Rabu, 18 November 2015

D Academy Asia Di Indosiar



Sebuah kontes nyanyi lagu-lagu dangdut diberi nama 'D Academy Asia' sedang diselenggarakan oleh TV Indosiar di Jakarta diikuti para peserta dari Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam dan Indonesia. Upaya Indosiar melebarkan sayap penyelenggaraan kontes lagu-lagu dangdut, patut diapresiasi. Paling tidak lebih mengakrabkan ke empat negara peserta melalui lagu-lagu dangdut. Jenis musik dangdut yang merupakan perpaduan unsur India dan Melayu modern, kenyataannya sudah diterima oleh masyarakat di tiga negara tetangga. Bahkan, walaupun bukan negeri Melayu, di Jepang juga ada masyarakat penggemar dangdut.
Penjurian dilakukan oleh 4 pakar berasal dari keempat negara peserta, langsung dari tempat mereka masing-masing. Selain itu ada sejumlah komentator dari keempat negara, langsung berhadapan dengan para peserta. Mereka mengomentari para peserta dari berbagai segi mulai teknik menyanyi sampai penguasaan panggung dan busana. Para komentator ini sebenarnya membina para peserta dengan menunjukkan kekurangan-kekurangan untuk diperbaiki pada babak-babak berikutnya.
Di lain pihak, para juri juga menjelaskan alasan memberi angka tertentu dengan menunjukkan kelebihan dan kekurangan para peserta. Jadi sebenarnya komentator bisa ditiadakan, cukuplah untuk kontes di negara masing-masing. Sebab tiap negara tentu sudah mengirimkan peserta terbaik dari berbagai seginya. Lagi pula tiap negara, seperti ditegaskan Hetty Kus Endang, punya ciri khas masing-masing. Beliau benar. Lagu Patah Hati yang sama dikenal di Indonesia maupun negara tetangga, berbeda cara menyanyikannya. Di Malaysia, syair yang berbunyi “...sayang.” dilagukan lebih panjang “sayaaang...” dan mendayu-dayu. Karena itu seorang yang menyanyikan sebuah lagu, panjang pendeknya tidak harus sama dengan penyanyi aslinya. Ini perlu kesepakatan para penggiat lagu-lagu dangdut. Dalam kontes pada Selasa malam, terdapat perbedaan pendapat antara komentator Indonesia dengan juri dari Malaysia. Sang komentator memuji peserta dari Brunai Darussalam yang membawakan lagu 'persis' seperti orang Indonesia. Sebaliknya juri dari Malaysia menyayangkannya.

Ke depan para penggiat dangdut di 4 negara sebaiknya menyepakati daftar lagu yang diperlombakan. Sesuai dengan asal muasal keberadaan dangdut, yaitu lagu Melayu modern yang dipadu dengan irama India, maka lagu-lagu Melayu asli dan India yang diubah syairnya, tidak dapat dimasukkan dalam barisan lagu-lagu dangdut.

