Sabtu, 30 Juni 2018

PM Mahathir Muhammad Di Indonesia




Setelah memenangkan pemilu Malaysia pada 9 Mei lalu, PM Mahathir Muhammad berkunjung ke Indonesia pada 28 dan 29 Juni 2018. Kunjungan pertama setelah menduduki jabatan PM itu, menunjukkan Mahathir mengutamakan hubungan dengan Indonesia, sebagai negara sahabat dan serumpun. Ia disambut langsung oleh Presiden Jokowi di tangga pesawat, mengikuti cara yang pernah dilakukan Presiden pertama RI, Sukarno.
Mengadakan pertemuan di Istana Bogor, kedua pemimpin membicarakan peningkatan kerjasama di segala bidang, antara lain perdagangan kelapa sawit dan perlindungan TKI di Malaysia. Mudah-mudahan Mahathir mau meninjau kembali pelaksanaan politik luar negeri Malaysia, khususnya masalah blok Ambalat di Kalimantan Utara yang sampai kini belum tuntas. Malaysia terkesan menunda-nunda perundingan dengan mengajukan seribu alasan untuk mempertahankan pendirian, bahwa blok Ambalat yang dimasukkan ke dalam peta Malaysia tahun 1979 adalah wilayah mereka. Indonesia, semasa pemerintahan SBY sudah mendirikan menara di atasnya dengan mengibarkan bendera merh putih, namun tetap saja tidak berani menggali minyak di kawasan tersebut.
Mahathir Muhammad yang menjadi PM tertua di dunia, 92 tahun, berjanji akan menjabat dua tahun saja. Sisa jabatan akan diserahkannya kepada Anwar Ibrahim sebagai pemenang bersama pemilu di kubu oposisi di bawah bendera Partai Keadilan Rakyat.
Pemilu Malaysia kali ini memang menarik, sebab Mahathir yang pernah berkuasa 22 tahun, sebenarnya sedang menikmati masa pensiun. Tapi kembali terjun setelah istirahat 15 tahun, bergabung dengan Anwar Ibrahim yang pernah dipenjarakan dan dipecatnya tahun 1999. Mereka melawan Najib Razak yang tersangkut skandal pencucuian uang, orang yang pernah didukung Mahathir dalam pemlu tahun 2009. Lawan menjadi teman dan teman menjadi lawan. Itulah kenyataan politik!. Semua itu demi menyelamatkan bangsa dan negara dari rongrongan koruptor yang menggerogoti uang rakyat.

