Minggu, 23 Februari 2014

Apel Siaga Perubahan Partai Nasdem


 

Partai Nasdem peserta pemilu 2014 nomor urut 1 pada Minggu, 23 Pebruari 2014 menyelenggarakan ‘Apel Siaga Perubahan’ diikuti 150 ribu anggotanya bertempat di Stadion Utama, Senayan, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, dengan semangat menyala-nyala menyatakan tekad untuk merubah keadaan, sehingga rakyat Indonesia memiliki kesejahteraan yang merata. “Untuk itu Partai Nasdem menargetkan masuk 3 besar pemenang pemilu 2014.”   Surya Paloh juga mengeritik pelbagai ketimpangan yang terjadi selama ini, membuat puluhan juta rakyat masih hidup miskin.

Kegiatan yang merupakan ‘unjuk kekuatan’ (show of force) itu, menurut Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, untuk menunjukkan bahwa sebagai partai baru, Nasdem sudah memiliki struktur organisasi yang  teratur, kader-kader yang solid dan siap memenangkan pemilu 2014. Perihal hasil survey Lingkaran Survey Indonesia (LSI) yang dikeluarkan 2Pebruari lalu bahwa Nasdem akan menjadi partai gurem karena tidak akan lolos ‘parliamentary threshold ’ Rio menyatakan, “Santai saja. Kenyataan di lapangan tidak seperti itu.” Hasil survey LSI itu lucu-lucuan saja. Ia menyarankan LSI berhenti mengadakan survey sebab akan menjadi tertawaan saja.

Pengerahan massa besar-besaran seperti dilakukan Partai Nasdem itu mengingatkan kita pada suasana zaman orla. Pelbagai kekuatan sospol waktu itu silih berganti menggunakan stadion utama untuk menunjukkan bahwa kelompok mereka punya massa yang besar. Para tokoh yang tampil dalam kesempatan seperti itu menawarkan pelbagai kiat untuk memperbaiki keadaan Indonesia. Pidato-pidato yang menggelegar dan atraksi-atraksi yang menarik memang mampu mengundang massa untk datang. Tapi, seperti terbukti dalam sejarah, keadaan Indonesia tidak menjadi lebh baik. Tokoh proklamator Bung Hatta tahun 1960 menyataka keadaan Indonesia hampir bangkrut. Keadaan Indonesia berubah menjadi lebih baik setelah rezim orba tampil dengan menggunakan para teknokrat memperbaiki keadaan di semua bidang. Kalau kemudian keadaan memburuk lagi pada tahun 1998, penyebabnya karena sistem  tidak berjalan sebagaimana mestinya. Prinsip ‘the right man on the right place’ dilanggar dan KKN merajalela.

Yang diperlukan sekarang adalah konsep pembangunan yang dapat dilaksanakan {bukan sebatas wacana) sambil menempatkan ‘orang yang tepat pada tempat yang tepat’ pula. Inilah yang menjadi tantangan semua partai yang ada untuk mempersiapkan kader-kadernya mengubah keadaan Indoesia.   

 

 

Singapura Makin Geram Kepada Indonesia



Singapura makin geram kepada Indonesia karena menolak pembatalan memberi nama KRI baru dengan Usman-Harun. Indonesia menilai kedua prajurit KKO itu sebagai pahlawan, sedangkan Singapura menganggap keduanya teroris. Langkah berikutnyaa, Singapura melarang kapal perang baru itu memasuki perairan negara pulau itu. Menhan Singapura, Ng Eng Hen, berucap, “Tidak mungkin bagi kami membayangkan akan berlayar bersama atau kegiatan militer bersama dengan kapal perang itu. Penamaan yang kontroversial itu akan membuka luka lama dan mengganggu keharmonisan hubungan kedua negara.”

Reaksi keras datang dari para pemimpin Indonesia, antara lain pimpinan MPR yang mendesak pemerintah membatalkan kerjasama pertahanan dengan Singapura. Sedangkan Panglima TNI, Jenderal Muldoko, dengan tegas menyatakan tetap akan memberi nama Usman-Harun untuk kapal perang baru yang akan datang dari Inggeris bulan Juni mendatang. Tidak ada langkah surut! Itulah tekad yang diucapkan para kesatria Indonesia sejak zaman dulu hingga sekarang. Penamaan sebuah kapal perang adalah hak sebuah negara. Negara lain yang menhebohkannya adalah mencampuri urusan negara tersebut. Kita juga tidak perlu heboh jika Singapura misalnya memberi nama sebuah kapal perangnya dengan ‘Westerling’, penjahat yang membantai rakyat Sulawesi semasa agresi Belanda dulu.

