Kamis, 28 April 2016

Pertemuan Presiden Jokowi Dengan Para Menlu dan Panglima Malaysia Dan Philipina



Presiden Jokowi menurut rencana akan bertemu dengan para menlu dan panglima militer Malaysia dan Philipina pada awal Mei 2016 untuk membicarakan cara-cara mengatasi perompakan di laut perbatasan ketiga negara. Belakangan ini kegiatan para perompak semakin meningkat dengan tujuan utama meminta uang tebusan yang tidak sedikit. Gagal mendapat uang tebusan, para perompak membunuh sandera. Ini tidak bisa dibiarkan. Ketiga negara perlu bekerjasama mengatasinya. Salah satu gagasan yang mengemuka adalah mengadakan patroli bersama di laut yang rawan perompakan, khususnya di sekitar kepulauan Sulu. Dalam hubungan ini kapal-kapal patroli ketiga negara hendaknya bebas memasuki wilayah perairan tempat para perompak melarikan diri. Sebab kalau hanya sampai perbatasan laut negaranya sendiri, perompak sempat lolos sedangkan kapal patroli dari negara tempat laut berada masih jauh. Namanya kerjasama, seyogyanya kapal-kapal patroli Indonesia dibenarkan masuk laut Malaysia dan Philipina, begitu juga sebaliknya.
Yang paling penting sekarang adalan usaha membebaskan para sandera WNI yang ditawan kelompok Abu Sayyaf di wilayah Philipina. Pemerintah Philipina tampak bekerja keras menggempur para perompak, namun belum berhasil. Mestinya, pemerintah Philipina berfikir realistis dengan meminta bantuan militer Indonesia. Komando pembebasan tetap dipegang oleh militer Philipina, sedangkan militer Indonesia hanya sebagai pendukung. Ini juga berlaku sebaliknya, jika ada warga negara Philipina atau Malaysia yang disandera perompak di wilyah laut Indonesia.

Dalam pertemuan antara Presiden Jokowi dan para menlu dan panglima militer Malaysia dan Philipina nanti semoga membuka hati dan fikiran untuk melakukan kerjasama yang realistis dan praktis. Walaupun, masing-masing negara punya konstitusi yang tidak mengizinkan militer asing beroperasi di dalam negeri sendiri.

Senin, 18 April 2016

Heboh Pembelian Lahan RS Sumber Waras



Pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras oleh Pemda DKI Jakarta menjadi heboh gara-gara adanya hasil audit BPK yang menyatakan negara dirugikan 191 milyar rupiah. Pihak-pihak terkait memberikan penjelasan kepada masyarakat dengan sudut pandang yang berbeda. BPK menyatakan audit sudah dilakukan secara professional, sedangkan Gubernur DKI, Ahok, bersikeras tidak ada pelanggaran dalam proses jual beli tersebut. Dirut RS Sumber Waras, Abraham Tejanegara, mendukung keterangan Gubernur Ahok dan menegaskan tidak ada kerugian negara dalam jual beli tersebut.
Masalah ini menarik perhatian DPR dengan terus menyelidikinya. Dalam hal ini Komisi III DPR menjadwalkan kunjungan ke  BPK pada Selasa 19 April 2016. Untuk maksud yang sama, Waka DPR Fadli Zon merasa perlu mendatangi RS Sumber Waras pada 18 April 2016.
Komisi Pemberantasan Korupsi –KPK-, juga ikut bergerak untuk menyelidiki ada tidaknya korupsi dalam jual beli sebagian lahan RS Sumber Waras itu. Untuk itu KPK sudah meminta keterangan Gubernur Ahok dalam proses tanya jawab selama 12 jam.
Masalahnya menarik karena masing-masing pihak merasa benar. Siapa yang punya kewenangan menilai mana yang paling pas dari pihak-pihak yang sama merasa benar itu?
Selama ini tidak ada yang meragukan hasil audit BPK Walaupun begitu, memang perlu diteliti kembali di mana letak perbedaan. Audit BPK dilakukan petugas yang bisa saja keliru dalam menentukan sesuatu, misalnya letak lahan yang dipermasalahkan. Sebab perbedaan letak lahan  akan mengakibatkan perbedaan harga. Yang harus diputuskan, letak resmi lahan. Ini harusnya dengan merujuk sertifikat RS Sumber Waras yang mencantumkan hal tersebut.

Nah mampukah DPR menjadi penengah, sehingga jual beli sebagian lahan RS Sumber Waras itu menjadi terang benderang?

Jumat, 15 April 2016

Pidato



Pidato adalah kegiatan seseorang menjelaskan pendiriannya secara resmi di hadapan khalayak tertentu. Misalnya sambutan tuan rumah dalam suatu pertemuan internasional. Selain mengucapkan selamat datang kepada para tamu, tuan rumah juga mengungkap arti penting pertemuan. Materi pidato bermacam-macam, tergantung sifat pertemuan itu sendiri.
Gaya berpidato juga tergantung kepribadian seseorang. Orang yang senang guyon, biasanya memilih kata-kata membuat orang tertawa senang. Ada juga yang datar saja, membuat khalayak yang dihadapinya mengantuk.
Dimasa silam, ada pidato yang diucakan dengan berapi-api untuk membangkitkan semangat khalayak. Model ini biasanya dilakukan tokoh-tokoh besar untuk mengajak bangsanya menyadari keberadaan dirinya. Ingat ucapan Bung Karno dalam salah satu pidatonya, “Berulang-ulang kukatakan, kita bukan bangsa tempe kataku. Kita adalah bangsa besar! Jangan takut menghadapi nekolim. Jangan takut tidak dibantu oleh nekolim. Go to hell with your aid!” Begitu kurang lebih ucapan beliau. Rayat pun bersorak sorai. Tidak perduli hujan turun. Bung Karno memang orator ulung, mampu membuat pendengarnya terpesona. Bahkan setiap habis berpidatp, kekuatan sospol yang ada pada waktu itu menyatakan ‘mendukung tanpa reserve’. Beliau dapat disejajarkan dengan orator-orator ulung lainnya seperti Hitler dan Nikita Kruschov.
Zaman berubah ketika Jenderal Suharto mengambilalih kepemimpinan nasional. Beliau bukan orator. Sebab itu pidatonya terdengar datar, tanpa irama, tidak meledak-ledak. Gaya berpidato Suharto itu diikuti oleh kebanyakan tokoh masa orba, kecuali beberapa orang seperti: Harmoko dan Abdul Gafur.

