Ketika tulisan Mohammad Hatta ‘Demokrasi Kita’ secara
bersambung dimuat dalam beberapa media cetak tahun 1960, saya
masih seorang pelajar
SLTA. Saya ikut membaca dan mencoba memahaminya. Waktu itu saya
berpendapat, ada perbedaan pandangan tentang Demokrasi Indonesia antara
Mohammad Hatta dan Presiden Sukarno. Saya juga bertanya dalam hati, apa
pandangan mengenai demokrasi boleh
berbeda antara satu dengan lain tokoh di negara yang sama. Atau perbedaan itu terjadi antara satu
dengan lain negara karena latar belakang sosial dan budaya yang berbeda. Yang saya
ingat, Presiden Sukarno jalan terus dengan Demokrasi Terpimpin yang digagasnya, tidak perduli dengan kritik Hatta
yang juga sahabatnya itu. Tulisan Hatta tentang Demokrasi Kita itu sempat
dibukukan, tapi dilarang terbit oleh
penguasa Orla karena bertentangan dengan ajaran Pemimpin Besar
Revolusi/Presiden Sukarno.
Belum lama cucu saya, Aksara Syahreza, menemukan di internet
buku ‘Demokrasi Kita’ diterbitkan oleh
penerbit Sega Arsy, Bandung, cetakan
kesembilan, April 2018. Tinggal dua buku, saya membelinya satu dan mengajak
pembaca mengingat kembali suasana pelaksanaan Demokrasi Indonesia pada masa itu.Hatta secara
rinci menjelaskan perbedaan antara Demokrasi Barat dengan Demokarasi Indonesia. Dasar Demokrasi Barat adalah
individualisme sedangkan dasar Demokrasi
Indonesia adalah kolektivisme. Ketika tokoh-tokoh politik menerapkan demokrasi yang liberal dengan sistem kabinet
parlementer, terjadilah krisis. Kemudian Presiden Sukarno melakukan tindakan-tindakan
politik sebagai akibat krisis itu.
Diantara tindakan Presiden Sukarno yang dinilai Hatta
bertentangan dengan semangat demokrasi adalah membubarkan Konstituante, Juli
1959, sebelum tugasnya membuat UU Dasar
baru selesai.Kemudian dengan sebuah dekrit dinyatakannya kembali ke UU Dasar 1945.DPR
yang ada berdasar UUDasar 1950 dan tersusun menurut hasil pemilu 1955 diakui
sebagai DPR Sementara sampai terbentuk DPR baru berdasar UUD 1945. Sungguhpun
tindakan Presiden itu bertentangan dengan Konstitusi dan merupakan kudeta,
dibenarkan oleh partai-partai dan suara terbanyak dalam DPR. Tak lama kemudian Presiden Sukarno
membubarkan DPRS dan menyusun DPR baru menurut konsepsinya sendiri. DPR baru ini, selain
anggota-anggota partai politik, juga menyertakan kaum fungsional
yaitu: buruh, tani, pemuda, wanita, ulama, cendekiawan, tentara dan
polisi. DPR baru beranggota 260 orang ini semuanya ditunjuk oleh Presiden
Sukarno.Dengan tindakan Presiden
Sukarno tersebut , menurut Hatta,
lenyaplah sisa-sisa demokrasi yang penghabisan. “Demokrasi Terpimpin Sukarno menjadi DIKTATOR yang didukung oleh golongan-golongan tertentu.” Tulis Hatta.
Buku ‘Demokrasi Kita’ cetakan ke 9 ini juga memuat surat-surat Hatta kepada Presiden Sukarno yang memperingatkan
Pemerintah tentang tindakan-tindakan
keliru diberbagai bidang. Yang memilukan
adalah surat Hatta yang menjelaskan
harga-harga yang membubung tinggi, sehingga 90% uang pensiunnya hanya
untuk membayar gas dan listrik. “Dengan
contoh saya ini Bung dapat menaksir sendiri
betapa ketimpangan yang diderita oleh pegawai negeri yang terbanyak, terutama pegawai rendah dan
menengah.” Tulis Hatta dalam surat kepada Presiden Sukarno tertanggal 1 Desember 1965.
Buku ‘Demokrasi Kita’ tulisan Mohammad Hatta sangat baik
diperbanyak dan dibaca para peminat Hukum Tata Negara dan politikus zaman now untuk bahan perbandingan dalam memahami masalah-masalah demokrasi.