Kamis, 17 Juli 2014

Menghentikan Israel Dengan Membantu Pejuang-pejuang Palestina




Gempuran Israel terhadap Gaza dengan roket dan pesawat-pesawat tempur yang sudah berlangsung 10 hari mengakibatkan lebih 200 penduduk sipil tewas, ratusan rumah dan fasilitas umum hancur serta ribuan penduduk mengungsi. Seperti  yang tampak  di TV rakyat Palestina sangat sengsara, mendapat gempuran sepanjang hari baik waktu sahur mau pun buka puasa.Kaum Yahudi akan terus menggempur Gaza untuk waktu tidak terbatas. Pejuang-pejuang  Palestina memang melawan dengan menembakkan ratusan roket ke Israel, tapi hasilnya minim. Hanya seorang tentara Israel yang tewas.
Palestina sudah meminta perlindungan inernasional, tapi apalah daya. PBB  hanya mampu membuat seruan dan resolusi yang klasik: agar pihak-pihak bertikai menghentikan kekerasan dan kembali berunding. Organisasi dunia itu tidak punya kekuatan untuk memaksa dan menghukum pihak bertikai yang melanggar resolusi PBB. Ingat saja resolusi PBB tahun 1967 yang meminta Israel  megembalikan wilayah Palestina yang didudukinya dalam perang tahun itu. Tidak diindahkan oleh Israel. PBB pun tidak menjatuhkan sanksi atas pembangkangan Israel itu.  Apa pun juga yag akan dilakukan PBB akan sia-sia belaka. Apalagi PM Netanyahu dengan congkaknya menyatakan, “Tidak ada tekanan internasional yang akan mencegah kami bertindak dengan segala kekuatan.”
Sengketa Palestina-Israel sebetulnya bukanlah antara penguasa Yahudi dan rakyat Palestina, melainkan antara Yahudi dengan Islam. Sebab Yahudi menduduki tempat suci ummat Islam yaitu Masjidil Aqsa. Ummat Islam tidak bebas menggunakan mesjid tersebut tanpa izin penguasa Yahudi. Untuk membebaskan Masjidil Aqsa dari kekuasaan Yahudi, rakyat Palestina harus dibantu oleh masyarakat Islam sedunia. Dan bantuan yang diperlukan Palestina selain bantuan kemanusiaan adalah memperkuat pejuang-pejuangnya sehingga mampu mengimbangi militer Israel.  Mereka memerlukan pensehat-penasehat militer yang mampu menyusun strategi perang yang lebih jitu ketimbang menembakkan roket-roket yang tidak mencapai  dan melumpuhkan kekuatan militer Israel. Dalam hal inilah negara-negara Islam dapat menyumbang dengan melatih pejuang-pejuang Palestna memliki kemampuan tempur yang dapat diandalkan. Kalau cuma seruan-seruan dan resolusi-resolusi akan sia-sia belaka. Israel  menduduki tanah Palestina dengan cara perang. Harus diambil lagi dengan cara yang sama pula.

Rabu, 16 Juli 2014

Pemanggilan RRI Oleh Komisi I DPR Dinilai Keliru




Rencana pemanggilan RRI oleh Komisi I DPR sehubungan hasil  hitung cepat –HC-pilpres 2014 dilakukan lembaga penyiaran publik itu, menuai kritik pelbagai kalangan yang menilainya keliru. Ray Rangkuti dari Lingkar Madani mengatakan, hasil HC RRI tidak bisa dikatakan tidak netral dan syah sejauh metodologi dan riset dlakukan transparan dan bertanggungjawab. Mahfud menilai keliru langkah DPR memanggil RRI. “Terlalu dipaksakan menghubungkan netralitas RRI dengan hasl HC. Seorang pengamat menilai pemanggilan sehubugan HC, merupakan intervensi terhadap pekerjaan RRI. Sedangkan komunitas internet menentang pemanggilan RRI sambil melancarkan gerakan ‘save RRI’. Mengapa terjadi gerakan seperti itu, konon  ada isu yang menyebutkan RRI akan dibubarkan gara-gara masalah HC.
Alasan pemanggilan, menurut Ketua Komisi I DPR, Mahfud Siddiq, karena RRI menayangkan  hasil  HC di sejumlah lembaga penyiaran. “RRI bukanlah lembaga survey resmi dan sebagai lembaga penyiaran publik harus menjaga netralitasnya,” ujar Mahfud.
Lain lagi anggota Komisi I DPR,Max Sopacua, yang menilai pemanggilan RRI sebagai wajar. “RRI selama ini menggunakan  APBN untuk siaran, bilangnya uang nggak cukup, kok bisa melakukan survey. Dari mana anggarannya?” Petinggi Partai Demokrat yang dulu konco pelangkin para reporter olah raga RRI berpendapat, “Sumber pendanaan lebih penting untuk diketahui, daripada soal memihak atau tidak memihak.” Dua anggota Komisi I DPR punya keterangan berbeda. Yang satu soal anggaran dan yang satu lagi soal netralitas g menjadi alasan pemanggilan RRI oleh DPR.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin membantah rencana memanggil RRI. “Memanggil seseorang atau lembaga ke DPR, harus dengan persetujuan semua fraksi di Komisi I,” tegas TB Hasanuddin. Jadi, belum ada kepastian. Boleh jadi hanya keinginan segelintir anggota Komisi I yang mungkin merasa dirugikan dengan hasil HC pilpres 2014 yang dilakukan RRI.Hasil HC itu: Jokowi-JK unggul 52,71% terhadap Prabowo-Hatta 47,29%.
Beberapa anggota Komisi I yang berhasrat untuk mempersoalkan kegiatan RRI dalam HC pilpres 2014 seharusnya berfikir secara objektif, meletakkan segala sesuatu pada tempatnya sehingga mendapat simpati dan dukungan masyarakat luas.

Minggu, 06 Juli 2014

Debat Capres Putaran Terakhir




Debat capres putaran terakhir berlangsung di Jakarta pada Sabtu malam, 5 Juli 2014, dipandu oleh Prof. Sudharto Hadi, Rektor UNDIP Semarang. Thema yang diperdebatkan adalah ‘Pangan, Energi dan Lingkungan’. Kedua capres sepakat, untuk meningkatkan produksi pangan penting memperbaiki pupuk. Sementara itu Prabowo mensinyalir Indonesia kehilangan lahan pertanian 60 ribu ha per tahun. Sehingga sampai tahun depan, Indonesia memerlukan  tambahan lahan 730 ribu ha. Dalam hubungan ini, kalau menang nanti ia akan menambah lahan baru 2 juta ha.
“Apa bapak setuju kalau kita membuka lahan baru 2 juta ha?” Pertanyaan Prabowo itu dijawab Jokowi dengan mengatakan yang lebi h penting menyediakan air untuk lahan baru itu. Sebab sering terjadi, seperti  di Papua, ada lahan yang baru dibuka tidak bisa ditanami karena  tidak ada air. Menurut Prabowo, itu masalah teknis. Membuka sebuah lahan, tentu perlu disiapkan sumber airnya.
Menyangkut masalah energi, Prabowo mengatakan, ada pihak yang melakukan praktek mafia dalam penjualan gas, sehingga negara sangat  dirugikan. JK mempertanyakan ‘pihak’ yang dimaksud, sebab dalam pilpres 2014 hanya ada dua pihak. Prabowo menjelaskan, keterangannya itu bersifat umum yaitu terjadinya praktek-praktek yang merugikan negara, dilakukan oleh orang-orang tertentu. JK berkomentar, segala penyimpangan yang terjadi  sudah ditangani oleh KPK.
Seperti halnya dalam debat-debat sebelumnya, kedua capres cenderung meniadakan usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintahan SBY selama ini. Solah-olah pemerintah tidak berbuat apa-apa. Misalnya soal ekonomi kreatif, pemerintah dinilai tidak sungguh-sungguh menangani pengembangan bidang tersebut. Sayangnya, tidak didukung data tentang apa-apa saja yang belum dikerjakan pemerintah. Ini tercermin pula dalam debat putaran terakhir, ketika Jokowi menjawab pertanyaan pemandu tentang  pembangunan ketahanan pangan,agro bisnis kerakyatan, ekspor pertanian berbasis pengelolaan dan strategi menghadapi liberalisasi perdagangan. Ia mengatakan, “Pesoalannya yang belum ada adalah niat menyelesaikan masalah itu. Pakar kita banyak, semua ada, tanah subur dan petani banyak. Tinggal kemauan, ada niat atau tidak.”
Tidak ada dari kedua capres yang punya konsepsi  untuk mengganti sistem ekonomi ‘neo liberal’ yang dituduhkan kepada pemerintahan SBY. Yang ada hanyalah penajaman-penajaman dari semua program pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini.