Bahwa Singapura melarang KRI Usman-Harun melintasi perairan negara itu, adalah hak mereka. Kita juga  harus melakukan hal sama dengan menolak salah satu kapal perang mereka melintasi perairan Indonesia. Yang perlu diwaspadai adalah cara membawa kapal perang baru itu masuk ke Indonesia. Jangan sampai ’menyenggol’ perairan Singapura. Kalau kita sudah berhati-hati dalam menggunakan hak di wilayah sendiri, Singapura membuat gara-gara,  maka tidak ada pilihan selain menerapkan semboyan orang Betawi, ‘lu jual gue beli’.

Seluruh rakyat Indonesia harus bersatu dalam menghadapi kesombongan Singapura dalam masalah penamaan sebuah kapal perangnya. Termasuk Presiden SBY, tidak perlu menenggang kerjasama ASEAN, lantas membatalkan pemberian nama KRI Usman-Harun. Kedaulatan negara kita di atas segala-galanya.  Ingatlah selalu pesan para pendiri negara ini, bahwa ‘Indonesia cinta perdamaian tapi lebih cinta kemerdekaan’.

Wapresvs DPR



Wapres Budiono untuk kedua kalinya Rabu, 19 Pebruari 2014 menolak panggilan DPR menghadiri rapat tentang masalah Bank Century. Alasannya sama dengan penolakan pada Desember 2013 yaitu, proses politik di DPR sudah selesai. Rekomendasi Pansus Hak Angket Century dan Keputusan Sidang Paripurna DPR mengenai Hak Angket Century menyebutkan, “Seluruh penyimpangan dan penyalahgunaan  wewenang yang berindikasi  perbuatan melawan hukum yang merupakan tindak pidana korupsi, tindak pidana perbankan dan tindak pidana umum, berikut pihak-pihak yang diduga bertanggungjawab, diserahkan kepada lembaga penegak hukum.” Jelas sekali alasan penolakan Wapres Budiono. DPR sebetulnya tinggal mengawasi KPK apa sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Dalam hubungan ini KPK  telah pula meminta keterangan tambahan baik kepada Sri Mulyani maupun Budiono. Jadi, menurut orang awam tindakan DPR membahas kembali masalah Bank Cenury (termasuk memanggil Budiono), merupakan kemunduran.

Perihal pemanggilan pihak-pihak terkait oleh DPR untuk membahas suatu masalah, memang diatur dalam  UU No.27/2009-Ps.72 dan Tatib DPR-Ps.190. Masalahnya, apa kewenangan pemanggilan DPR itu bersifat mutlak. Begitu juga ketika terjadi perbedaan pandangan mengenai urgensi pemanggilan, seperti alasan Wapres Budiono, apa DPR tetap bersikeras. Apa iya, DPR dapat melakukan ‘pemanggilan paksa’ seperti dilakukan lembaga penegak hukum. Para pakar hukum tata negara sebaiknya ikut memberi sumbangan pemikiran mengenai masalah ‘pemanggilan’ oleh DPR.

Perkembangan sampai hari Rabu, 19 Pebruari 2014, DPR akan melakukan pemanggilan ke 3 kepada Wapres Budiono. Anggota Timwas Century DPR, Hendrawan Supratikno,berucap, “Timwas akan melayangkan panggilan ke 3 sekaligus memikirkan opsi meminta kepolisian menghadirkan Budiono. Atau melakukan pertemuan klarifikasi di tempat netral, bukan di DPR, supaya win win.”

Tampaknya, karena alasannya sudah jelas, Wapres Budiono juga akan menolak panggilan itu nanti. Kalau sudah begitu, apa nantinya polisi akan ‘menangkap’ Budiono, membawanya ke DPR untuk dimintai keterangan. Patut diingat, Budiono adalah seorang wakil presiden, bukan pesakitan. Pendapatnya bahwa proses politik tentang Bank Century di DPR adalah pendapat seorang wakil presiden, pendapat pemerintah. Perbedaan pendapat antara pemerintah dengan DPR seyogyanya diselesaikan secara bijaksana, bukan dengan memaksakan kehendak.

