Minggu, 27 September 2015

Pembakar Hutan Harus Dihukum Berat



Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan telah menghasilkan asap yang mengakibatkan pelbagai kerugian bagi masyarakat, baik dalam maupun luar negeri. Penerbaangan-penerbangan banyak yang dibatalkan karena jarak pandang di bawah 200 meter. Di sungai Kahayan dan sungai Kapuas, Kalimantan, kapal-kapal berhenti berlayar mengakibatkan kegiatan perdagangan terganggu. Belum lagi berjangkitnya penyakit infeksi saluran pernafasan -ISPA- yang kebanyakan menyerang anak-anak. Negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia ikut repot menghadapi asap yang datang dari Indonesia. Pemerintah Malaysia meliburkan anak-anak bersekolah untuk waktu yang belum diketahui. Pemerintah Singapura malah menuding Indonesia kurang sungguh-sungguh mengatasi kebakaran hutan. Ini membuat Wapres Jusuf Kalla meradang sambil berucap, “silahkan negara-negara tetangga datang melihat sendiri kedaan sebenarnya. Indonesia sudah berusaha sekuat tenaga memadamkan api, tapi kemarau yang panjang menjadi kendalanya.”
Pertanyaannya, apa ya kemarau panjang penyebab meluasnya kebakaran hutan sehingga sulit dipadamkan? Ini mungkin benar. Masalahnya apa kebakaran hutan itu terjadi sendirinya atau ada tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab? Sudah ada sejumlah perusahaan yang dinyatakan tersangka pembakar hutan. Mereka harus diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman berat. Dalam hubungan ini, pendapat seorang anggota DPR tentang UU Lingkungan Hidup tahun 2009 agar direvisi, patut didukung. Sebab dalam UU tersebut belum mencantumkan hukuman berat bagi pembakar hutan.
Upaya pemerintah mengatasi kebakaran hutan sekarang ini patut dihargai. Tapi yang lebih penting adalah upaya meniadakan kebakaran hutan itu sendiri. Mencegah pasti lebih baik daripada mengatasi kebakaran hutan yang sudah terjadi. Pembakar hutan harus dihukum berat, sehingga tidak ada lagi orang yang berani membakar hutan dengan sengaja.

Untuk mengatasi kebakaran hutan yang terus terjadi sekarang ini, sebaiknya Indonesia meminta bantuan negara-negara tetangga. Mereka perlu dilibatkan supaya mengetahui keadaan sesungguhnya. Jadi tidak lagi hanya mengeritik dan menyalahkan pemerintah Indonesia. Segala upaya harus dilakukan agar kebakaran hutan tidak terjadi lagi dimasa mendatang. Ini memerlukan kemauan politik, mengerahkan segala kemampuan untuk mencegah, bukan hanya repot ketika hutan sudah terbakar.

Sabtu, 26 September 2015

Sumbangan RRI Terhadap Kesusasteraan Indonesia



Radio Republik Indonesia -RRI- dalam hal ini Siaran Luar Negeri -SLN-, sejak lima tahun lalu menyelenggarakan siaran sastera Indonesia yaitu cerita pendek -cerpen-, merupakan karya orang-orang Indonesia yang berada di berbagai belahan dunia. Siaran yang digagas oleh Kabul Budiono ini, dulu tidak pernah terpikirkan, mengingat SLN menggunakan Gelombang Pendek -SW- sehingga kurang pas untuk menyelenggarakan acara seperti cerpen. Sejak digunakannya streaming line, pendengar-pendengar Indonesia di luar negeri dapat dengan mudah menangkap SLN. Siaran sekali seminggu, ternyata banyak peminatnya dan karya-karya cerpen berdatangan. Setelah penyaringan yang ketat dengan bantuan novelis Pipiet Senja, terpilihlah sejumlah cerpen untuk dibukukan. Sampai dengan Oktober 2014, sudah berhasil diterbitkan 3 buah buku kumpulan cerpen yang tiap bukunya berisi 20 cerpen.
Ini prestasi yang membanggakan karena tidak mudah menghimpun karya-karya berkualitas yang dibuat oleh orang-orang Indonesia diperantauan. Ternyata mereka tidak semata 'cari makan' di luar negeri, tapi juga punya bakat terpendam yaitu sebagai cerpenis.
Kegiatan membukukan karya-karya cerpen oleh SLN mengingatkan kita kepada Siaran Indonesia Radio Nederland, -SIRN- yang juga melakukan hal serupa. Bedanya, SIRN menjaring cerpenis dari Indonesia saja, tidak mengkhususkan diri pada karya-karya orang-orang Indonesia di perantauan.
Pertanyaannya, setelah SIRN lenyap dari udara, siapa lagi yang menyalurkan karya-karya cerpen dalam negeri?
Sampai dengan akhir tahun 70an, RRI Jakarta menyelenggarakan sejumlah acara sastera seperti: Panorama Sastera yang memperbincangkan karya sastera dunia, diasuh oleh Djamalul Abidin Ass dan Nizmah Zaglulsah. Pancaran Sastera memperbincangkan karya-karya puisi kiriman pendengar terbaru. Juga ada cerpen sekali seminggu mengetengahkan karya-karya pendengar RRI. Kedua acara yang terakhir ini diasuh oleh AP Burhan dan Syarifudin Asra. Pada akhir 70an itu, semua acara sastera tersebut 'bubar jalan' seiring dengan semakin mengecilnya honorarium siaran. Untuk karya-karya sastera yang datang dari pendengar, waktu itu RRI memberikan honorarium sesuai dengan standar yang diberikan media cetak seperti Kompas.

Yang perlu dicatat adalah RRI juga pernah melahirkan sastrawan-sastrawan kaliber nasional. Mereka adalah: Djamalul Abidin Ass, Sori Siregar dan Darius Umari.

Jumat, 25 September 2015

Tragedi Mina Terjadi Lagi


Setelah lebih 20 tahun tragedi di terowongan Mina yang menewaskan ratusan jemaah haji, pada Kamis, 24 September pagi waktu setempat, terjadi lagi tragedi yang menewaskan lebih dari 500 jemaah, 3 diantaranya dari Indonesia. Belum jelas penyebabnya, sementara ada kabar bahwa di jalur 204 menuju tempat melempar jumrah di Mina, tiba-tiba rombongan bagian depan berhenti. Rombongan yang berada di belakang terus mendesak, sehingga terjadi 'tabrakan' seperti tabrakan beruntun di musim salju di Eropa.
Jemaah yang meliwati jalur 204 memang dalam jumlah besar tapi tidaklah `membludak' di luar kapasitas jalan` Jemaah 'membludak' biasanya pada siang hari, saat yang dinilai 'afdol' untuk melempar jumrah. Jadi penyebab sebenarnya, rombongan depan yang berhenti tiba-tiba. Ada desas desus bahwa seorang keluarga raja melewati jalur tersebut dari bagian depan. Untuk memberi jalan kepada sang pangeran, pengawal menghentikan rombongan sehingga tidak disangka-sangka mengakibatkan tabrakan beruntun itu. Adapun tiga orang jemaah Indonesia yang ikut menjadi korban tidak diketahui penyebabnya karena jalur 204 bukanlah untuk jemaah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pemerintah Saudi Arabia harus mempelajari peristiwa maut itu, mencari solusi agar tidak terulang lagi dimasa depan. Apa tidak ada cara lain bagi keluarga raja yang ikut melempar jumrah selain dari menghentikan rombongan yang sedang berjalan.
Dalam penjelasan kepada media, tokoh-tokoh yang sudah kenal betul situasi Mina, cenderung menganggap bahwa peristiwa terjadi karena jemaah memaksakan diri untuk melempar jumrah pada waktu yang afdol, yaitu siang hari. Padahal, kenyataannya, peristiwa terjadi dipagi hari. Ada pula yang berpendapat, petugas keamanan sangat minim untuk memperlancar jalannya jemaah yang menuju tempat melempar jumrah. Berbagai jalan keluar memang perlu dirundingkan dengan pemerintah Saudi Arabia agar kecelakaan bisa dihindari.
Bagi jemaah Indonesia, tidak ada pilihan selain mengikuti petunjuk dari pembimbing masing-masing, jangan nylonong seperti dilakukan 3 jemaah yang tewas di jalur 204. Jangan tergoda dengan keharusan melempar jumrah pada waktu yang afdol karena itu sifatnya sunnah belaka.

Kamis, 24 September 2015

Mahkamah Kehormatan DPR Jangan Mandek



Mahkamah Kehormatan DPR yang menyelidiki pertemuan Pimpinan DPR, Setya Novanto dan Fadli Zon di New York dengan bakal calom presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump, awal bulan September 2015 mulai mendapat ganjalan. Pihak pimpinan DPR dan kesekjenannya mensyaratkan, Mahkamah Kehormatan harus mendapat izin dari pimpinan lembaga tersebut untuk melakukan penyelidikan seperti itu. Mudah ditebak, jika itu dilakukan, izin tidak akan diberikan dan kedudukan Mahkamah Kehormatan menjadi tidak independen lagi. Dalam hal ini perlu dilihat lagi UU yang mengaturnya, apa memang perlu ada izin seperti itu. Kalau tidak ada ketentuan itu, Mahkamah Kehormatan DPR jalan saja terus.
Pertemuan pimpinan DPR dengan Trump dalam kesempatan jumpa publik itu, dinilai melanggar etika oleh sejumlah anggota DPR lantas mengadukannya kepada Mahkamah Kehormatan untuk menyelidikinya. Pertemuan tersebut menunjukkan, pimpinan DPR seolah-olah mendukung salah satu pihak yang sedang bertarung memperebutkan kursi presiden AS. Padahal, sebagai tamu dari negara sahabat yang sedang berkunjung, kurang pas melakukan hal tersebut. Calon-calon dari Partai Republik dan Partai Demokrat, sama-sama sahabat Indonesia. Apalagi kesan dukungan tersebut diberikan oleh pimpinan DPR, seolah-olah rakyat Indonesia yang tidak tahu menahu, ikut mendukung Trump.
Pertemuan itu sendiri tidak masuk dalam agenda kunjungan sejumlah anggota DPR yang menghadiri Sidang Parlemen Internasional. Jadi merupakan inisiatif pribadi untuk mengisi waktu. Kalau para anggota DPR yang hadir di situ duduk diam-diam di belakang sekedar mengetahui suasana kegiatan kampanye bakal calon presiden AS, mungkin tidak menjadi masalah. Masalahnya, Setya Novanto dan Fadli Zon duduk di depan dan diperkenalkan secara resmi oleh Trump. Ia menyebut Setya Novanto sebagai 'orang besar' dari Indonesia. Tidak hanya memuji, Trump bertanya apa rakyat Indonesia menyukai dirinya? Dijawab Setya Novanto: ya!
Dalam UU No.17 Th 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD memang disebutkan adanya fungsi diplomasi anggota DPR. Ini perlu diperjelas, diplomasi seperti apa. Apa diplomasi itu dilakukan dalam rangkaian agenda kunjungan yang sudah diatur, atau boleh di luar itu.

Bagaimanapun, karena sudah dipersoalkan oleh anggota-anggota DPR sendiri dan MahkamahKehormatan juga sedang bekerja, masalah pertemuan pimpinan DPR dengan bakal calon presiden AS Donald Trump, harus dibuat terang benderang. Ke depan, para pejabat publik yang berkunjung ke luar negeri, diharapkan benar-benar bertugas sesuai fungsinya masing-masing.

Rabu, 23 September 2015

Terjadi Lagi Perbedaan Shalat Ied



Shalat Ied 10 Zulhijah di Indonesia berbeda lagi pelaksanaannya antara pemerintah dan Muhammadiyah. Padahal shalat Ied 1 Syawal 1436 H yang lalu, waktunya bersamaan. Belum lagi kelompok-kelompok lain seperti Naksabandiyah di Padang, shalat Ied lebih maju dua hari. Semuanya ditetapkan berdasar ilmu yang dimiliki kelompok masing-masing. Yang bingung adalah kalangan awam yang hanya mengikut apa kata pemimpin ormas yang mereka percayai.
Menarik untuk dicatat, ada kelompok masyarakat Islam yang selama ini mengikuti ormas tertentu, berbalik. Mereka melihat kenyataan yang terjadi di Mekkah. Karena wukuf dilakukan tanggal 23 September, mereka tidak shalat Ied pada tanggal tersebut melainkan keesokan harinya. Sebab pada saat wukuf, bukankah yang tidak berhaji disunahkan untuk berpuasa, bukan shalat Ied!
Jadi mereka tidak perduli hasil pengamatan bulan apa sudah kelihatan atau belum untuk menetapkan tanggal 10 Zulhijah. Mereka hanya melihat kenyataan dan berpendapat bahwa shalat Ied semestinya selesai pelaksanaan wukuf di Padang Arafah.
Ini memang memerlukan kajian lagi. Ketika Nabi Muhammad SAW memerintahkan melihat bulan untuk menentukan awal puasa, idul fitri dan idul adha, apa itu berlaku seluruh dunia? Atau hanya berlaku di Saudi Arabia, kemudian negara-negara lain tinggal menyesuaikan diri?
Pertanyaannya bisa diubah menjadi: apa negara-negara di luar Saudi Arabia bebas menyelenggarakan shalat tanpa perduli kapan wukuf di Arafah? Bagi yang shalat Ied 23 September jelas tidak perduli dengan keberadaan wukuf yang juga terjadi pada tanggal tersebut. Bagi yang shalat Ied 24 September, jelas bergantung kepada keberadaan wukuf di Arafah sehari sebelumnya.
Cukup banyak orang berpendapat, dalam menentukan permulaan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, sebaiknya berpedoman kepada Mekkah saja. Untuk apa repot-repot mengamati keadaan bulan di sejumlah titik di Indonesia. Biayanya besar juga. Selain itu, pemerintah dan Muhammadiyah tidak selalu sepakat, seperti terlihat pada penetapan awal 10 Zulhijah 1436H.

“Perbedaan adalah rahmat”, begitu kata orang bijak. Tapi untuk apa berbeda kalau hukum-hukumnya sudah jelas.

Heboh Bergabungnya PAN Dengan Pemerintah




Pernyataan bergabungnya PAN dengan pemerintah pada Rabu, 2 September 2015, sangat mengejutkan banyak kalangan. Alasan tindakan PAN itu menurut ketuanya, Zulkifli Hasan, untuk membantu mengatasi keadaan ekonomi Indonesia yang sedang sulit sekarang ini. Yang menarik, menurut Zulkifli Hasan kalau dulu PAN mendukung pemerintah, maka sekarang bergabung dengan pemerintah. Agak sulit membedakan antara 'mendukung' dengan 'bergabung'. Sebab logikanya, koalisi partai-partai yang berada di luar pemerintahan, seyogyanya 'berseberangan' dengan pemerintah. Dengan keadaan seperti itu, aneh juga kalau PAN yang menjadi kekuatan utama KMP, selama ini 'mendukung' pemerintah. Keadaan 'bergabung' lebih menegaskan bahwa PAN berada di dalam pemerintahan, tidak hanya sekedar 'mendukung' di DPR. Ringkasnya, PAN harus duduk dalam kabinet. Ini berarti akan ada lagi perombakan kabinet dimasa mendatang. Mengenai hal tersebut, Zulkifli Hasan mengatakan, “terserah kepada kebijakan presiden”. 

Pertanyaannya, jurus-jurus apa yang sudah dipersiapkan PAN untuk mengatasi keadaan ekonomi sekarang ini? Apa itu juga berarti team ekonomi pemerintah akan dinakhodai tokoh dari PAN?
Pindahnya PAN ke KIH membuktikan tidak ada koalisi partai yang permanen.Koalisi bisa saja bubar tergantung kepentingan tertentu. Menurut yang tersurat, kepentingan PAN bergabung dengan pemerintah adalah untuk membantu mengatasi kesulitan ekonomi sekarang. Sedangkan yang tersirat, wallahu a'lam.