Ketua DPR Mencatut Nama Presiden/Wakil Presiden



Belum jelas kesudahan tudingan melanggar kode etik terhadap Setya Novanto sehubungan pertemuannya dengan capres AS dari Partai Republik, Donald Trump, kini ketua DPR itu diadukan oleh Menteri SEDM Sudirman Said kepada MK DPR karena melakukan tindakan tidak terpuji. Ketua DPR diduga meminta saham 20% kepada PT Free Port untuk memperpanjang izin beroperasi di Indonesia. Saham 20% itu untuk Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla masing-masing 11 dan 9 persen. Menteri Sudirman Said mengadu dengan membawa barang bukti yang diperlukan berupa rekaman percakapan antara Setya Novanto dengan pihak PT Free Port yang membuktikan adanya permintaan saham sebagai imbalan memperpanjang izin operasi PT Free Port.
Yang menarik dalam kasus ini adalah untuk pertama kalnya seorang anggota kabinet mengadukan anggota DPR atas tuduhan melakukan tindakan tidak terpuji.
Setya Novanto sendiri membantah mencatut nama presiden dan wakilnya. Tapi tidak berkomentar tentang permintaan saham 20%. Wakil Ketua DPR, Fadli Zon membela tindakan Stya Novanto berhubungan dangan PT Free Port atas dasar tugas DPR untuk mengawasi pekerjaan pemerintah. Selain itu ia menegaskan anggota DPR berhak bertemu dengan siapa saja untuk menegetahui aspirasi rakyat.
Pertanyaannya, sejauh mana DPR boleh mengawasi pekerjaan pemerintah? Kan cukup dengan mengundang pemerintah dan pihak-pihak terkait ke DPR untuk membahas duduk perkara sebenarnya. Itu juga seyogyanya dilakukan oleh komisi terkait. Apa perlunya Ketua DPR sendiri yang bertemu dengan salah satu pihak (PT Free Port) lantas membuat kesepakatan?

Pengaduan Menteri Sudirman Said kepada MK DPR perlu ditindaklanjuti untuk mengetahui benar tidaknya tindakan seorang pejabat publik. Tuduhan melakukan tindakan tidak terpuji, bukan main-main. Harus dapat dibuktikan secara sah, agar tidak menjadi fitnah. MK DPR harus bersungguh-sungguh menangani masalah ini, jangan sampai mengambang. Kalau memang ada pihak yang keliru dalam tindakannya, harus diluruskan agar tidak terulang lagi di masa mendatang. Tugas legislatif dengan eksekutif harus jelas bedanya, jangan campur aduk. Dan kalau ada unsur pidana di dalamnya, penegak hukum harus bertindak.

Minggu, 15 November 2015

Paris Digoncang Bom dan Tembakan



Ledakan-ledakan bom dan tembakan beruntun yang terjadi di beberapa lokasi kota Paris pada Jum'at malam, 13 Nopember waktu setempat, telah menggemparkan dunia. Aksi teror itu menewaskan 150 orang. Rakyat Perancis berduka dan pemerintah memberlakukan Hari Berkabung Nasional selama tiga hari. Para pemimpin dunia, termasuk Presiden Joko Widodo, menyatakan belasungkawa. Sedangkan Presiden AS Barack Obama menegaskan akan bekerjasama dengan Perancis untuk menumpas para teroris. Belum ada yang menyatakan bertanggungjawab. Ada dugaan para pelaku adalah dari kelompok Islam radikal. Pasalnya, di Distrik 11 di Boulevard Voltaire, tempat berlangsungnya konser musik yang menampilkan grup Eagles of Death Metal dari AS, para penyerang masuk sambil menembak ke udara dan meneriakkan 'Allahu Akbar'.
Siapapun juga pelakunya, teror yang menewaskan banyak orang yang tidak tahu apa-apa, tentu bertentangan dengan peri kemanusiaan. Dan setiap yang bertentangan dengan peri kemanusiaan, harus dilawan. Apalagi kalau dibawa ke dalam ajaran Islam, kekerasan dan perang hanya boleh dilakukan untuk membela diri. Bukan untuk membunuh orang-orang yang tidak bersenjata.
Tujuan teror adalah untuk menimbulkan ketakutan, kepanikan dari pihak yang diteror. Ada pesan yang terkandung di dalamnya, agar pihak yang diserang mempertimbangkan langkah yang akan diambil dalam menyelesaikan konflik di kawasan tertentu. Boleh jadi di Suriah yang melibatkan negara-negara barat.
Masalahnya, mencari upaya untuk mencegah terjadinya teror. Dunia perlu bersatu mencari jalan terbaik, saling bertukar pengalaman. Pasukan khusus anti teror di tiap negara harus selalu meningkatkan kemampuan mereka, terutama di bidang intelijen. Sehingga kemungkinnan terjadinya suatu teror dapat dideteksi dini dan lebih mudah mengatasinya. Apa yang terjadi di Paris memperlihatkan longgarnya keamanan, sehingga orang mudah membawa senjata ke tempat keramaian dan bebas berkenderaan ke beberapa lokasi untuk melakukan aksi hampir serentak.
Sambil meningkatkan kemampuan mencegah terjadinya teror, perlu juga diketahui akar permasalahannya. Apa yang menyebabkan para teroris sakit hati sehingga melakukan tindakan yang tidak terpuji. Langkah paling penting adalah menangkap para teroris itu sendiri untuk dimintai keterangan.