Minggu, 16 Februari 2014

Capres Alternatif


 

Sekalipun pilpres 2014 masih harus menunggu hasil pemilu 9 April mendatang, beberapa partai sudah mempromosikan capresnya masing-masing. Mereka yakin akan meraih suara 20% dalam pemilu 9 April, syarat bagi parpol untuk dapat mengajukan seorang capres. Capres-capres yang sudah mempromosikan diri itu, rupanya kurang berkenan bagi beberapa kelompok masyarakat, sehingga merekapun memunculkan sejumlah nama yang mereka nilai lebih pantas menjadi capres. Diantaranya adalah Konvensi Rakyat yang telah menetapkan 7 nama hasil penyaringan 25 tokoh. Dua nama diantaranya sudah dikenal orang yaitu Yusril Ihza Mahendra dan Rizal Ramli. Ketua Komite Konvensi Rakyat, Gus Solah, mengatakan, “Mencari capres bukan hanya kewenangan partai, 50%  rakyat apatis tidak tertarik menggunakan hak pilihnya. Warga negara harus turun tangan memilih calonnya.”

Tujuh nama yang sudah dipilih Konvensi Rakyat tampaknya tokoh-tokoh yang tidak puas dengan kinerja pemerintahan SBY. Seorang diantaranya, Tony Ardie, berucap, “Negara ini sudah morat marit dan semakin terpuruk. Sistem harus diubah.” Seperti apa sistem yang akan mampu mengubah Indonesia menjadi lebih baik, tentu hanya Tony Ardie yang tahu. Sebab sistemnya itu tentu baru akan dijabarkan setelah berkuasa. Setidaknya ia dapat menjelaskan apa kriterianya sebuah negara yang terpuruk. Sebab kalau tidak dapat menjelaskannya, pendapatnya itu menjadi sesuatu yang ‘asbun’ atau asal bunyi. Orang nomor satu Indonesia haruslah seorang tokoh yang berpandangan luas, obyektif dan tidak meniadakan apa yang sudah dicapai Indonesia dewasa ini.

Para caprès alternatif yang muncul lewat kelompok masyarakat  yang non partai tentu tidak akan sampai masuk ke gelanggang. Sebab menurut UU, yang berhak mengajukan capres hanyalah parpol dengan syarat tertentu pula. Pendapat Gus Solah bahwa mencari capres bukan hanya kewenangan partai, memerlukan penjabaran lagi. Perlu diingat bahwa kegiatan pemilihan presiden adalah kegiatan politik. Agak mengherankan jika kelompok masyarakat yang non politik ikut mencari capres. Lagi pula bukankah parpol itu berfungsi mengatur keinginan dan aspirasi golongan-golongan dalam masyarakat?  Dalam hal ini aspirasi masyarakat untuk mendapatkan seorang presiden baru.

Bagaimanapun, parpol-parpol yang memenuhi syarat mengajukan capres nanti, mungkin dapat ‘mengambil’ salah satu dari capres-capres alternatif yang sudah muncul sekarang.   

Sabtu, 15 Februari 2014

DPR Siapkan RUU Penyatuan RRI-TVRI


 

DPR sedang menggodok RUU Radio dan Televisi Republik Indonesia (RTRI) yang akan menjadi payung hukum pembubaran TVRI yang sekarang dan menggabungkannya dengan RRI. Langkah ini diambil untuk mengatasi kemelut yang sedang terjadi di TVRI.  Wakil Ketua Komisi Komunikasi DPR, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, penyakit di lingkup internal TVRI sudah sangat kronis. “Perlu diambil terobosan dan transformasi total untuk menyelamatkan TVRI,” jelasnya.

