Minggu, 27 April 2014

Dicari Dokter Yang Paten



Keinginan untuk sehat dan sembuh dari berbagai penyakit mendorong orang mendatangi  para dokter di puskesmas-puskesmas, klinik-klinik, rumahsakit-rumahsakit dan praktek pribadi. Yang diinginkan seorang pasien: diagnose dan obat dokter yang pas sehingga sembuh dari penyakit. Kenyataannya, seringkali  harapan pasien tidak terwujud. Tidak sembuh berobat pada seoran dokter, biasanya pasien mencari dokter lain yang lebih senior bahkan ada juga yang mencari pengobatan alternatf seperti  tabib dan sinshe.
Perbedaan diagnose dokter sungguh mengherankan karena ilmu yang digunakan adalah sama yaitu ilmu pengobatan yang sudah terdata. Ada gejala-gejala awal yang membuat dokter sampai pada kesimpulan tentang penyakit yang diderita pasien dan memberi obat yang tepat. Seorang pasien yang diperiksa dua dokter berbeda, seharusnya punya diagnose yang sama, mengambil tindakan dan memberi obat yang sama pula. Tahun 1980 ada seorang PNS memeriksa paru-paru pada seorang dokter di Jl. Biak Jakarta. Hasil rontgen menunjukkan, ada vleg di paru-paru, sehingga harus berobat dulu. PNS tersebut memeriksa kesehatan paru-paru dalam rangka tugas ke negeri  Kincir Angin. Merasa tidak ada keluhan di paru-parunya, sang PNS membawa hasil rontgen dari dokter di Jl. Biak ke dokter paru-paru senior,dr. Noor di Jl. Raden Saleh, Cikini Jakarta. Hasilnya: tidak ada masalah alias sehat. Dengan rekomendasi dari dr Noor, sang PNS jadi juga berangkat ke negeri Kincir Angin. Tahun 1995, PNS yang sama berobat ke seorang dokter di kawasan Kedoya, Jakarta Barat. Ia menderita sakit pinggang, sehingga susah berdiri dari duduk. Setelah memeriksa, dokter memberi obat disertai penegasan: pasien kena darah tinggi. PNS yang berobat di Kedoya itu sedang bertugas di Jakarta dari tempat tugas tetapnya di Singaraja, Bali. Merasa tidak punya riwayat darah tinggi, sang PNS mendatangi dokter langganannya di Singaraja. Hasil pemeriksaan, tekanan darah normal, tidak ada gejala darah tinggi.
Akhir-akhir ini banyak keluhan masyarakat atas tindakan dokter  di klinik-klinik tertentu yang dinilai tidak sesuai dengan  keadaan penyakit seorang pasien. Misalnya pasien yang mengalami gangguan pencernaan sehingga merasa ‘tidak enak badan’ tiga hari dan kehilangan selera makan oleh dokter ‘dicurigai’ kena DBD. Untuk itu perlu periksa darah dan ‘observasi’ (rawat inap satu malam}. Padahal, tekanan darah dan suhu badan berada dalam kondisi normal. Tiga hari kemudian, sang pasien melanjutkan berobat ke dokter yang lebih senior di LA. Alhamdulillah, dengan menyuntik dan memberi obat-obatan, pasien tersebut sembuh dari rasa ‘tidak enak badan’ dan selera makannya normal kembali.
Tantangan bagi para dokter di mana pun bertugas untuk menjadi dokter yang paten dengan biaya standar, tanpa tambahan untuk periksa darah, rontgen yang sebetulnya tidak perlu.

Jumat, 04 April 2014

Crimea Bergabung Kembali Dengan Rusia




Crimea, kawasan di Semenanjung Laut Hitam kembali bergabung dengan Rusia sebagai hasil referendum 16 Maret 2014. Referendum itu digugat Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai campur tangan Rusia dalam urusan dalam negeri Ukraina. Pemerintah Ukraina sendiri tidak dilibatkan dalam proses referendum, begitu juga dunia internasional seperti di Timor Timur tahun 1999. Pelaksanaan referendum  memang terasa di bawah tekanan Rusia sehubungan kehadiran ribuan tentara  dari negeri beruang merah itu.
Keinginan rakyat Crimea yang sebagian besar dari etnis Rusia bergabung kembali dengan Moskow merupakan kelanjutan krisis politik Ukraina beberapa bulan terakhir ini. Presiden Yanokovich yang pro Moskow dipecat parlemen karena tidak mau menandatangani  kesepakatan kerjasama dengan Uni  Eropa. Keadaan ini mendorong rakyat Crimea menuntut kembali menjadi  bagian Rusia, setelah terpisah sejak 1954 atas kebjaksanaan politik PM Sovyet  Kruschev.
Diakui atau tidak oleh dunia internasional, secara defacto Crimea berada di bawah kekuasaan Rusia. Ukraina tidak berusaha mengusir pasukan Rusia dari Crimea karena kekuatan militer yang tidak berimbang. Sedangkan Amerika Serikat dan Uni Eropa tidak mau terlibat langsung bertempur melawan Rusia. Yang dapat dilakukan negara-negara barat hanyalah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia.  Ini  sudah dilakukan dengan mengeluarkan Rusia dari kelompok negara-negara industri maju G8. Rusia jelas akan menderita kerugian akibat sanksi ekonomi negara-negara barat. Di lain pihak, Uni Eropa juga kerepotan karena selama ini  tergantung  pada pasokan gas alam Rusia.  Kalau sama-sama rugi, apakah nantinya sanksi ekonomi terhadap Rusia akan dapat berlangsung lama. Sedangkan Crimea toh tidak akan dilepaskan Rusia.Ada baiknya Uni Eropa membujuk Ukraina untuk melihat keadaan secara realistis dan menerima keadaan.
Dampak dari perkembangan politik di Crimea akan mendorong negara-negara berkembang yang mendapat tekanan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya meminta bantuan Rusia. Sekarang saja negara-negara barat tidak berani melakukan tindakan militer di Suriah karena Rusia bersama Cina tidak sepakat.Keadaan ini pula yang diyakini orang sebagai mulainya perang dingin jilid 2.