Senin, 30 Juni 2014

Debat Cawapres



Debat cawapres diselenggarakan di Jakarta pada Minggu malam 29 Juni 2014,dipandu Wakil Rektor Universitas Gajah Mada, Wikorita Karnawati. Thema yang diusung adalah ‘Pembangunan SDM dan IPTEK’. Sebagai tokoh-tokoh yang sama-sama berpengalaman dipemerintahan, kedua cawapres lebih banyak menyoroti upaya meningkatkan mutu kedua bidang tersebut. SDM dan IPTEK bukan barang baru, sudah dikembangkan sejak zaman orba. Pertanyaan mendasar, mengapa hasilnya belum memuaskan, sehingga masih tertinggal dibandingkan dengan Korea Selatan?
JK bicara tentang perlunya membenahi sistem pendidikan.Untuk itu lembaga-lembaga yang sudah ada seperti BPPTdan universitas-universitas harus menjadi ujung tombak. Untuk itu perl u usaha. JK juga menekankan perlunya pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah untuk menghaslkan SDM yang tangguh.
Hatta bicara soal pendidikan dari segi pemerataannya. Seluruh bangsa Indonesia harus menikmati pendidikan secara inklusif dan merata. Dalam hubungan ini perlu diselenggarakan wajib belajar 12 tahun. Ketika ditanya pemandu tentang cara mendapatkan dananya, Hatta menjawab akan menyediakan dana 10 trilyun rupiah dalam jangka 5 tahun ke depan.
Kedua cawapres sependapat perlunya pengembangan kemampuan inovasi SDM untuk menghasilkan produk-produk bermutu. Dalam hal  ini JK lebih mengutamakan  inovasi berdasar gagasan-gagasan dalam negeri, bukan nyontek dari luar negeri.
Tentang SDM Indonesia berkualitas yang banyak bekerja di luar negeri, menurut JK ‘harus diperhatikan’. Sedangkan Hatta setuju-setuju saja asal mengikuti model  India. Di negeri Shahruk Khan itu tenaga kerja sengaja dikirim ke luar negeri untuk membuka lapangan pekerjaan di dalam negeri.  Khusus TKW yang banyak menghadapi masalah di Singapura, Malaysia dan Saudi Arabia, Hatta berpendapat perlu ‘moratorium’ atau penundaan, sampai  ada jaminan keselamatan TKW.
Dalam sesi tanya jawab, cukup menarik ketika Hatta menjelaskan soal kebocoran anggaran sebesar 1000 trilyun. Maksud Prabowo, bukan kebocoran anggaran melainkan potensi kerugian negara akibat salah kelola. Cukup menarik juga pertanyaan Hatta kepada JK, ‘revolusi mental’ sebuah gagasan asli Jokowi. Menurut JK istilah itu bermakna  kerja cepat dan tidak menunda-nunda pekerjaan. Untuk bisa kerja cepat itu memang perlu perubahan mental petugas/karyawan khususnya di bidang pelayanan masyarakat. Pertanyaannya, langkah-langkah apa yang harus dilakukan unutk terjadinya perubahan mental itu.


Sabtu, 28 Juni 2014

Penjelasan Prabowo Kepada Wartawan AS



Dalam suasana keingintahuan masyarakat luas mengenai keterlibatan capres Prabowo dalam kasus penculikan para aktivis pada tahun 1998, tiba-tiba muncul fakta baru tentang mantan Pangkostrad itu. Wartawan AS, Allan Nairn, membocorkan wawancaranya dengan Prabowo pada Juni dan Juli 2001 di Jakarta. Nairn menilai, Prabowo tidak konsisten karena sikapnya waktu itu tidak sesuai dengan sekarang. Yang megejutkan adalah, tindakan ABRI membantai 271 penduduk sipil di Santa Cruz, Dlli, TimorTimur pada 12 November 1991. Kepada  Nairn sang jenderal mengatakan bahwa  perintah pembunuhan itu ‘goblok’. Menurut Nairn, keberatan Prabowo bukan pada kenyataan militer Indonesia telah membunuh penduduk sipil, melainkan pada fakta pembunuhan dilakukan di hadapan pers inernasional. Konon, menurut Nairn lagi, Prabowo berucap, “Komandan-komandan itu bisa saja membantai di desa-desa terpencil, sehingga tidak diketahui siapapun.”  Tidak jelas, apa Prabowo terlibat dalam peristiwa di Santa Cruz  tersebut.
Tidak kalah mengejutkan adalah pendapat Prabowo bahwa Indonesia memerlukan rezim ‘otoriter lunak’. Contohnya Pakistan semasa diperintah oleh Jenderal  Pervez Musharraf. Pantaslah  ada kalangan yang berpendapat, kalau berkuasa nanti  Prabowo akan mempraktekkan cara-cara pemerintahan orba.
Nairn juga mengungkap pernyataan Prabowo bahwa ABRI merongrong pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dengan memfaslitasi  teror-teror antar etnik dan agama di Maluku.
Kita tentu saja tidak percaya atas kesaksian Nairn tentang pernyataan dan pendapat Prabowo pada 2001. Nadanya menyudutkan ABRI dan memposisikan Prabowo sebagai anti demokrasi. Nairn tentu memfitnah. Hebatnya Nairn berani mempertangungjawabkan hasil wawancaranya dengan Prabowo itu. Ia malah menantang Prabowo untuk menyeretnya ke pengadilan Indonesia atas tuduhan memfitnah. Itu terpulang kepada Prabowo. Membiarkannya berlalu bagai kata pepatah ‘anjing menggonggong, kafilah berlalu’ atau menyeret  Nairn ke pengadilan demi membela nama baik. Bagaimana pun kesaksian seorang wartawan asing, sedikit banyaknya akan mempengaruhi fikiran dan sikap calon pemilih dalam pilpres 9 Juli nanti. Suatu kesaksian akan dianggap benar sampai ada bukti kesaksian itu tidak benar. Mendiamkannya saja bisa dinilai setuju degan ocehan wartawan AS, Allan Nairn.