Seperti Apa Demokrasi Pancasila


Seorang politikus negeri ini menilai bahwa demokrasi di Indonesia sekarang ini sudah 'super liberal', tidak sesuai lagi dengan dasar negara Pancasila. Itu sebab
nya sejak reformasi bergulir 17 tahun lalu, kesejahteraan rakyat tak kunjung tercapai. Seandainya Bung Karno masih hidup, begitu kata sang politikus, tentu beliau akan meminta kita kembali kepada Pancasila.
Mengaitkan demokrasi dengan Pancasila, menurut orang awam, adalah bentuk demokrasi yang pelaksanaannya sesuai dengan dasar negara itu. Jadi selama berpegang kepada UUD 45 dalam menyelenggarakan negara, maka demokrasi kita menurut orang awam, adalah Demokrasi Pancasila. Dalam pembukaan UUD 45 ditegaskan tentang kedudukan Pancasila itu, antara lain berbunyi, “...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu bentuk susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Masalahnya, UUD 45 sendiri sering tidak dipatuhi oleh para penyelenggara negara dimasa silam. Bung Karno sendiri sebagai penggali Pancasila, menurut Prof. Miriam Budiardjo, melakukan penyimpangan. Misalnya dalam tahun 1960 Ir. Sukarno sebagai presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum, padahal dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang berbuat demikian.. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang mengganti Dewan Perwakilan Rakyat pilihan ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah sedangkan fungsi kontrol ditiadakan. Lagipula pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dijadikan menteri dan dengan demikian ditekankan fungsi mereka sebagai pembantu presiden disamping fungsi sebagai wakil rakyat. Demikian Prof. Miriam Budiardjo.
Yang perlu diteliti sekarang, apa ada tindakan-tindakan pemerintah selama 17 tahun ini bertentangan dengan UUD 45. Kalau ada, harus dapat ditunjukkan contohnya. Seandainya ada yang dilanggar, mengapa kok DPR diam saja?

Untuk menilai apa demokrasi Indonesia saat ini masih sesuai dengan Pancasila memerlukan telaah yang melibatkan pakar-pakar hukum tata negara. Mereka harus sepakat menyimpulkannya, sehingga masyarakat tidak terombangambing oleh pendapat perseorangan.

Sabtu, 14 November 2015

Pengadilan Rakyat Internasional Di Den Haag



Sebuah pengadilan yang disebut 'Pengadilan Rakyat Internasional' digelar dI Den Haag Negeri Belanda pada 14 Nopember 2015 untuk mengadili pelanggaran HAM tahun 1965 di Indonesia. Pengadilan tersebut bukanlah pengadilan kriminal dan tidak memiliki mandat untuk memastikan keadilan sekaligus kompensasi bagi para korban. Namun keputusan yang dihasilkan diharapkan mendesak pemerintah bertanggungjawab kepada para korban, keluarganya dan mesyarakat Indonesia pada umumnya. Sejumlah saksi dari pihak korban didengarkan kesaksiannya tentang perlakuan tidak adil yang mereka alami dilakukan penguasa waktu itu. Pengadilan yang disebut Wapres Jusuf Kalla sebagai 'pengadilan semu' itu menarik karena mengungkap peristiwa yang terjadi 4 dekade yang lalu.Yang namanya pengadilan, seyogyanya memerlukan bukti-bukti terjadinya kejahatan. Kesaksian para korban saja, apa sudah dapat dijadikan barang bukti yang syah. Misalnya kematian pemimpin PKI, DN Aidit, di mana terjadinya dan apa penyebabnya. Dipihak lain, siapa yang bertanggungjawab atas tewasnya 6 jenderal dan 1 perwira TNI? Pengadilan, seharusnya memeriksa semua saksi dari para korban peristiwa tahun 1965 itu.
Peristiwa tahun 1965 adalah perebutan kekuasaan disponsori oleh PKI dengan memanfaatkan perwira AD, Letkol Untung. Ini adalah versi resmi yang dianut sampai sekarang. Dalam kejadian luar biasa seperti itu, di banyak negara dilakukan tindakan luar biasa untuk melemahkan pihak yang. terlibat. Di Mesir misalnya, ratusan pengikut Ikhwanul Muslimin dibunuh dan dipenjarakan. Presiden Mursi yang terpiliha secara demokratis disingkirkan dan tidak tahu nasibnya sekarang. Begitu juga tindakan luar biasa dilakukan AS dan konco-konconya di Afghanistan, Irak dan Libya. Mereka menggempur negara-negara berkembang itu dengan cara keroyokan untuk menggulingkan pemerintah yang sedang berkuasa. AS dan konco-konconya melakukan pelanggaran HAM karena menyerang negara lain dengan semena-mena. Pengadilan Rakyat Internasional seharusnya juga mengadili para pelaku penyerangan terhadap negara-negara tersebut.
Wapres Jusuf Kalla benar, bahwa hasil Pengadilan Rakyat Internasional di Den Haag tidak perlu ditanggapi. Walaupun begitu, pemerintah juga harus mengoreksi tindakan-tindakan kurang pas yang dilakukan rezim orba terhadap para anggota PKI dan keluarganya. Hak-hak mereka harus dipulihkan, sama seperti WNI lainnya.




Rabu, 11 November 2015

Bung Hatta Anti Corruption Arad



Bung Hatta Anti Corruption Award atau Piagam Anti Korupsi Bung Hatta tahun 2015 diberikan kepada dua pribadi masing-masing Walikota Surabaya 2010-2015 Tri Rismaharini dan Bupati Batang, Yoyok Riyo Sudibyo. Rismaharini dinilai berhasil menjalankan pemerintahan kota yang bersih tanpa korupsi. Sejak 2002, sebagai Kabag Bina Program Pembangunan Pemkot Surabaya melakukan lelang pengadaan barang elektronik agar proses lelang berjalan transparan tanpa korupsi. Sistem elektronik yang diterapkan kemudian di seluruh sektor pemerintahan membuat kontrol pengeluaran dinas-dinas menjadi lebih mudah mencegah praktek korupsi dan menghemat 600 sampai 800 milyar per tahun. Sebagai walikota, ia sering turun ke lapangan memeriksa segala sesuatunya apa sudah berjalan dengan baik atau belum.
Sedangkan Yoyok yang mantan tentara, sejak menjabat bupati pada 2012 membuat kebijakan-kebijakan:
1. Surat pernyataan tidak meminta proyek dengan mengatasnamakan pribadi, keluarga dan kelompok.
2. Pakta Integritas Pelaksanaan Kegiatan SKPD dalam pencegahan dan pemberantasan KKN`
3. Festival Anggaran, agar seluruh perencanaan anggaran dipamerkan kepada masyarakat secara transparan. Yoyok menggandeng Transparency Internasional Indonesia, ICW dan KPK guna mendorong pemerintahan yang bersih. Ia meminta seluruh jajaran birokrasi menandatangani Pakta Integritas tidak korupsi.
Kebijakan-kebijakan Bupati Yoyok menjadikan Batang daerah pertama di Jawa Tengah dalam pencanangan zona integritas bebas korupsi` Anggaran dapat dihemat 5-6 milyar rupiah, pendapatan derah meningkat 14,4 milyar, efisiensi belanja pegawai 42,4 milyar rupiah.