Pertanyaannya, masih perlukah sekarang ini seorang tokoh berpidato dengan berapai-api? Rakyat Indonesia semakin cerdas, mampu menilai mana pidato yang berisi, mana pula yang asal bunyi (asbun). 

Kamis, 14 April 2016

RRC Tersinggung



Pemerintah Republik Rakyat Cina –RRC- tersinggung atas pernyataan kelompok negara maju G7 dalam pertemuan mereka di Hiroshima, Jepang, pada Senin 11 April 2016. Para menlu G7 (Inggeris-Kanada-Perancis-Jerman Italia-AS-Jepang) menekankan pentingnya mempertahankan hukum laut internasional, khususnya Konvensi Hukum Laut PBB –UNCLOS- Mereka menolak keras setiap tindakan intimidasi , pemaksaan ataupun provokasi unilateral yang mengubah status quo dan meningkatkan ketegangan. Lebih jauh para menlu G7 mendesak semua negara agar menahan diri dari tindakan seperti reklamasi lahan, membangun pos-pos dan menggunakannya untuk keperluan militer.
RRC sama sekali tidak mencuat dalam pernyataan para menlu G7 namun jelas ditujukan kepada negara itu. RRC telah mereklamasi perairan di sekitar kepulauan Spratly dan Paracel yang masih dalam sengketa dengan beberapa negara di kawasan Laut Cina Selatan. Dan yang paling seru adalah pembangunan peluncur rudal dan sistem radar di Pulau Woody, Kepulauan Paracel.
Menanggapi pernyataan para menlu G7 pemerintah RRC melalui jubir luar negeri Lu Kang mendesak G7 menghormati komitmen untuk tidak berpihak dalam isu-isu sengketa wilayah. Artinya, RRC merasa tindakannya mereklamasi kepulauan Spratly dan Paracel benar adanya dan G7 tidak perlu campur tangan.
Kenyataannya, RRC jalan terus dengan program membangun pertahanan di kepulauan  Spratly dan Paracel, tidak perduli dengan keberatan negara-negara yang merasa berhak di kawasan itu. RRC juga meremehkan keberatan G7 yang dianggap campur tangan.

Lantas, apa solusinya? Inilah pertanyaan besar yang belum ditemukan jawabannya, khususnya oleh negara-negara yang ikut mengklaim Spratly dan Paracel sebagai wilayah mereka. Himbauan-himbauan seperti dilakukan G7 ternyata tidak mampu mengubah pendirian RRC.

Selasa, 05 April 2016

PKS Memecat Fahri Hamzah



Partai Keadilan Sejahtera –PKS- memecat kadernya, Fahri Hamzah yang wakil ketua DPR, bukan karena korupsi atau kelakuan tak senonoh, melainkan tidak disiplin dan sikap dan pendapatnya tidak sejalan dengan kebijakan partai. Fahri Hamzah disebut sering menyatakan hal-hal bersifat kontra produktif dan kontroversial. Diantaranya yang terkenal keinginannya membubarkan KPK, padahal PKS tidak merekomendasikannya.Begitu juga pendapat Fahri Hamzah bahwa tunjangan anggota DPR kurang, padahal pimpinan PKS setuju untuk tidak menaikkan tunjangan anggota DPR. Yang paling mengundang tanya adalah sikap Fahri Hamzah yang membela mantan ketua DPR, Setya Novanto dalam kasus pertemuan dengan bakal calon presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump dan permintaan saham PT Freeport.
Tanggapan Fahri Hamzah, menyatakan tidak bersalah dan akan menggugat DPP PKS secara hukum. Apa ia akan berhasil, wallahua’lam bissawab. Perlu dicatat, pemecatan seorang anggota partai merupakan masalah dalam partai itu sendiri. Biasanya, yang disingkirkan membentuk partai baru sebagai tandingan, bukan membawanya ke pengadilan.
Keputusan DPP PKS memecat Fahri Hamzah itu ternyata sudah diproses sejak September 2015 melalui tahapan-tahapan, sesuai AD/ART partai tersebut. Dalam tahapan-tahapan itu rupanya Fahri Hamzah tidak kooperatif seperti: tidak menghadiri sidang Majelis Tahkim (Mahkamah Partai) yang diselenggarakan beberapa kali. Padahal ia punya kesempatan membela diri atas tuduhan bersikap tidak sejalan dengan kebijakan partai.

Tindakan PKS memecat kadernya yang sedang duduk di DPR, mengingatkan kita bahwa seorang anggota DPR sepatutnya menahan diri dalam berpendapat, tidak bebas menurut selera sendiri. Seorang anggota DPR diutus oleh sebuah parpol untuk menyuarakan aspirasi rakyat yang sudah diformulasikan dalam misi dan visi partai tersebut..Jadi memang aneh kalau seorang anggota DPR menyatakan setuju terhadap suatu kebijakan, padahal pimpinan partai yang mengutusnya menyatakan sebaliknya.