Usaha menyatukan RRI dengan TVRI sebetulnya sudah lama yaitu sejak masa Dirjen RTF dijabat oleh Sumadi, akhir tahun 1970an. Latihan-latihan untuk menyatukan bahan-bahan siaran sudah mulai dilakukan. Reporter RRI, Susi, mendapat perintah langsung dari Dirjen RTF Sumadi untuk ‘menyetorkan’ hasil liputannya kepada Pemberitaan TVRI, disamping mengolahnya untuk keperluan Berita RRI. Sayangnya, usaha menugaskan reporter Susi itu tidak berjalan mulus karena kurang fasilitas pendukung. Idealnya perlu sebuah mobil operasional khusus yang bisa mengantar reporter-reporter yang ditugaskan bolak balik ke tiga lokasi, RRI, tempat liputan dan TVRI. Selain itu pada tingkat pimpinan kedua instansi penyiaran pemerintah itu masih belum sepenuh hati bekerja. Masing-masing punya alas an, antara lain: sejarah kelahiran kedua instansi, berbeda. Walaupun begitu, kerjasama  dalam bentuk penugasan penyiar terus dilakukan. Olan Sitompul, Yul Chaidir, Syam Amir, Hasan Asy’ari Oramahe, Sazli Rais, Idrus, adalah sejumlah penyiar RRI yang ‘dipinjam’ untuk membaca berita di TVRI. Nah, kalau organisasi radio dan TV disatukan seperti Malaysia dan Singapura, maka penyiar-penyiar radio otomatis juga muncul di TV. Begitu juga banyak acara siaran langsung yang dapat diselenggarakan bersama dengan hanya menugaskan seorang penyiar atau reporter. Ringkasnya penyatuan radio dan TV publik akan lebih hemat.

Pembahasan penyatuan RRI dan TVRI kembali muncul pada 28 September 2009 di Jakarta atas inisiatif Kementerian Komunikasi dan Informasi. Para peserta adalah para senior kedua instansi ditambah pensiunan Deppen seperti Sembiring.Tidak ada kesimpulan tentang perlu tidaknya penyatuan kedua lembaga, hanya pihak Kominfo menawarkan saran bentuk organisasi yang kalau digabung nantinya akan hanya ada satu Dewan Pengawas, satu Direktur Utama, empat direktur masing-masing radio, TV, administrasi umum dan keuangan.

Penyatuan RRI-TVRI kalau dilakukan sungguh-sungguh, tidaklah sulit tentu saja dengan banyak belajar dari negara-negara lain yang sudah lama melakukannya seperti Malaysia, Singapura dan Jepang.

Kamis, 13 Februari 2014

Kelakuan Ustadz Yang Tidak Terpuji



Seorang ustadz yang terkenal dengan penampilan berjubah, serban dan memelihara rambut panjang tahu-tahu muncul di youtube sedang marah-marah dalam bahasa Sunda sambil menginjak kepala seorang lelaki yang dalam posisi berlutut. Sang ustadz naik pitam karena lelaki yang ternyata petugas sound system menolak mencium kakinya sambil meminta maaf. Lelaki itu dinilai lalai mengoperasikan sound system dengan baik sehingga ustadz merasa terganggu. Peristiwa yang terjadi di Bandung itu, berakhir setelah seorang ustadz lain melerai dan menyabarkannya.  Konon sang ustadz belakangan sadar dan meminta maaf kepada petugas sound system itu.

Bagaimanapun, ia telah gagal mengendalikan dirinya untuk memenuhi  unsur-unsur taqwa, yaitu menahan marah dan mamaafkan orang (tanpa yang bersalah meminta maaf). Pad saat itu, ia jauh dari taqwa.

Tidak ada akibat apa-apa bagi sang ustadz setelah peristiwa tersebut. Kecuali, petugas sound system melapor ke polisi atas dakwaan ‘perbuatan tidak menyenangkan’. Kalaupun ada akibat, kemungkinannya mengurangi rasa simpati orang terhadap dirinya. Lebih jauh akan mengurangi jumlah undangan yang berarti berkurang pula jumlah ‘amplop’.