Selasa, 26 Juni 2018

Haul Bung Karno Ke 48




Haul Bung Karno, Presiden pertama RI, diselenggarakan di Belitar pada 25 Juni 2018. Selain Megawati Sukarno Puteri, hadir warga PDIP, warga Nahdiyin dan masyarakat Blitar. Memberi sambutan dalam acara tersebut, Megawati dengan rasa haru mengungkap betapa ayahandanya tercinta ditempatkan dalam sudut gelap sejarah. Padahal beliau adalah pemimpin bangsa yang diakui pula sebagai salah seorang pemimpin dunia. Sebagai pemimpin bangsa Indonesia, peran Bung Karno memang tidak dapat dipungkiri. Dengan tidak mengecilkan arti pemimpin-pemimpin lainnya, Bung Karno memang selalu menggelorakan semangat persatuan, membuat rakyat bangga menjadi orang Indonesia. Dibanyak kesempatan beliau menegaskan bahwa Indonesia bukan bangsa tempe. Tidak segan-segan memaki negara besar dengan ucapan: Go to hell with your aid! Negara mana saja boleh bekerjasama dan membantu Indonesia, tapi bukan untuk mendikte. Sebagai penggali Pancasila, beliau selalu mengingatkan bangsa Indonesia agar tetap berpegang kepada Pancasila sebagai dasar negara. Bahkan beliau mempromosikan Pancasila sebagai 'sublimasi' dari 'the decleration of independence' dan 'manifesto komunis'. Menarik juga untuk dicatat penjelasan Megawati bahwa Bung Karno sangat dekat dengan kaum Nahdiyin, artinya sangat dekat dengan ummat Islam. Kita ingin menambahkan, Bung Karno bahkan pernah meminta, jika meninggal dunia disemayamkan dengan diselimuti bendera Muhammadiyah!
Bung Karno sangat yakin bahwa kaum nasionalis, agama dan komunis dapat bekerjasama dalam membangun bangsa Indonesia. Bung Karno juga yakin bahwa revolusi Indonesia belum selesai. Untuk itulah Bung Karno menetapan kebijakan yang diberi nama Manipol Usdek (Manifesto Politik, UUD 45-Sosialisme Indonesia-Demokrasi Terpimpin-Ekonomi Terpimpin-Kepribadian Indonesia} Bung Hatta dalam tulisannya berjudul 'Demokrasi Kita' mengeritik kebijakan Bung Karno itu. Bung Hatta mengakui bahwa Bung Karno memang seorang patriot. Tapi dalam waktu bersamaan Bung Karno juga sedang mengambil langkah-langkah seorang diktator. Bung Hatta waktu itu meramalkan bahwa Bung Karno akan melihat 'kuburan` dari pemikirannya sebelum ia sendiri meninggal dunia.
Kedukaan Megawati bahwa Bung Karno dtempatkan di sudut gelap sejarah Indonesia, mestinya diteruskan dengan meniliti kembali TAP MPRS Tahun 1967 yang menurunkan Bung Karno dari kekuasaannya dan menaikkan Jenderal Suharto sebagai penggantinya. Ketika menjadi Presiden RI Megawati dapat saja membentuk team pakar untuk menyelidiki kembali peran Bung Karno berkaitan dengan peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965. Apa benar Bung Karno berada di balik peristiwa itu, sehingga para demonstran menghujat beliau dengan kata-kata, “Bung Karno Gestapu Agung, mahmilubkan...!” Kalau ternyata Bung Karno hanya dikhianati PKI dengan menghasut Komandan Paswalpres Cakrabirawa, Letkol. Untung (yang menurut Jenderal Suharto binaan PKI}, apa tepat ketetapan MPRS melengserkan Bung Karno?
Semua sudah terjadi, tidak bisa diubah lagi. Namun meluruskan sejarah perlu, sehingga generasi penerus mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
Bagaimanapun, Bung Karno adalah orang hebat, orator ulung, salah seorang pemimpin dunia, pemersatu bangsa Indonesia dan punya gagasan untuk membangun dunia yang baru atau apa yang disebutnya 'to build the world a new'!

Jumat, 22 Juni 2018

Pilkada/pilpres Menurut Orang Awam




Pilkada serentak sudah diambang pintu. Pilpres setahun lagi. Partai-partai, KPU dan para analis sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Partai-partai mempersiapkan tokoh yang diandalkan untuk mendampingi Jokowi sebagai capres nanti. Tokohnya bisa dari dalam partai atau luar partai. Sudah ada tokoh yang menyatakan akan ikut lagi bertarung menantang Jokowi, walaupun kalah dalam pilpres tahun 2014.Ia punya partai pendukung yaitu partainya sendiri. Tinggal mencari dukungan partai lain agar memenuhi syarat yang diperlukan menurut ketentuan UU Pemilu. Bahkan ada juga tokoh yang menyatakan siap bertarung memperebutkan korsi orang nomor satu di Indonesia, walaupun belum punya partai pendukung. Pilkada juga begitu. Partai-partai sibuk mempersiapkan tokoh-tokoh yang dapat diandalkan untuk menduduki kursi gubernur dan bupati. Bagitu juga menetapkan para caleg untuk duduk di DPR.
KPU mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan bagi pelaksanaan pilkada/pilpres nanti.
Para analis? Juga sibuk menyampaikan pendapat tentang peta kekuatan para calon peserta pilkada/pilpres. Dari para analis masyarakat dapat memperkirakan siapa-siapa tokoh yang akan maju dan memenangkan pilkda/pilpres nanti.
Yang tidak sibuk dan santai-santai saja adalah orang awam atau bahasa kerennya 'Man On The Street'` Mereka seperti tak perduli. Yang mereka pikirkan adalah mencukupkan keperluan hidup sehari-hari. Seperti biasa, harga-harga sembako terus meningkat menjelang bulan puasa dan lebaran.1439 H. Sembako diperkirakan akan meningkat pula menjelang natal dan tahun baru nanti.
Mengenai pilkada/pilpres, orang awam menanggapinya santai menurut naluri saja. Tidak disertai teori yang muluk-muluk. Saya terkejut ketika naik angkot dari Jatiwaringin ke Pondok Gede, Bekasi, seorang ibu-ibu 40an tahun menunjuk reklame di pinggir jalan yang mempromosikan Dedi Mizwar dan pasangannya untuk menjadi gubernur/wakil gubernur Jawa Barat.
“Mereka tidak akan terpilih...” katanya.
“Kenapa?” tanya ibu yang ada di sebelahnya.
“Nggak kelihatan prestasinya...” jawab ibu tadi.
“Siapa dong?”
“Kelihatannya Ridwan Kamil. Kelihatan hasil kerjanya...” Ia tampak yakin dengan pendapatnya itu. Percakapan ibu-ibu penumpang angkot itu beralih pada pilpres.
“Jokowi dan pasangannya akan terpilih lagi.” Pendapat ibu yang mendukung Ridwan Kamil tadi.
“Mengapa? Kan lawannaya nanti juga cukup berbobot..”
“Jokowi kelihatan sungguh-sungguh bekerja. Hasilnya juga terlihat dengan nyata...” Ia tidak merinci apa saja keberhasilan Jokowi.
“Selain itu tokoh yang pernah dekat dengan Cendana, tidak akan dipilih. Dianggap bagian dari rezim orba...”
Saya tercenung mendengar percakapan ibu-ibu, orang awam, yang tidak mengerti politik itu. Mereka mengandalkan naluri saja.Yang jelas, masyarakat juga sudah cerdas menilai dan menentukan siapa-siapa yang pantas dan tidak pantas menjadi pemimpin masa depan mereka.


Satu Jam Di RRI Banjarmasin




Sembilanbelas Juni 2018, saya mampir di Stasiun RRI Banjarmasin untuk menengok teman-teman yang sedang bertugas. Libur waktu itu, jadi yang bertugas hanya teman-teman pemberitaan, para penyiar dinas dan teknisi. Omong-omong sebentar dengan produser bernama Arun, saya mendapat kesan bahwa RRI tidak begitu banyak berubah setelah saya tinggalkan pensiun tahun 2001. Masih banyak masalah yang belum terselesaikan yang tidak dapat saya tulis karena ini menyangkut 'rahasia perusahaan'.
Masuk ke ruangan siaran, sedang disiarkan acara interaktif dalam bahasa Banjarmasin. Sang penyiar langsung meminta saya ikut bergabung karena yakin saya mengerti bahasa Banjarmasin. Maka saya pun terlibat dalam acara itu menggunakan bahasa Banjarmasin sebisanya saja, secara pasif, layaknya David Carradine berbahasa Inggeris dalam serial TV 'Kungfu'. Saya memang mengerti bahasa Banjarmasin karena sejak menikah dengan isteri saya, orang Banjarmasin, Gusti Syahriah tahun 1972, sehari-harinya isteri saya berbicara dalam bahasa ibunya itu. Jadi lama-lama saya mengerti juga. Yang membanggakan saya, ternyata para penelpon berasal dari berbagai daerah di luar kota Banjarmasin yang ratusan kilometer jauhnya. Ini berarti RRI masih didengarkan orang di tempat-tempat yang jauh sekalipun. Saya tidak tahu apa masih ada kawasan 'blank spot' atau kawasan tidak bisa menangkap siaran RRI. Semasa bertugas di RRI Singaraja tahun 1992-1997, kawasan 'blank spot' itu mencapai 40%. Ini menurut perkiraan saja. Tidak ada riset untuk itu karena biayanya sangat mahal.
Saya merenung, seandainya RRI menyediakan Unit Riset dalam organisasinya, tentu akan lebih baik. Melalui riset dapat diketahui berapa jam sebetulnya yang diperlukan sebuah stasiun RRI untuk siaran setiap harinya, acara-acara apa saja yang diperlukan pendengar. Jadi bukan berdasar perkiraan atau asumsi belaka. Juga dapat diketahui berapa karyawan yang diperlukan. Tidak seperti di zaman saya bertugas dulu, stasiun RRI di seluruh Indonesia punya karyawan rata-rata di atas 100 orang. Sebagai perbandingan, sebuah stasiun radio daerah di Swedia hanya punya karyawan 38 orang.
Acara interaktif juga melibatkan cucu adik isteri saya, Radit, yang menjadi juara 2 Bintang Radio RRI Banjarmasin. Jadi saya,walaupun orang Minang, adalah juga kakek atau 'Kai' si Radith. Suasana pun menjadi lebih meriah dengan kehadiran penyanyi belia yang sedang berjuag meniti kaerier itu.
Satu jam di RRI Banjarmasin pukul 1100-1200 membangkitkan kenangan ketika bertugas dulu yang penuh suka duka, berpanas berhujan, tidur di atas meja kantor karena kemalaman tidak ada lagi angkot Imbalannya ada banyak kesenangan mulai dari ikut rombongan menteri atau presiden ke daerah-daerah, bekerja di Negeri Belanda dua tahun dan naik haji abidin tahun 1995. Tentu saja yang paling penting mendapatkan jodoh di Banjarmasin melalui kegiatan MTQ Nasional tahun 1970.
Pesan untuk teman-teman di RRI Banjarmasin: teruslah berjuang dalam keadaan sesulit apa pun peiharalah Tri Prasetya RRI dan gelorakan semangat 'Sekali di Udara Tetap di Udara'!

Sabtu, 09 Juni 2018

Rekomendasi Kementerian Agama RI Untuk 200 Ustadz/Muballigh




Kementerian Agama RI pada 18 Mei lalu mengeluarkan rekomendasi untuk 200 ustadz/muballigh. Dengan begitu masyarakat, lembaga-lembaga, mesjid-mesjid yang memerlukan penceramah agama termasuk khatib shalat Jum'at, mudah memilihnya. 200 ustadz/muballigh itu sudah diteliti Kementerian Agama dari segala segi, terutama penguasaan materi-materi yang disampaikan kepada masyarakat luas.
Setuju dan tidak setuju muncul dikalangan masyarakat karena setiap ustadz/muballigh dianggap sudah mampu untuk berdakwah dan berkhutbah. Yang tidak setuju menilai, rekomendasi Kementerian Agama itu menunjukkan seolah-olah selama ini ada ustadz/muballigh yang kurang pas dalam menyampaikan dakwahnya. Yang setuju menilai, memudahkan masyarakat untuk mencari ustadz/muballigh tanpa mencari-cari ke sana ke mari. Diantara ustadz yang direkomendasikan minta namanya dicoret saja dengan alasan rekomendasi Kemenag itu dapat memecah para ustadz. Ada pula ustadz yang tidak direkomendasikan, malah menyatakan tidak memerlukannya karena ia sudah dipesan/dijadwal oleh pelbagai mesjid/lembaga sampai dengan tahun 2020.
Masalahnya memang terletak dalam upaya menampilkan ustadz yang benar-benar kompeten, sehingga tidak membingungkan masyarakat. Ada ustadz yang mengemukakan sesuatu yang selama ini belum terdengar, misalnya bahwa Nabi Adam diampuni Allah dosanya setelah mengucap dua kalimat syahadat yang menyebut nama Muhammad SAW. Ada pula ustadz yang menyatakan haram seseorang sedang shalat memikirkan sesuatu selain Allah, misalnya suara tamu yang memberi salam. Padahal Nabi Muhammad sendiri sengaja shalat pelan-pelan agar cucunya yang sedang berada dipunggungnya tidak terjatuh. Berarti memikirkan cucunya selagi shalat. Ada pula ustadz yang mengajak penonton bersalawat 10 kali agar keinginannya tercapai. “Yang ingin punya anak pegang perutnya...,' ujar sang ustadz.
Selama ini tidak ada aturan tentang syarat-syarat menjadi ustadz. Ini beda dengan dokter yang harus melalui disiplin ilmu tertentu. Seseorang yang mampu tampil menjelaskan tentang agama Islam, sudah dianggap ustadz. Idealnya, sebuah mesjid atau lembaga yang ingin menggunakan jasa seorang ustadz menyelidiki terlebih dulu asal usul pendidikannya. Pesantren? Perguruan Tinggi Islam? Dalam Negeri atau luar negeri?. Inilah sebenarnya tugas Kementerian Agama yaitu mengklarifikasi keberadaan seorang ustadz. Sehingga meniadakan tampilnya ustadz yang justru membingungkan masyarakat.
Terlepas dari setuju dan tidak setuju, upaya Kementerian Agama merekomendasikan nama-nama ustadz/muballigh perlu dilanjutkan. Terserah kepada masyarakat memilihnya. Sehingga nantinya, siapapun ustadznya, membawa kesejukan, pencerahan, membuat masyarakat makin mengerti Islam` Bukan ustadz yang sok punya pendapat sendiri, berbeda dengan jumhur ulama. Atau ustadz yang buka praktek pengobatan dari jauh, meminta 'mahar' jutaan rupiah yang ujung-ujungnya berurusan dengan polisi.