Senin, 23 Juni 2014

Debat Capres Putaran 3



Debat capres putaran 3 telah diselenggarakan di Jakarta pada Minggu, 22 Juni 2014 dipandu pakar hukum internasional UI, Hikmawanto Juwana. Dengan thema  ‘Politik Internasional dan Ketahanan Nasional’, kedua capres memaparkan pandangan mereka tentang berbagai masalah yang dihadapi Indonesia dalam kancah pergaulan internasional. Cukup menarik ketika kedua capres saling mengajukan pertanyaan. Jokowi menyatakan perlunya menempuh cara diplomasi dalam menyelesaikan sengketa kepemillkan pulau yang berdekatan dengan negara tetangga. Setelah diplomasi sebagai langkah pertama, perlu ada tindakan lanjut. ‘Kalau pulau itu jelas milik kita dan menyangkut kedaulatan, jelas kita buat ramai, Pak.” Sayang, tidak dirinci apa yang dimaksud ‘kita buat ramai’ itu. Apa melakukan tindakan yang sekedar membuat heboh namun penyelesaiannya tidak tuntas. Ingat kasus blok ambalat yang sudah ada mercusuar dan bendera merah putih di atasnya. Sebegitu jauh Indonesia tidak berani menggali minyak yang terkandung di sana. Masih ada ganjalan sehubungan dengan klaim  Malaysia atas blok tersebut. Prabowo tampak setuju  pendapat Jokowi dengan cara tersenyum dan mengangguk. Prabowo juga setuju pendapat Jokowi bahwa Indosat yang dijual ke pihak asing harus dibeli lagi untuk kepentingan bangsa sendiri.
Menyangkut ketahanan nasional, Prabowo menekankan perlunya menyejahterakan rakyat. “Biar punya tank, kalau rakyat tidak sejahtera, ya, percuma,” ujar Prabowo. Sedangkan Jokowi menekankan perlunya nasionalisme dalam konteks pendidikan dan kepatuhan hukum.
Sikap Indonesia dalam berbagai masalah inernasional sedikit sekali dibahas. Hanya masalah Palestina yang mengemuka. Jokowi mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Ini sikap standar yang dimiiki Indonesia sejak dulu. Tidak ada langkah baru yang lebih berguna untuk mempecepat penyelesaian masalah Palestina. Prabowo menyoroti sikap negara-negara lain terhadap Indonesia yang  cenderung jelek karena rakyat miskin dan banyak kekisruhan. Kedua capres juga menyinggung hubungan Indonesia dan Australia yang tidak harmonis. Mereka sependapat bahwa Indonesia tidak percaya kepada Australia  sedangkan Indonesia sendiri  tidak berwibawa.
Sama halnya dua debat capres sebelumnya, yang ketiga ini juga tidak ada  yang mendebat lawannya dalam arti ‘menyanggah’ suatu pendapat.