Piagam Anti Korupsi Bung Hatta yang diterima Risma dan Yoyok tidak saja mendorong mereka untuk meningkatkan kinerja, tapi juga menjadi teladan bagi pejabat-pejabat lain untuk melakukan hal sama. Para pejabat-pejabat publik baik di pusat maupun daerah harus mampu membuktikan bahwa mereka tidak korupsi. Masyarakat harus mendapat kesempatan mengetahui bagaimana anggaran digunakan, apa sudah sesuai atau belum. Selain itu para pejabat publik harus menunjukkan gaya hidup sederhana, sesuai dengan penghasilan resmi yang mereka terima. Masa, dulu ada bupati yang lebih banyak berada di Jakarta ketimbang di daerahnya sendiri. Atau ada walikota yang membuat rumah dinas yang ada kolam renangnya. Ini tentu tidak sesuai dengan semangat anti korupsi.

Minggu, 08 November 2015

Untuk Apa Istilah Asing Itu



Salah satu butir Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 berbunyi: Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Kata 'menjunjung' berarti memuliakan dan mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sesuai dengan aturannya. Akhir-akhir ini banyak orang yang menggunakan bahasa Indonesia menyimpang dari aturan yang ada. Kata 'pertandingan' diganti dengan 'laga'. Begitu juga 'berkendaraan' diganti dengan 'berkendara'.Banyak lagi kata-kata lain yang penggunaannya sudah menyimpang dari yang seharusnya.
Yang lebih disayangkan kecendrungan banyak kalangan menyelipkan kata-kata bahasa Inggeris dalam percakapan, wawancara dan memberikan keterangan. Ini mengingatkan kita pada awal-awal Indonesia merdeka, banyak kaum cerdik pandai menyelipkan kata-kata bahasa Belanda. Tujuannya tidak lain untuk menunjukkan dirinya orang terpelajar. Ment alitas seperti itu muncul lagi dalam bentuk menyelipkan kata-kata bahasa Inggeris. Seorang pembawa acara kuliah Subuh sebuah stasiun TV dengan bangga mengatakan, “Kita harus mengexplore, makna surah yang dibacakan tadi.” Padahal ada kata dalam bahasa Indonesianya yaitu 'menggali'. Seorang budayawan mengingatkan, bahwa kita harus 'aware' untuk tetap memelihara kebudayaan kita. Padahal dengan menggunakan kata “sadar' tidak akan mengurangi makna pesan yang disampaikan.
Tentu saja boleh menggunakan istilah asing kalau memang belum ada bahasa Indonesianya. Istilah-istilah asing masih banyak ditemukan dalam membicarakan masalah teknik, kedokteran dan hukum.
Kesimpulannya, selagi masih ada bahasa Indonesianya, gunkanlah itu. Jangan menggunakan istilah asing, hanya untuk menyuruh orang menganggap diri kita pandai dan terpelajar. Contohlah Bung Hatta yang sangat fasih berbahasa Belanda. Tetapi ketika berbahasa Indonesia, ia sepenuhnya menggunakan kata-kata Indonesia. Kecuali terpaksa, karena belum ada bahasa Indonesianya.

Kesadaran untuk kembali menggunakan bahasa Indonesia, khususnya istilah perlu dimiliki oleh pejabat-pejabat publik, penyelenggara-penyelenggaran siaran radio dan TV. Judul-judul acara sebaiknya dalam bahasa Indonesia. Kalau belum ada, carikan istilah Indonesianya. Misalnya, 'Melawak Sendiri Sambil Berdiri' untuk pengganti 'Stand Up Comedy'. Untuk lebih tepatnya kan bisa berkonsultasi dengan Pusat Pengembangan Bahasa. Kalau memang menjunjung bahasa persatuan, gunakanlah sepenuhnya, jangan dicampuraduk dengan istilah asing.