Taufik Kiemas. Ia berpendapat penggunaan kata ‘Empat Pilar Kebangsaan’ itu tidak tepat, juga rentan penyimpangan APBN melalui MPR. Sayang Rahmawati  tidak merinci pendapatnya itu. Apa yang dimaksudnya tidak tepat dan apa sebetulnya yang lebih tepat. Kalau bukan MPR, siapa yang harus mensosialisasikan keempat komponen kehidupan berbangsa dan bernegara itu.

Dari segi bahasa, memang ada kerancuan. Kalau tidak salah,’ pilar’ berarti ‘tonggak’. Jadi empat pilar berarti empat tonggak penyangga, yaitu: Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Masalahnya, bukankah penggali Pancasila sendiri, Bung Karno yang menyatakan bahwa Pancasila itu adalah ‘dasar’ negara? Bagaikan sebuah bangunan, masa ‘dasar’ bisa menjadi ‘tonggak’?

Kita yakin bahwa alm. Taufik Kiemas bermaksud baik dengan pemikirannya itu. Apalagi dalam mensosialisasikannya didukung pula oleh akademisi sekelas Profesor Azumardi. Sebaliknya pertanyaan dari Rahmawati tentu baik pula dalam upaya mendudukkan masalah secara proporsional. Ia ingin menempatkan Pancasila seperti halnya yang dikehendaki penggalinya sendiri, Bung Karno.

Profesor Yusril Ihza Mahendra menilai  ‘Empat Pilar Kebangsaan’ adalah pemahaman politik, bukan akademik. Ia menyebut USDEK (UUD 45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia) merupakan contoh pemahaman politik, bukan akademik. Bagaimana pun bagi masyarakat awam, cukup membingungkan. Tidak perduli apa istilah itu pemahaman politik atau akademik. Yang jelas dari dulu Pancasila itu dikenal sebagai dasar negara.

Pancasila itu sudah disosialisasikan oleh rezim orba dengan membentuk lembaga BP7 yang menggodok Pancasila menjadi butir-butir agar mudah dipahami masyarakat. Sejak zaman reformasi, kegiatan mempelajari Pancasila itu hilang begitu saja. Tidak jelas apa sebabnya. Ada yang berpendapat bahwa Pancasila sudah dimanipulasi oleh rezim orba. Padahal dalam mensosialisasikan Pancasila itu (melalui penataran-penataran), selain biaya besar, juga melibatkan tokoh-tokoh sekelas Ruslan Abdul Gani dan Sarwo Edhie sebagai Ketua BP7. Tokoh-tokoh itu tentu tidak diragukan lagi kesetiaannya kepada Pancasila

Sebagai masyarakat awam yang tidak paham masalah ketatanegaraan, kita hanya berharap agar keberatan Rahmawati itu tidak dianggap sepi. Mereka yang pakar Hukum Tatanegara perlu berunding mencari benang merah antara Pancasila yang disosialisasikan oleh orba dengan ‘Empat Pilar Kebangsaan’nya alm. Taufik Kiemas.

Minggu, 02 Juni 2013

Memperingati Hari Lahir Pancasila


 

Hari lahir Pancasila pada 1 Juni 2013 diperingati beragam dalam arti tidak diselenggarakan  secara terpadu, lazimnya memperingati hari-hari penting nasional lainnya. Misalnya HUT Kemerdekaan RI, diperingati secara nasional di Jakarta  yang upacaranya dipimpin Presiden RI, daerah-daerah pada saat sama dipimpin para Gubernur, Bupati dan Walikota. Peringatan hari lahir Pancasila, terkesan inisiatif kelompok tertentu seperti yang diselenggarakan PDIP di Tugu Proklamasi, Jakarta. Sedangkan Wapres Budiono memperingatinya di Ende, Flores, NTT, tempat Bung Karno menggali keberadaan Pancasila itu. Selain Wapres Budiono juga hadir Ketua MPR Taufik Kiemas, beberapa menteri dan Gubernur NTT. Karena kehadiran pejabat negara, mungkin yang di Ende ini dapat disebut ‘Peringatan Secara Kenegaraan’.

Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri dalam sambutannya menyatakan sedih karena Pancasila sepertinya kurang dihayati generasi sekarang. Penyebabnya, karena ada penyimpangan sejarah tentang Pancasila dilakukan oleh rezim orba. Pendapat ini, hemat kita, sedikit keliru. Tidak ada penyimpangan Pancasila oleh rezim orba. Zaman itu Pancasila malah dipromosikan secara besar-besaran di pusat dan daerah. Penataran P4 diselenggarakan di mana-mana  untuk seluruh lapisan masyarakat. Justru supaya Pancasila itu dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kemudian Pancasila itu  belum terasa dalam kehidupan masyarakat, inilah yang perlu dipelajari sebabnya.