Sabtu, 21 Juni 2014

Kontroversi Keterlibatan Prabowo




Kasus penculikan sejumlah aktivis pada Desember 1997 sampai Pebruari 1998 tiba-tiba menguak di tengah-tengah kegiatan kampanye pilpres 2014. Surat Rekomendasi  Dewan Kehormatan Perwira tertanggal 24 Juli 1998 beredar. Surat itu berisi usul pemberhentian Pabowo dari dinas militer karena melakukan penculkan para aktivis, penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran prosedur. Surat tersebut membuat heboh karena para pendukung Prabowo keberatan  dengan istilah ‘penculikan’ melainkan ‘penangkapan’ biasa. Mereka juga keberatan istilah ‘pemecatan’ terhadap Prabowo melainkan ‘diberhentikan dengan hormat’.
Kasus ini juga muncul dalam debat Capres-Cawapres putaran pertama  yang dipertanyakan oleh Jusuf Kalla. Prabowo menjawab, “Sebagai tentara kami punya tugas menjaga dan melindungi rakyat dari ancaman kelompok radikal. Soal kinerja biar atasan kami yang menilai.” Jawaban Prabowo mengesankan seolah-olah ia hanya menjalankan tugas, sesuai perintah atasan. Jenderal (Pur) Wiranto yang saat pemberhentian Prabowo adalah Pangab memberi penjelasan keadaan yang sebenarnya terjadi. Ia mengatakan, “Prabowo telah melanggar hukum karena penculikan  dilakukan atas inisiatif pribadi. Prabowo juga telah mengabakan perintah Pangab .” Menurut Wiranto, ABRI tidak pernah memerintahkan penculikan aktivis. ABRI selalu mengedepankan  persuasi, dialog serta menghindari kekerasan.
Rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira itu, ditindaklanjuti Menhankam /Pangab Jenderal Wiranto dengan membuat surat berisi  usul pemberhentian  Prabowo. Presiden BJ Habibie menindaklanjutinya pula dengan menerbitkan SK  Pres. No.62/ABRI/1998 tertanggal 20 November 1998 yang isinya memberhentikan Prabowo dari dinas militer.
Prabowo sendir dalam wawancara Tempo tanggal 3 November 2013i mengakui peristiwa penculikan aktivis itu dengan mengatakan, “hanya melaksanakan tugas atas sesuatu yang dianggap benar waktu itu, dianggap salah setelah pergantian rezim.” Adapun para aktivis yang diculiknya itu, sekarang baik-baik saja. “Orang yang dahulu saya culik malah dating ke saya untuk berterimakasih. Malah memperjuangkan saya jadi presiden. Sebagian bergabung dengan Gerindra dan menjadi anggota DPR.”
Prabowo telah diberhentikan dari dinas militer atas kesalahannya menculik sejumlah aktivis. Pertanyaannya, apa ia telah melakukan pelanggaran HAM? Inilah yang belum terjawab karena Prabowo tidak pernah diadili. Pertanyaan lain yang tidak terjawab: siapa bertanggungjawab atas hilangnya 13 aktivis pada Pebruari sampai Mei  1998?

Senin, 16 Juni 2014

Debat Capres Putaran Dua



Debat Capres putaran dua, tanpa disertai Cawapres, berlangsung Minggu malam 15 Juni 2014 di Jakarta, mengusung thema ‘Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial’. Dipandu Guru Besar Universitas Brawijaya, Malang, Ahmad Erani Yustika, kedua Capres tampak berusaha meyakinkan  penonton/hadirin bahwa mereka sungguh-sungguh ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat  melalui pembangunan ekonomi. Jokowi lebih menyoroti usaha megubah sistem, memperbaiki kemasan dan memperbanyak pembangunan infrastruktur yang langsung berhubungan dengan kepentingan rakyat kecil. Sedangkan Prabowo bicara soal mengatasi  kebocoran anggaran,  menyetop mengalirya keuntungan kepada pihak asing dan juga bicara soal sikap Indonesia ke depan sehubungan kesepakatan terbentuknya Masyarakat ASEAN tahun depan.
Dalam sesi tanya jawab langsung antara kedua Capres, terjadi perbedaan pandangan namun juga kesepakatan, Soal bantuan 1 milyar rupiah untuk tiap desa menurut Jokowi bukan gagasan asli Prabowo, melainkan bersumber dari UU Desa. Sedangkan menurut Prabowo, UU Desa itu muncul setelah Prabowo menyatakan pentingnya bantuan 1 milyar  untuk tiap desa. Kedua Capres sepakat dalam soal ekonomi kreatif yang dinilai potensial dalam pembangunan ekonomi nasional.
Sama halya ketika debat soal demokrasi, kedua Capres tidak mempersoalkn model ekonomi  Indonesia sekarang ini. Selama ini banyak yang menilai pemerintah menganut ‘ekonomi neo liberal’ sehingga mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara ‘pertumbuhan’ dan ‘pemerataan’. Seharusnya hal ini menjadi pokok bahasan, untuk membuktikan bahwa kesenjangan antara ‘pertumbuhan’ dan ‘pemerataan’ terjadi karena menerapkan ‘ekonomi neo liberal’. Kedua Capres juga tidak menjelaskan model ekonomi yang akan dilaksanakan dalam usaha ‘perubahan’ di bidang ekoomi.
Kesimpulannya, kedua Capres hanya akan melakukan perbaikan di sana sini dari apa yang telah dlakukan pemerintah sekarang, bukan ‘merombak’  keseluruhan sistem  yang   sudah ada. Bukan pula mengubah model ‘ekonomi neo liberal’ menjadi ‘ekonomi kerakyatan’.  Apapun juga namanya, yang penting adalah kesejahteraan rakyat harus dapat ditingkatkan melalui pembangunan ekonomi.  Penghasilan masyarakat harus sesuai dengan keperluan hidup sehari-hari. Jangan lagi terjadi, penghasilan satu bulan hanya cukup untuk memenuhi keperluan sepuuh hari.