Bupati Garut Aceng Fitri yang
tersandung kasus kawin kilat 4 hari, menggugat DPRD setempat kepada Pengadilan
Tata Usaha Negara karena merekomendasikan pemakzulan dirinya kepada Mahkamah
Agung. Dalam gugatan setebal 12 halaman, disebutkan Keputusan DPRD cacat hukum karena
melanggar enam azas kepatutan yaitu tertib penyelenggaraan negara, kepentingan
umum, keterbukaan, professional dan proporsional. Selain menggugat Keputusan
DPRD kepada Pengadilan Tata Usaha Negara, Bupati Aceng juga melaporkan Gubernur
Jawa Barat dan Menteri Dalam Negeri
dengan tuduhan ‘mencemarkan nama baik’.
Langkah yang dilakukan Bupati
Aceng menunjukkan ia tidak merasa bersalah atas tindakannya mengawini seorang
gadis dalam 4 hari untuk kemudian menceraikannya lewat SMS. Ia menganggap
tindakannya kawin cerai kilat itu adalah masalah pribadi, tidak ada kaitaannya
dengan pekerjaannya sebagai Bupati. Ia lupa bahwa tingkah laku seorang pejabat publik
berpengaruh terhadap masyarakat yang diayominya. Salah satunya adalah memberi
contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari, termasuk berumah tangga.
Bandingkan dengan Menteri Pertahanan John Profumo semasa PM Thatcher yang
mengundurkan diri karena tertangkap kamera wartawan ketika memberikan handuk
kepada seorang gadis yang baru selesai berenang. Gadis itu ,Christine Keller,
bukan isterinya dan bukan pula anggota keluarganya. Tanpa menunggu tindakan
pemakzulan, John Profumo pun mengundurkan diri. Perbuatannya itu sangat tercela
di mata rakyat Inggeris.
Itu terjadi di Inggeris yang tidak
mengenal Pancasila. Maka dalam masyarakat yang berpancasila, kualitas moral
pemimpinnya seyogyanya lebih baik daripada pemimpin di negara yang tidak meng
enal Pancasila.
DPRD Garut merekomendasikan
pemakzulan Bupati Aceng karena menilai telah melanggar UU Pernikahan Nomor 1
Tahun 1974 yaitu tidak mencatatkan perkawinannya dan bercerai tanpa melalui
Pengadilan. Perbuatan Bupati Aceng juga melanggar UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, yaitu melanggar etika, sumpah janji jabatan dan UU.
Dalam keadaan sekarang, sulit
bagi Bupati Aceng meneruskan tugasnya karena sudah tidak didukung DPRD, diminta
turun oleh masyarakatnya sendiri dan ulama setempat.
Bagaimana pun Bupati Aceng punya
hak membela diri. Biarlah hukum (MA) yang menentukan berlanjut tidaknya karier Aceng Fikri sebagai
Bupati Garut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar