Rabu, 26 Agustus 2015

Kritik Amin Rais




Tokoh reformasi, Amin Rais, Minggu 23 Agustus 2015, mengeritik pemerintah dengan mengatakan ekonomi Indonesia dalam kritis. “PHK terjadi di mana-mana. rupiah terus merosot,” kata Amin. Ia juga menilai sedang terjadi disintegrasi bangsa. Lantas menganjurkan untuk menyelenggarakan 'musyawarah nasional' melibatkan lembaga-lembaga tinggi negara, TNI/Polri dan partai-partai politik baik yang berada di dalam maupun di luar pemerintahan.
Seandainya gagasan Amin Rais itu dilaksanakan, orang belum tahu seperti apa bentuk pertemuan itu, bagaimana cara mengambil keputusan dan apakah itu tidak menyalahi konstitusi. Dengan gagasan 'musyawarah nasional' itu seolah-olah pemerintah bersama DPR yang di dalamnya terdapat partai-partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat, sudah tidak berdaya lagi. Ini mengingatkan kita kepada sikap sejumlah tokoh di zaman pemerintahan SBY yang bergabung dalam 'Dewan Penyelamat Bangsa'. Tidak jelas konsep yang diusung dan tidak jelas pula 'peta jalan' untuk menyelamatkan bangsa itu.
Bahwa ekonomi Indonesia sedang bermasalah, rakyat juga tahu. Ini ditandai dengan melambungnya harga-harga kebutuhan pokok. Pemerintah juga menyadari dengan mencoba memperbaikinya. Antara lain dengan merombak kabinet, menempatkan tokoh-tokoh yang lebih pas di bidang ekonomi. Hasilnya belum tampak, karena pekerjaan mereka masih di dalam proses.
Di dalam sistem parlementer, keadaan sekarang membuka peluang bagi partai-partai yang berada di luar pemerintahan mengajukan 'mosi tidak percaya'. Dengan 'mosi tidak percaya' itu pemerintahpun mudah dijatuhkan, diganti pemerintah yang baru. Tapi kita tidak menganut sistem parlementer yang berarti pemerintah tidak bisa dijatuhkan oleh DPR.
Jadi, gimana dong?
Berilah kesempatan pemerintah memperbaiki keadaan. Kalau ada tokoh yang merasa punya 'jurus sakti' ungkapkanlah itu secara jelas, masuk akal dan mudah dilaksanakan Jangan cuma pandai mengeritik tapi tidak memberikan solusi. Contohlah Bung Hatta yang mengeritik tindakan-tindakan Bung Karno lewat serangkaian tulisan di media. Selain kritik juga ditunjukkan di mana letak kesalahan.
Yang diperlukan sekarang adalah seorang ekonom sekelas Sumitro yang memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia yang ditinggalkan orla. Apakah yang memimpin team ekonomi pemerintah sekarang ini sudah sekelas Sumitro? Itulah masalahnya!

Sabtu, 22 Agustus 2015

Salam Merdeka Itupun Lenyap Dari Udara



Radio Republik Indonesia -RRI- adalah satu-satunya stasiun radio di Indonesia yang mengucapkan salam 'merdeka' setiap membuka siarannya. Diiringi Mars Jakarta, penyiar menyapa pendengar dengan mengucapkan kata-kata selamat pagi/siang/sore, selamat bertemu kembali dengan RRI Stasiun setempat, menyebutkan hari/tanggal. Diakhiri kata-kata: selamat mendengarkan, merdeka! Musik mengeras pada bagian yang sudah ditentukan. Para penyiar dilatih untuk menyampaikan kata-kata yang diperlukan, sehingga kata 'merdeka' diucapkan pada bagian musik yang sama.
Salam 'merdeka' dalam pembukaan siaran RRI itu menarik perhatian Siaran Bahasa Inggeris Radio Nederland. Tahun 1982 mereka mengulas secara khusus kata-kata pembukaan RRI itu lengkap dengan contoh yang direkam langsung dari salah satu Stasiun RRI di Indonesia.
Sayang sekali, salam 'merdeka' itu lenyap dari udara ketika RRI tampil dengan siaran 24 jam pada 1984. Dengan siaran 24 jam berarti tidak ada lagi pembukaan dan penutupan siaran. Tidak ada perintah resmi untuk meniadakan pembukaan siaran dengan salam 'merdeka' itu. Oleh karena itu beberapa Stasiun RRI Daerah yang punya dua programa, yang satu tidak 24 jam sehingga masih ada pembukaan dan penutupan siaran.
Supaya pembukaan dan penutupan siaran RRI yang khas sejak 11 September 1945 tetap mengudara, sebetulnya bisa diakali dengan tidak menjadikan semua programa 24 jam. Atau, bisa juga siaran terus menerus dengan memberi jedah antara pukul 0400 sampai pukul 0500.
Dalam pada itu ada baiknya siaran 24 jam dikaji ulang untuk menentukan stasiun-stasiun mana saja yang memerlukan. Dengan adanya stasiun-stasiun RRI yang tidak siaran 24 jam, membuka peluang untuk mengadakan lagi pembukaan yang khas dengan salam 'merdeka'.
Adapun salam 'merdeka' sendiri telah ikut mewarnai perjuangan bangsa ini ketika mempertahankan kemerdekaannya. Selain ketika berpidato, salam 'merdeka' juga diucapkan ketika dua orang bertemu . Dengan mengepalkan tinju, salam 'merdeka' diucapkan. Dibalas dengan salam yang sama. Ada juga yang membalasnya dengan ucapan 'tetap'. Dizaman orba Presiden Suharto meminta masyarakat untuk membalas salam 'merdeka' dengan 'ampera'. Lama-lama salam 'ampera' itu hilang sendiri.


Senin, 17 Agustus 2015

HUT Ke 70 RI


Pelbagai kegiatan diadakan untuk memperingati HUT ke 70 RI. Bagi rakyat kebanyakan HUT RI adalah saat menyatakan kegembiraan. Kegiatan-kegiatan seperti: lomba lari karung, makan kerupuk, panjat pinang dan lain-lain yang mengundang tawa, digelar di mana-mana. Rakyat tidak perduli keadaan mereka, apa sudah sejahtera atau belum. Mereka juga tak pandai menilai apa kemerdekaan RI sudah berhasil membawa rakyat sejahtera. Ada lagi kelompok pencinta alam yang mengibarkan bendera merah putih di dasar lautan dan di puncak gunung. Mereka menunjukkan kegembiraan dengan cara yang khas.
Kelompok lainnya adalah kaum cerdik pandai yang mengevaluasi keadaan. Ini juga terbagi lagi: yang sinis, pesimis, yang objektif dan optimis. Yang terakhir ini, objektif dan optimis perlu dihargai karena mereka bicara tanpa menyalah-nyalahkan pemerintah terdahulu maupun yang sekarang.Intinya, teruskan yang baik dan perbaiki yang belum. Dalam hubungan ini perlu disimak pendapat mantan Ketua MK, Mahfud MD bahwa Bung Karno telah berhasil menanamkan rasa persatuan rakyat di dalam NKRI. Suharto melanjutkan dengan melaksanakan pembangunan secara berkesinambungan dengan tetap memelihara keutuhan NKRI. Tentang memelihara dan mempertahankan NKRI itu, menurut Agum Gumelar, perlu soliditas TNI dan Polri Sedangkan pemerintahan-pemerintahan dizaman reformasi terus mengupayakan perbaikan demi perbaikan sesuai makna reformasi itu. Persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa ini sudah jelas, tidak perlu teori-teori baru, melainkan mencari solusi yang tepat. Salah satu contohnya adalah mengatasi gagal panen para petani dimusim kemarau.
Kegiatan yang perlu diacungkan jempol dalam memperingati HUT ke 70 RI adalah 'bedah
rumah' untuk para veteran, dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Empat puluh rumah veteran 'dibedah' menjadikannya layak huni. Tindakan Gubernur Jawa Tengah itu patut dicontoh oleh para kepala daerah lainnya. Memang memprihatinkan banyak veteran yang belum menikmati hasil kemerdekaan yang dulu mereka bela dengan jiwa dan raga.
Dalam pada itu perlu pula dipelajari mengapa Legiun Veteran, tidak punya program membangun rumah layak huni untuk para anggotanya. Negara perlu membantu dengan menyediakan segala fasilitas yang diperlukan.


Minggu, 16 Agustus 2015

Semangat Berdikari Didengungkan Lagi


Semangat Berdikari Didengungkan Lagi

Menjelang peringatan HUT RI ke 70 seorang tokoh partai mendengungkan lagi semangat berdikari yang dulu sering dianjurkan pemerintahan orla. Berdikari, singkatan dari 'berdiri di atas kaki sendiri' adalah hasrat untuk tidak tergantung kepada negara-negara lain. Indonesia negara yang kaya dengan kandungan isi bumi dan laut yang melimpah. Tinggal mengolah dan memanfaatkannya untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.Untuk mencapainya diperlukan kerja keras dan ketrampilan anak-anak bangsa. SDM benar-benar harus unggul disemua bidang kehidupan. Teknologi harus dikuasai, sehingga kita tidak perlu lagi tergantung kepada SDM dari luar negeri.
Nah, sudahkah itu semua tersedia?
Kenyataannya, kita masih memerlukan para investor untukmendanai pelbagai kegiatan pembangunan, khususnya infrastruktur. Untuk keperluan program bus way, kita harus membeli bus dari negara lain. Begitu juga untuk program kereta api super cepat, idem dito.Indonesia sudah mampu membuat kapal, tapi bukan kapal selam. Dibidang kedirgantaraan, pemerintahan orba sudah merintisnya dengan membuat pesawat terbang bekerjasama dengan Cassa, Spanyol. Tinggal melanjutkan usaha yang dirintis orba itu.
Di bidang militer? Inilah yang menyedihkan. Kita masih memakai pesawat hercules buatan tahun 60an. Di negara pembuatnya pesawat jenis tersebut sudah tidak dipakai lagi. Sering terjadi kecelakaan disebabkan 'cuaca buruk' atau 'kelalaian awak pesawat'. Negara tetangga menganggap enteng kemampuan Indonesia di bidang militer ini. Sering terjadi pelanggaran perbatasan. Dan kita cuma 'protes keras' lewat saluran diplomatik. Kalau di Rusia pesawat asing yang melakukan pelanggaran perbatasan, langsung ditembak jatuh. Urusan belakangan.
Ternyata tidak mudah mewujudkan hasrat untuk berdikari yang sudah didengungdengungkan sejak zaman orla. Kemajuan tentu ada. Murid-murid SMK di Surakarta sudah mampu membuat mobil buatan sendiri. Ramai menjadi perbincangan. Bahkan Walikota Surakarta waktu itu, Jokowi, sudah memakai mobil buatan anak-anak SMK sebagai mobil dinas. Sekarang, tidak tahu nasibnya.
Yang penting sekarang, melihat keadaan secara relistis dan mencari solusi yang realistis pula. Dalam keadaan para petani gagal panen karena kemarau panjang, sangat realistis mengimpor dari negara lain sebagai solusi jangka pendek. Program jangka panjangnya, menyediakan air yang cukup untuk para petani walaupun terjadi kemarau panjang. Ini memerlukan kemampuan menguasai teknologi.