Bukan produksi baru, sudah diputar pertama kalinya pada 27 Agustus 2015. Film ‘Jenderal
Sudirman’ yang disutradarai Viva Westi
ini kembali diputar oleh TV One pada 14
Pebruari 2021. Sekalipun terlambat, saya
ingin juga mengungkap kesan saya menonton film tersebut.
Sangat mengesankan melihat dan merasakan kegigihan para
pejuang kemerdekaan Indonesia melawan tentara Nica yang memiliki persenjatkuatan yang tidak seimbang itu, pasukan TNI yang dipimpin
Jenderal Sudirman melancarkan perang gerilya dengan taktik ‘serang dan lari’. Medan pertempuran adalah sekitar Yogyakarta. Perang gerilya yang dilancarkan Jenderal Sudirman dan pejuang-pejuang lainnya di seluruh Indonesia membuat Belanda kewalahan, lalu
memilih jalan berunding.
Ternyata, Jenderal Sudirman menentang adanya perundingan karena menilai TNI cukup kuat menghadapi Nica dalam perang yang panjang.
Di lain pihak,Pemerintah RI memanfaatkan perundingan untuk menekan Belanda. Dengan cara itu dunia internasional
mengetahui apa sebenarnya yan g sedang terjadi di Indoesia. Selain itu perundingan juga menunjukkan Belanda secara de facto
mengakui keberadaan RI. Jadi bukan sekedar ‘republik corong’ seperti yang dipropagandakan. Istilah itu muncul
karena Radio Republik Indonesia senantiasa
menyiarkan kegiatan –kegiatan pemerintahan
RI termasuk pertempuran TNI-Nica di seluruh Indonesia.
Pertentangan pendapat antara Panglima Besar Jenderal Sudirman dengan kabinet RI yang dipimpin
Sukarno-Hatta, menarik karena di manapun juga di dunia ini, tentara adalah alat negara,
harus tunduk pada keputusan politik.
Selain tidak sepakat soal perundingan, Jenderal Sudirman juga menyayangkan Sukarno- Hatta mau saja ditangkap dan
diasingkan Belanda. Padahal keduanya pernah berjanji akan turut bergerilya kalau Belanda masih saja
melakukan agresinya. Yang bergerilya di hutan malah Pemerintah Darurat
Republik Indonesia dipimpin oleh Mr.
Syafrudin Prawiranegara.
Jenderal Sudirman akhirya menemui Sukarno-Hatta untuk menyerahkan ‘pemerintahan militer’ kepada ‘pemerintahan
sipil’, akan tetap menjadi tentara dan bertemu keluarganya. Padahal sebelumnya,
ia bertekad untuk meneruskan perang gerilya. Ada yang tidak nyambung dalam bagian ini.
Secara keseluruhan film Jenderal Sudirman telah mampu membawa
penontonnya ke dalam suasana perjuangan masa itu.Kita juga ikut bangga atas
dukungan rakyat yang selalu memberi perlindungan kepada Jenderal Sudirman dan pasukannya yang berpindah-pindah
tempat karena dikejar Nica.Di sisi lain ada pengkhianat yang membantu Nica karena tergiur dengan upah
yang besar. Atas petunjuk seorang pengkhianat, rumah tempat Jenderal Sudirman dan pasukannya berada dikepung Nica.
Jenderal Sudirman meminta pasukannya untuk tenang karena yakin Tuhan YME pasti
menolong. Secepat kilat Jenderal Sudirman dan pasukannya mengganti pakaian dengan mengenakan kain sarung
dan peci. Mereka menyelenggarakan tahlilan dengan imam Jenderal Sudirman.
Melihat kenyataan itu, komandan Nica marah-marah kepada sang pengkhianat karena
tidak percaya yang memimpin tahlilan itu adalah seorang jenderal. Lantas,
menembak mati sang pengkhianat.
Film Jenderal Sudirman dan film-film berthema perjuangan
lannya seperti ‘Pejuang’ garapan Usmar Ismail sangat baik ditayangkan berulang-ulang terutama pada bulan-bulan Agustus dan Nopember. Dengan begitu generasi penerus akan
dapat merasakan betapa pengorbanan para pejuang dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.