Kamis, 03 Juli 2014

Deklerasi Negara Islam




Kelompok garis keras Sunni yang selama ini menyebut dirinya Negara Islam Irak -Suriah –ISIS- hari Minggu, 29 Jun 2014 mendeklerasikan berdirinya negara Islam dengan sistem khilafah, seperti dimasa pemerintahan dipegang oleh para sahabat nabi Muhammad SAW. Wilayah kekhilafahan baru tersebut membentang  dari provinsi Diyala di Irak sampai ke Aleppo di Suriah. Deklerasi itu juga menetapkan pemimpin ISIS, Ibrahim Ali al Badri al Samarrai atau lebih dikenal sebagai Abu Bakr al Bagdadi menjadi Khalifah atau pemimpin ummat Islam sedunia. Negara Islam baru ini tidak mencantumkan nama Irak atau Suriah atau keduanya, melainkan Negara Islam saja. Gagasannya, Negara Islam akan meliputi seluruh kawasan dunia yang penduduknya beragama Islam. Ini tercantum dalam deklerasi yang menyatakan bahwa: “Legalitas semua emirat, kelompok, negara dan organisasi menjadi tidak syah dengan adanya ekspansi otoritas khilafah ini dan kedatangan pasukannya ke daerah mereka.”
Jelas, deklerasi Negara Islam, adalah upaya membangkitkan kembali kejayaan Islam dimasa silam yang berakhir dibawah kekuasaan Kesultanan Usmaniah. Dan jelas pula perluasan wilayah kekuasaan Negara Islam dilakukan dengan cara perang.
Cita-cita Negara Islam ini sulit diwujudkan dalam suasana sekarang, mengingat semua negara yang berpenduduk Islam atau yang menjadikan Islam sebagai dasar negara, adalah negara-negara berdaulat. Jika suatu ketika nanti Negara Islam mengirim pasukan, tentu akan mendapat perlawanan. Entahlah kalau pasukan Negara Islam itu sangat kuat, tidak tertandingi oeh negara yang akan ditaklukkan. Bisa juga terjadi, negara-negara Islam yang ada sekarang dengan sukarela menyatakan diri berada dibawah kekuasaan Negara Islam. Sebegitu jauh belum ada reaksi negara-negara Islam seperti Turki, Iran, Saudi Arabia dan Pakistan.
Dalam pada itu usai deklerasi Negara Islam, pasukan pemerintah Irak  menyerang milisi Sunni untuk merebut kembali kota-kota yang jatuh ke tangan pejuang Islam itu. Belum lagi di Suriah, tentu pemerintah Basar al Assad tidak akan tinggal diam. Pasukan pendukung Negara Islam menghadapi dua kekuatan sekaligus, masing-masing pasukan pemerintah Irak dan pasukan pemerintah Suriah. Para pendukung Abu Bakr al Bagdadi harus mampu mempertahankan kekuasaannya di tempanya sekarang sebelum menaklukkan negara-negara Islam yang sudah ada.

Rabu, 02 Juli 2014

Renegosiasi Harga Gas Tangguh Berhasil



Renegosiasi harga gas Tangguh antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan minyak Cina –CNOOC- sepakat memberlakukan tarif baru disesuaikan harga minyak dunia. Menteri ESDM Jero Wacik menyebutkan, haga yang dul u US$2,7 per mmbtu mulai 1 Juli 2014 menjadi US$8 per mmbtu. Dengan begitu pendapatan negara dari penjualan gas alam meningkat hingga US$20 milyar sampai 2034. Tiap tahunnya penerimaan negara mencapai 12,5 trilyun rupiah, empat kali lipat dari penerimaan dengan harga lama. Selain dengan Cina, renegosiasi harga gas juga akan dilakukan dengan Korea Selatan. Proses renegosiasi itu sendiri belangsung satu setengah tahun. Kontrak penjualan gas alam asal Papua barat itu untuk Cina terjadi semasa pemerintahan Megawati Sukarnoputri. Dalam kontrak memang ada fasal yang menyebutkan harga baru akan diatur lagi sesuai perkembangan harga minyak dunia. Itulah yang dilakukan pemerintahan SBY sejak satu setengah tahun lalu yang baru saja membuahkan hasil.
Menarik untuk dicatat pendapat beberapa tokoh yang mengecam pemerintah karena menjual ‘hasil kekayaan isi bumi Indonesia’ terlalu murah kepada pihak asing. Mereka kurang mempelajari seluk beluk kontrak penjualan hasil bumi Indonesia kepada pihak asing untuk jangka waktu lama. Kontrak gas Tangguh misalnya, berlaku sampai 2034.
Kritik terhadap kebijakan pemerintah di berbagai bidang, tentu syah-syah saja.Namun kritik itu harus berdasar data dan fakta yang benar. Jangan mengada-ada. Tidak masalah kalau kritik itu berasal dari orang awam di pinggir jalan. Bunyinya bisa beragam dan lucu-lucu. Pendapat orang awam itu akan berlalu begitu saja. Tidak ada pengaruh. Berbeda kalau suatu pendapat  berasal dari seorang tokoh, bisa berpengaruh karena dianggap benar.
Mari simak dua pernyataan yang dilontarkan dua orang tokoh yang berbeda. Yang pertama menyatakan bahwa aset-aset negara dikuasai oleh bangsa asing. Yang mana? Tambang emas di Papua? Bukankah itu dlakukan atas dasar kerjasama penanaman modal yang saling menguntungkan? Kalau ternyata Indonesia rugi,inilah yang harus direnegoisasi seperti  halnya gas Tangguh. Pendapat kedua tentang kemungkinan menggunakan ‘drone’ (pesawat tanpa awak) untuk melacak tempat-tempat pencurian ikan di laut Indonesia. Padahal pesawat itu oleh negara pembuatnya sendiri digunakan untuk keperluan perang.
Kesimpulannya, kita memerlukan tokoh dan pemimpin yang mengerti betul apa yang diucapkannya.