Menjadi seorang ustadz memang tidak mudah. Menguasai ilmu agama Islam saja, tidak cukup. Perlu kematangan jiwa sehingga berprilaku yang pantas menjadi panutan masyarakat, bukan sebaliknya. Seorang ustadz harus memahami perasaan orang lain, sehingga tidak berprilaku yang dapat menyinggung. Seringkali seorang ustadz terjebak dengan ketenaran membuatnya tidak sengaja menjadi ujub dan takabur. Ada seorang ustadz yang menolak menandatangani tanda terima honorarium di sebuah instansi pemerintah. Ia bersungut-sungut sambil berucap, “yang ngasi honor gedean aja nggak minta tanda tangan..” Seorang ustadz lainnya berbicara di telpon kepada seorang pengundang  di luar kota,”Apa tidak ada lagi ustadz setempat?” Ucapan itu keluar karena merasa dirinya sudah berkelas nasional, tidak layak diundang oleh sebuah mesjid tingkat kabupaten. Ada pula ustadz ketika berceramah di sebuah acara TV menyebut nama seseorang yang dinilainya melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Padahal, sangat terlarang mengungkap aib orang lain, apalagi di depan umum.

Kelakuan sang ustadz yang kurang simpatik yang sempat tersebar di youtube itu semoga membawa hikmah, mendorong ustadz-ustadz lain untuk senantiasa memelihara kualitas taqwa dirinya.

Rabu, 12 Februari 2014

Shalat Zuhur Berjamaah Berhadiah di Bengkulu


 

Walikota Bengkulu, Helmi Hasan, punya ide baru untuk meramaikan Mesjid At Taqwa pada waktu Zuhur tiap Rabu. Ia berucap, “Saya memberikan motivasi agar mesjid ramai, tidak sepi.” Sang Walikota menyediakan hadiah umroh bagi yang shalat Zuhur berjamaah 40 kali berturut-turut, haji bagi yang shalat 52 kali dan hadiah bonus mobil kijang Toyota Innova milik pribadinya. Kegiatan ini dimulai sejak Rabu, 12 Pebruari 2014. Sudah dapat diduga mulai Rabu, 19 Pebruari 2014, Mesjid Taqwa Kota Bengkulu akan penuh jamaah untuk shalat Zuhur. Untuk keperluan tersebut, Pemda Kota Bengkulu menyediakan dana 2,3 milyar rupiah dari sumber APBD.

‘Terobosan’ Walikota Helmi Hasan disambut gembira mereka yang tergiur hadiah. Yang selama ini jarang-jarang shalat, mungkin akan menyempatkan diri shalat Zuhur berjamaah tiap Rabu, demi memperoleh hadiah. Boleh jadi juga Mesjid At Taqwa Kota Bengkulu ramai jamaah pada waktu Zuhur tiap Rabu saja. Rabu yang lain kembali sepi. Padahal yang dimaksud Walikota Helmi Hasan tentulah memotivasi jamaah untuk meramaikan shalat berjamaah lima waktu, setiap hari.

Shalat berjamaah berhadiah model Helmi Hasan adalah ‘sesuatu yang baru’ tidak ada dalil dan contohnya dari Nabi Muhammad  SAW. Dalam pelaksanaan shalat, memang tidak ada perubahan apa-apa. Satu-satunya yang berubah dalam pandangan mata adalah ‘tanda pengenal’ sebagai peserta. Mereka yang tidak punya tanda pengenal, tentu tidak akan dicatat oleh panitia. Selain itu apa ada jaminan yang shalat Zuhur berjamaah berhadiah itu betul-betul ikhlas, demi Allah? Sedangkan pelaksanaan ibadah dalam Islam haruslah dengan niat ikhlas, demi Allah, bukan demi siapa-siapa dan bukan pula demi hadiah. Yang menarik adalah Kementerian Agama Kota Bengkulu mendukung kegiatan ini dengan menyediakan diri sebagai panitia pelaksana. Kita percaya pihak Kementerian Agama Kota Bengkulu mengerti betul mana praktek ibadah yang dianjurkan  Nabi Muhammad SAW dan mana yang tidak. Pendapat yang mengatakan ‘boleh-boleh saja sesuatu yang baru dilakukan demi untuk kebaikan’ sebaiknya tidak usah diikuti demi kemurnian pelaksanaan ibadah dalam Islam, khususnya shalat.

