Minggu, 28 Juli 2013

Enam Program Aksi Transformasi Bangsa Partai Gerindra 2014-2019



Menyusul kampanye yang menawarkan perubahan dalam pembangunan Indonesia, Partai Gerindra Senin lalu mendeklerasikan  ‘Enam Program Aksi Tranformasi Bangsa Th. 2014-2019’. Dewan Pakar Partai ini menilai, Indonesia saat ini menghadapi permasalahan mendasar dalam pembangunan nasional. Terjadi beberapa paradoks yang mendasar dan struktural serta kebocoran kekayaan negara dan sumber daya alam nasional. “Ini disebabkan sistem ekonomi neo liberal tidak terkendali yang telah berlangsung lebih dari empat dasawarsa,” kata Ketua Dewan Pakar Partai Gerindra, Burhanuddin Abdullah. Karena itu tidak ada jalan lain, selain melakukan koreksi mendasar dan kritis terhadap sistem ekonomi nasional. Adapun enam program aksi tersebut adalah sebagai berikut.
1.       Membangun ekonomi yang kuat, berdaulat, adil dan makmur.
2.       Melaksanakan ekonomi kerakyatan.
3.       Membangun kedaulatan pangan dan energi serta pengamanan sumber daya air.
4.       Meningkatkan kualitas pembangunan manusia Indonesia melalui program pendidikan. kesehatan dan sosial budaya.
5.       Membangun infrastruktur dan menjaga kelestarian alam serta lingkungan hidup.
6.       Membangun pemerintahan yang bebas korupsi, kuat, tegas dan efektif.
Keenam program aksi tersebut hemat kita masih merupakan kerangka dasar yang memerlukan penjabaran untuk diterapkan di lapangan. Lima butir diantaranya tampaknya sedang diperjuangkan pula oleh pemerintah sekarang ini. Kalau belum tercapai juga dalam bentuk kesejahteraan rakyat yang merata, inilah yang harus dicarikan solusinya. Pemerintahan Indonesia yang silih berganti sejak zaman merdeka, kenyataannya belum berhasil mensejahterakan rakyat secara merata. Bahkan rezim orba yang membuat program ‘Delapan Jalur Pemerataan’,  baru berhasil mensejahterakan kelompok penguasa saja. Perihal butir (2) Program Aksi yaitu ‘Melaksanakan Ekonomi Kerakyatan’ juga memerlukan penjabaran, sehingga benar-benar sesuai dengan perintah UUD 45 Ps. 33. Jangan sampai tergelincir seperti dizaman orla dengan sistem ‘Ekonomi Terpimpin’ yang membawa ekonomi Indonesia menjadi bangkrut dengan tingkat inflasi 650%!
Bagaimana pun Partai Gerindra sudah punya pegangan  dalam melaksanakan pembangunan nasional jika nanti menang dalam pemilu 2014. Ini jauh lebih baik daripada partai lain yang juga mengusung ‘perubahan’ dalam perjuangan politiknya, namun belum jelas seperti apanya. Yang perlu pula perubahan adalah mentalitas para penyelenggara negara yang benar-benar memperjuangkan kesejahteraan seluruh rakyat, bukan hanya dirinya sendiri.




Kamis, 25 Juli 2013

KPK Raih Ramon Magsaysay Award 2013



Komisi Pemberantasan Korupsi –KPK- meraih Ramon Magsasysay Award 2013. Penghargaan diberikan atas upaya KPK yang sangat keras dan mandiri dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK dinilai selama hamper 10 tahun berhasil melakukan penuntutan tanpa kompromi terhadap para pejabat tinggi korup di Indonesia. Selain itu KPK juga berupaya mempromosikan kejujuran serta peran aktif WNI dalam pemberantasan korupsi. Penghargaan yang setara dengan Nobel tingkat Asia itu diterima pihak KPK hari Kamis 25 Juli 2013 di Manila, Philipina. Ramon Magsaysay Award diberikan kepada lembaga dan perseorangan yang dinilai punya prestasi tinggi di bidangnya masing. Perseorangan yang pernah menerima Ramon Magsaysay Award adalah Mochtar Lubis,  Pramudya Ananta Toer, dan mantan Ketua Muhammadiyah Syafei Maarif. Mochtar Lubis belakangan mengembalikan penghargaan itu sebagai protes diberikannya penghargaan serupa kepada Pramudya Ananta Toer.
Sebagai orang Indonesia, kita ikut bangga atas penghargaan Ramon Magsaysay Award untuk KPK. Itu membuktikan kerja KPK selama ini sudah pada jalur yang benar, walau pun ada pejabat publik yang mengecam dan minta lembaga tersebut dibubarkan saja. Setidak-setidaknya dengan penghargaan itu orang luar akan menilai bahwa pemberantasan korupsi dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sehingga Indonesia tidak lagi dijuluki orang luar sebagai negara ‘paling’ korup. Kita juga memimpikan Indonesia suatu ketika kelak menjadi negara yang bebas korupsi.
Sambil bangga atas prestasi KPK, kita juga prihatin melihat polisi dan jaksa belum mampu meningkatkan kinerjanya dalam urusan pemberantasan korupsi. Sebab kalau polisi dan jaksa sudah bekerja secara proporsional dan professional, tentu KPK tidak diperlukan lagi. Kalau polisi dan jaksa dari awal sanggup nenangkap pejabat dikedua lembaga itu (sebelum KPK bertindak), itu akan menjadi tanda bahwa kedua lembaga sudah bekerja dengan baik. Niat baik dan kerja keras polisi dan jaksa dalam pemberantasa korupsi sangat diperlukan. Polisi dan jaksa harus lebih cepat ‘mencokok’ pejabat korup sebelum KPK bertindak.
Yang patut dipuji KPK sendiri tidak lantas besar kepala menerima penghargaan Magsaysay Award. Jubir KPK Johan Budi mengatakan, diraihnya penghargaan itu  berkat jerih payah  masyarakat, LSM anti korupsi dan media massa yang ikut membantu kelancaran tugas KPK.

Senin, 22 Juli 2013

Bentrok Warga Sukorejo vs FPI



Bentrok warga Sukorejo, Kendal Jawa Tengah  dengan Front Pembela Islam –FPI-, pada Kamis 19 Juli 2013 menjadi isu nasional yang mempertentangkan Presiden SBY dengan FPI. Bentrokan mengakibatkan korban jiwa dan beberapa kenderaan rusak. Warga Sukerojo dikabarkan melawan dipicu kabar adanya tindakan kekerasan dan pengrusakan oleh FPI. Polisi telah menangkap tiga orang dari pihak warga dan empat dari FPI untuk dimintai keterangan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara dalam kesempata di Jakarta Internasional Expo, Minggu, 21 Juli 2013 selain meminta polisi mengusut tuntas peristiwa tersebut menilai FPI telah mencederai agama Islam. Tindakan-tindakan pengrusakan, kekerasan dan main hakim sendiri justru tidak mencerminkan agama Islam.
Penilaian Presiden itu membuat FPI meradang. Ketua Dewan Syuro Front Pembela Islam, Muchsin Ahmad Alatas, meminta SBY ‘menahan diri’ dan lebih teliti dalam menilai suatu peristiwa. Peristiwa di Kendal itu, FPI justru disweeping oleh warga. Ia menilai ucapan Presiden  sebagai sentimen yang tidak pantas diucapkan seorang negarawan.
Pihak FPI mengaku kehadiran mereka di Sukorejo setelah menerima keluhan masyarakat adanya praktek judi togel dan pelacuran terselubung di daerah tersebut. Kehadiran mereka dengan mengendarai beberapa mobil sebetulnya untuk pawai simpatik, menghimbau sekaligus memperingatkan agar di bulan suci ini bisa menghargai umat Islam. Entah seperti apa proses ‘pawai’ tersebut sehingga mengakibatkan bentrokan dengan warga setempat.
Polisi harus bertindak tegas terhadap siapa saja yang bersalah dalam bentrokan di Kendal itu. Kalau memang FPI tidak melakukan tindakan kekerasan dan pengrusakan, Polisi harus menyatakannya kepada masyarakat luas. Sedangkan yang melakukan tindakan kekerasan dan pengrusakan dalam peristiwa tersebut, harus dihukum. Begitu juga tentang  kegiatan judi togel dan pelacuran terselubung. Jika benar, polisi seharusnya introspeksi diri, mengapa sampai tidak tahu, sehingga FPI yang bergerak untuk memberantasnya.
Bentrokan waraga Sukorejo, Kendal dengan FPI itu menimbulkan pelbagai komentar yang pada umumnya menyayangkan sikap FPI. Ansor dan Banser malah menuntut agar FBI dibubarkan. Mengenai wacana pembubaran FPI itu, Ketua Umumnya Rizieq Shihab, 27 Mei tahun lalu di Depok berucap, “Tidak usah teriak-teriak, FPI akan bubar sendiri. Caranya, pemerintah dan seluruh aparat negara memberhentikan tindak tanduk kemungkaran di Indonesia. Selama pemerintah menjadi tameng atas kemungkaran, FPI akan tetap ada.”

Minggu, 14 Juli 2013

Sekilas Riwayat PTQ RRI-TVRI




Pekan Tilawatil Qur’an RRI-TVRI tahun ini akan diselenggarakan pada 16 Juli 2013, kali ini bertempat di Ternate. Generasi muda RRI sekarang sedikit sekali yang mengetahui riwayat diselenggarakannya kegiatan lomba baca  Al Qur’an –tersebut. Perlu juga diketahui, mengapa RRI menyelenggarakan kegiatan tersebut, padahal sudah ada kegiatan MTQ yang sudah melembaga.
PTQ RRI ada kaitannya dengan MTQ Nasional. Pada tahun 1968 diselenggarakan  MTQ Nasional ke I di Makassar. Diselenggarakan dalam bulan puasa, untuk menyemarakkan bulan suci itu sambil menjaring bakat-bakat baru di bidang seni baca Al Qur’an. Diselenggarakan di lapangan Matoangin, kegiatan dimulai dengan shalat Isya dan Tarawih berjamaah. Dikaitkannya MTQ Nasional dengan bulan puasaitu, murni gagasan salah seorang Ketua Panitia yaitu M. Sani, waktu itu menjabat Kepala Dinas Siaran Dalam Negeri RRI. Tahun berikutnya, panitia yang kebanyakan petinggi-petinggi Departemen Agama, memutuskan  MTQ tidak lagi dalam bulan puasa, melainkan dikaitkan dengan MTQ Internasional di Kuala Lumpur, Malaysia..M.Sani kecewa, lantas memutuskan menyelenggarakan sendiri lomba baca Al Qur’an diberi nama Pekan Tilawatil Qur’an. Peserta-pesertanya bebas, bukan mereka yang pernah jadi juara, tapi tidak menolak mereka yang pernah juara di kabupaten atau provinsi.Lewat PTQ RRI  itu bermunculan wajah-wajah baru di bidang seni baca Al Qur’an. Pembaca Terbaik I (istilah khas yang menyalahi kaidah bahasa Indonesia pengganti kata ‘juara’} masing-masing Nanang Kosim dan Neneng Hasanah. Atas kesepakatan dengan pihak Departemen Agama yang menjadi Panitia Hari-hari Besar Islam, kedua peserta terbaik dari PTQ RRI itu ditampilkan dalam Peringatan Nuzul Qur’an di Istana Negara. Kesepakatan itu masih dipeganag sampai sekarang.
Tahun 1970, TVRI ikut bergabung khusus menyiarkan final PTQ bertempat di Mesjid Istiqlal Jakarta. Bergabungnya TVRI itu erat kaitannya dengan keberadaan M. Sani sebagai Kepala TVRI Jakarta. Ia meminta yang menjadi penyiar untuk siaran gabungan itu adalah dari RRI. Djasli Djosan yang menjadi produser, meminta penyiar SLN Idrus untuk mengemban tugas itu. Dan, itulah pertama kalinya Idrus muncul di TVRI yang berlanjut sebagai penyiar berita.
Selain M. Sani, tidak boleh dilupakan peranan Djamal Syarif yang waktu itu menjabat Kepala Siaran Agama dan Budaya RRI Jakarta. Ia punya banyak gagasan untuk keberlangsungan PTQ RRI-TVRI, termasuk kerjasama dengan pihak DKI, yaitu Drs. H.M. Fatwa (sekarang anggota DPD). Dua tokoh RRI ini, M.Sani dan Djamal Syarif sudah tiada, semoga Allah SWT melapangkan tempat mereka di alam sana. Amin!

Kamis, 04 Juli 2013

Presiden Mesir Muhammad Moursi Digulingkan




Setelah memberi  ultimatum 48 jam sejak Senin, 1 Juli 2013, pada Rabu malam, 3 Juli 2013 militer Mesir pimpinan Jenderal Abdul Fatah Al Sisi, menggulingkan Presiden Muhammad Moursi dan menunjuk Ketua Mahkamah Konstitusi , Adly Mansour sebagai Presiden Sementara sampai diselenggarakannya pemilu baru. Jenderal Sisi memberi waktu 48 jam kepada Moursi untuk mengatasi sengketa dengan kelompok oposisi. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan Moursi, karena kaum oposisi menuntut Presiden yang baru menjabat satu tahun itu mundur. Keadaan memang memanas karena para pendukung Moursi dan kaum oposisi saling berhadap-hadapan yang bisa berujung dengan bentrokan fisik. Selain menunjuk pengganti Moursi, Jenderal Sisi membekukan konstitusi dan membubarkan parlemen yang mayoritas anggotanya adalah  dari kelompok Ikhwanul Muslimin.
Campur tangan militer dalam mengatasi krisis politik di Mesir adalah suatu kemunduran. Setelah bersusahpayah menurunkan Presiden Mubarak, rakyat Mesir berhasil menaikkan seorang presiden dari kalangan sipil, Moursi, melalui pemilu yang syah. Konstitusi baru juga berhasil dibuat melalui referendum pada Desember 2012. Ada perbedaan pendapat antara Presiden dengan para pemimpin oposisi dalam melaksanakan kebijakan pemerintahan. Tapi itu seharusnya diselesaikan sesuai ketentuan konstitusi, bukan dengan mengerahkan massa menentang Presiden. Sedangkan dari pihak militer, seharusnya pula tetap mengawal konstitusi yang sudah disepakai melalui referendum itu, bukan bertindak yang justru bertentangan dengan konstitusi. Dengan menurunkan Presiden, Jenderal Sisi sudah berpihak kepada kaum oposisi. Tidakkah ada skenario lain dari kaum militer untuk kembali berkuasa dengan memanfaatkan krisis politik yang sedang terjadi?
Di pihak lain, Presiden terguling dan pengikut-pengikutnya tidak terima campur tangan militer itu. Moursi tetap menganggap dirinya sebagai Presiden yang syah. Artinya, kelompok Ikhwanul Muslimin akan melawan menghadapi kaum militer yang berkuasa di belakang layar. Keadaan ini sangat berbahaya dan mengakibatkan krisis politik yang terus menerus. Seandaninya Jenderal Sisi berniat tulus, pemilu baru dilaksanakan, konstitusi baru dibentuk, seorang Presiden baru lainnya dari kalangan sipil terpilih, apakah keadaan akan beres sendirinya? Jawabannya tergantung kepada para pemimpin Mesir sendiri untuk mampu melihat keadaan secara jernih, sesuai aspirasi rakyat yang sesungguhnya.