Pertanyaannya, pada masa pemerintahan siapa sebetulnya Pancasila itu sudah terlaksana dalam kehidupan masyarakat? Ambil misalnya sila keempat yang berbunyi, ‘Kerakyatan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’. Maknanya Indonesia adalah negara bersifat kerakyatan . Jadi, kedaulatan ada di tangan rakyat. Melalui perwakilannya di lembaga legislatif, rakyat menentukan  kehidupan berbangsa dan bernegara. Kelompok mayoritas di parlemen tidak boleh memaksakan kehendaknya. Pendapat-pendapat yang baik kelompok minoritas harus dipertimbangkan. Contoh soal sudah diperlihatkan para pemimpin bangsa ini ketika merumuskan “Piagam Jakarta”. Tujuh kata yang berbunyi, ‘Kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’, dihapus. Hanya dua orang dari Panitia Sembilan yang tidak menyetujui pencantuman ketujuh kata itu. Kelompok mayoritas (7 orang), mengalah demi persatuan bangsa yang sedang mempersiapkan kemerdekaannya. Bandingkan dengan sekarang. Voting sering dilakukan di Parlemen karena tidak diperoleh kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat. Zaman  orla dan orba juga begitu. Dalam kedua zaman itu pemerintah terlalu kuat sehingga Parlemen tinggal setuju saja.

Bahwa di zaman orba Hari Lahir Pancasila 1 Juni tidak diperingati dan diganti dengan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober, benar adanya. Inilah yang harus dikoreksi dan ditegaskan lagi melalui Kepres yang baru.

Sabtu, 01 Juni 2013

Hari Lansia Nasional 2013



Hari Lansia Nasional pada 29 Mei 2013 berlangsung dengan pelbagai kegiatan untuk menyantuni lansia kurang mampu. Pada 26 Mei 2013, Kementerian Sosial memberi bantuan perbaikan rumah kepada seorang lansia di Kampung Kambing RT 007/RW 06 Kelurahan Karang Asem Barat, Kecamatan Citereup, Bogor. Kementerian Sosial sejak 2006 juga memberi bantuan kepada 10 ribu lansia di 28 provinsi a 300 ribu rupiah. Tampak adanya kegiatan Kementerian Sosial untuk meningkatkan kesejahteraan lansia terlantar. Jumlah tersebut masih sedikit dibandingkan keberadaan 2,4 juta lansia terlantar di seluruh Indonesia.
Sehubungan Hari Lansia Nasional 2013, Menteri Sosial Salim Segaff Al Juffrie mengajak masyarakat menyayangi dan melindungi lansia. Ia mengakui tanggapan masyarakat terhadap lansia masih rendah, karena itulah menyayangi dan melindungi lansia dijadikan gerakan yang dimulai pada Hari Lansia Nasional 2013.
Di luar pemerintah yang diwakili Kementerian Sosial, masyarakat luas perlu ikut membantu meningkatkan kesejahteraan lansia. Ini dapat dil akukan melalui kegiatan RT, RW dan Kelurahan. Syaratnya, ada kesadaran untuk membantu. Selain itu juga dapat dilakukan melalui LSM yang dibentuk khusus untuk itu..Lembaga Penelitian S urvey Meter misalnya, bersama Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia, Yogyakarta berkampanye untuk lansia dengan 5 ajakan: hormati, sayangi, prioritaskan, perhatikan, dan rawat lansia. Baliho dan spanduk berisi kelima ajakan tersebut dipasang di pelbagai tempat strategis di Yogyakarta.. Lembaga ini berpendapat bahwa tugas generasi muda dan dewasa, berupaya kembali kepada semangat dan nilai kearifan budaya Indonesia dalam berinteraksi sosial dengan lansia. “Kita generasi muda dan dewasa, harus terbiasa untuk senantiasa berperilaku menghormati, menyayangi, memprioritaskan, memperhatikan dan merawat mereka dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus saat untuk belajar kepada mereka.” Begitu bunyi pernyataan Lembaga Penelitian Survey Meter. Dasar kelima ajakan tersebut karena pada diri lansia, dipastikan tersimpan kelebihan dalam pengalaman, pengetahuan, keahlian dan kearifan yang umumnya tidak dimiliki generasi muda dan dewasa.
Masih ada 19,8 juta lansia yang tidak tergolong terlantar, juga memerlukan perhatian dan bantuan masyarakat non lansia. Banyak diantara mereka yang masih potensiasl tapi tidak punya tempat untuk menyalurkan kemampuan. Tentunya tidak termasuk para lansia seperti Megawati, Taufik Kiemas, Wiranto, Jusuf Kalla, Budiono dan SBY. Mereka termasuk kelompok yang laku sampai tua.