Senin, 10 Februari 2014

Dangdut Akademi


 

Kegiatan berjudul ‘Dangdut Akademi’ sedang berlangsung di TV Indosiar. Untuk menemukan bakat-bakat baru di bidang seni suara berirama dangdut. Peminatnya cukup banyak, sebagian sudah tersingkir pada babak penyisihan. Sekarang memasuki babak ‘nominasi’ atau semi final. Para juri adalah senior di bidang perdangdutan yaitu Saiful Jamil, Iis Dahlia, Inul Daratista dan Benigno. Di babak ‘nominasi’ penilaian dilakukan para pemirsa melalui SMS, sedangkan para juri menyampaikan kesan dan saran atas penampilan para peserta.

Menarik untuk dicatat, ternyata menyanyi lagu dangdut tidak hanya sekedar meliuk-liukkan suara, melainkan juga harus memperhatikan teknik vokal, mengatur pernafasan dan ekspresi. Menyanyi lagu dangdut yang baik harus menyentuh pendengarnya: ikut sedih dan gembira sesuai dengan syair yang didendangkan.

Sebegitu jauh lau-lagu yang didendangkan para peserta mengingatkan kita pada suasana tepian sungai Gangga, ketika seseorang mengungkapkan perasaannya lewat lagu. Memang dangdut mendapat pengaruh dari musik India yang melankoli itu. Misalnya lagu ‘Payung Hitam’ yang populer lewat suara Iis Dahlia dan ‘Kana’ lewat suara Mansur S. Ciri khasnya pada iringan musik dengan penonjolan pada suling dan gendang. Pukulan gendang seolah-olah mengeluarkan bunyi: dang duut…dang duut. Entah siapa orang pertama yang memberi nama dangdut itu, tidak ada yang tahu. Kenyatannya sekarang lagu-lagu dangdut diramaikan lagu-lagu berasal dari berbagai daerah bahkan juga dari negara lain. Lagu irama latin ‘Maliendo Café’ yang popular lewat suara Julio Iglesias ‘mirip’ dengan lagu ‘Kopi Dangdut’.

Perkembangan yang terjadi pada lagu-lagu dangdut menyebabkan orang menganggap bahwa irama yang dibawanya adalah ‘asli’ Indonesia. Di Jepang ada kelompok musik yang khusus menyanyikan lagu-lagu dangdut yang mereka ‘impor’ dari Indonesia.

Yang harus diingat adalah, tidak semua lagu-lagu yang ada di Indonesia bisa didangdutkan. Lagu Melayu asli ‘Patah Hati’ misalnya bisa dimainkan oleh sebuah orkestra, namun dengan tetap mempertahankan keaslian iramanya. Kalau didangdutkan akan terdengah aneh di telinga. Nah, agar lagu-lagu Melayu asli ini tidak lenyap ditelan zaman, perlu juga memberi ruang untuk tetap bertahan. Termasuk mengadakan perlombaan menyanyikan lagu-lagu Melayu asli.

 

Singapura Keberatan Atas Penamaan KRI Usman Harun

Singapura keberatan atas penamaan kapal perang baru Indonesia yaitu KRI Usman Harun. Alasannya dengan memberi nama seperti itu, melukai hati keluarga korban peristiwa pemboman di negeri itu dalam masa konfrontasi Malaysia tahun 1963. Kedua anggota marinir (dulu KKO) itu dituduh membom sebuah gedung di pusat keramaian Singapura, mengakibatkan sejumlah korban luka-luka. Pengadilan Singapura menjatuhkan vonis hukuman mati dengan cara digantung untuk Usman dan Harun, dilaksanakan pada tahun 1968. Jenazah Usman dan Harun dimakamkan di TMP Kalibata dengan upacara militer. Bagi Indonesia, Usman dan Harun adalah pahlawan karena melaksanakan tugas negara. Sedangkan bagi Singapura kedua pahlawan itu dianggap teroris biasa yang harus dihukum sesuai UU negeri itu.

Sejak ditangkapnya Usman dan Harun, pemerintah Indonesia terus berusaha meminta Singapura meringankan hukumannya. Apalagi konfrontasi telah berakhir dan kedua pahlawan hanyalah pelaksana politik konfrontasi itu. Namun Singapura tetap saja melaksanakan hukuman mati terhadap Usman dan Harun. Ada analisa yang berkembang waktu itu, Singapura sengaja menghukum mati Usman dan Harun untuk memancing kemarahan Indonesia. Kalau Indonesia marah, lantas menyerbu Singapura, ada alas an untuk meminta tentara Inggeris tetap berada di negeri pulau itu. Sebab, masa tugas tentara Inggeris sudah akan berakhir. Keberadaan tentara Inggeris sangat berarti bagi Singapura untuk kepentingan ekonomi.

Keberatan Singapura telah dijawab oleh pemerintah Indonesia, bahwa penamaan sebuah kapal perang adalah hak sebuah negara berdaulat. Jadi keberatan Singapura adalah bentuk campur tangan. Lebih jauh karena keinginan membatalkan penamaan KRI Usman Harun tidak dilakukan Indonesia, Singapura mengambil tindakan tidak simpatik berupa pembatalan secara sepihak kunjungan para petinggi Kementerian Pertahanan Indonesia ke negeri itu pada 11 dan 12 Pebruari 2014. Kita tidak ingin bermusuhan dengan Singapura. Tapi kalau petinggi negeri itu mulai mengambil langkah-langkah tidak bersahabat, kita juga harus melakukan hal sama.

Dalam pada itu perlu juga kita mawas diri untuk tidak terlalu mendewa-dewakan negeri jiran itu, seperti berbelanja dan berobat. Gubernur Banten, Ratu Atut misalnya, konon selalu berbelanja di Singapura. Tokoh-tokoh di repubik ini seperti Ali Sadikin dan Ali Alatas  berobat di Singapura. Toh meninggal juga. Kalau seandainya nanti Singapura mengambil langkah-langkah diplomatik, kita juga harus melakukan yang seimbang.

Pecatmemecat di TVRI


 

Penyiaran Konvensi Partai Demokrat pada 15 September 2013 ternyata mengakibatkan dipecatnya 4 anggota dewan direksi TVRI oleh dewan pengawas lembaga penyiaran publik itu. Dua bulan kemudian, pada 28 Januari 2014 giliran Komisi I DPR memecat seluruh anggota dewan pengawas TVRI. Alasan memecat dewan direksi TVRI, karena tidak mencapai target yang disepakati kedua dewan di TVRI itu. Selain itu pemecatan, sesuai dengan ‘saran dan masukan Komisi I DPR’.

Padahal, sebelum pemecatan dewan direksi, dalam rapat bersama pada 21 Oktober 2013, DPR meminta dewan pengawas TVRI tidak memecat dewan direksi sebelum Panitia Kerja Pengawas TVRI selesai bekerja. Namun sebelum Panitia Kerja Pengawas menyelesaikan tugas, dewan pengawas sudah memecat dewan direksi. DPR menilai dewan pengawas TVRI ‘tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik’.

Pemberhentian dewan pengawas dan dewan direksi TVRI sebelum habis masa jabatannya memang diatur dalam  PP No. 13 Th. 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Pasal 21 menyebutkan  bahwa: (1) Anggota dewan pengawas TVRI berhenti atau diberhentikan sebelum habis masa jabatannya apabila a. meninggal dunia, b. mengundurkan diri, c. tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, d. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, e. terlibat dalam tindakan yang merugikan TVRI, f. dipidana karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau, g. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. Selanjutanya  pada Pasal 24 disebutkan bahwa: (4) Anggota dewan direksi deapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya apabila a. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, b. terlibat dalam tindakan yang merugikan lembaga, c. dipidana karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau, d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

Menilik syarat-syarat untuk pemberhentian itu baik dewan direksi maupun dewan pengawas TVRI digolongkan dalam pasal yang berbunyi ‘tidak lagi memenuhi persyaratan’ sesuai dengan pernyataan bahwa ‘tidak mencapai target yang disepakati’ dan ‘tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik’.

Kalau masalahnya hanya karena menyiarkan konvensi Partai Demokrat sehingga dinilai TVRI tidak netral, apa memang sudah merupakan pelanggaran berat sehingga berakhir dengan pemecatan. Ini memerlukan perenungan yang mendalam dan solusi yang bijak seperti pendapat seorang anggota Komisi I DPR, “seharusnya diberi kesempatan memperbaiki diri, tidak langsung memecatnya”

Sekarang TVRI tidak punya pimpinan, perlu waktu untuk mendapatkannya lagi.