Referendum yang diselenggarakan
pada 15 dan 22 Desember 2012 menghasilkan dukungan rakyat Mesir terhadap
Konstitusi Baru yang disusun oleh Majelis negeri itu. Lebih dari 63 persen
rakyat memberikan suara ‘ya’ dan lebih dari 36 persen memberikan suara ‘tidak’.
Pelaksanaan referendum mula-mula ditentang oleh kelompok oposisi, tapi akhirnya
setuju ikut untuk memberikan suara ‘tidak’. Sebelumnya, Presiden Mesir, Mursi,
mengeluarkan dekrit yang ditentang kaum oposisi karena dinilai memberi
kewenangan tak terbatas kepada seorang
presiden. Dekrit itu menyatakan bahwa
keputusan presiden tidak bisa dibatalkan pihak mana pun, termasuk Lembaga
Pengadilan. Menurut para pendukung Presiden Mursi, dekrit hanya sementara
sifatnya sampai berlakunya Konstitusi Baru dan terpilihnya Parlemen Baru.
Diantara hal-hal penting yang
tercantum dalam Konstitusi Baru adalah, dijadikannya Islam sebagai agama Negara
dan prinsip Syariat Islam sebagai sumber utama undang-undang. Juga dicantumkan
tentang masa jabatan seorang presiden yang hanya boleh dua kali.
Jelas ada perobahan mendasar dalam
kehidupan politik di Mesir. Untuk pertama kalinya, setelah digulingkannya Raja
Farouk tahun 1952, Mesir diperintah oleh orang sipil dari organisasi Islam, Ikhwanul
Muslimin, yang selama ini selalu dipinggirkan oleh penguasa-penguasa yang
berlatar belakang militer. Kaum oposisi itu sekarang berkuasa dan akan
bersandar pada Syariat Islam dalam mengelola negara. Penguasa Mesir sekarang
mestinya belajar dari sejumlah negara yang tegas-tegas menjadikan Syariat Islam
sebagai sumber utama semua kebijakan. Apakah Negara-negara yang memberlakukan
Hukum Islam itu berhasil semuanya atau ada juga yang tidak. Ke dalam, harus
mampu menjamin kesejahteraan dan keselamatan rakyatnya. Ke luar, harus mampu
membela kepentingan dan harga diri Islam. Dalam masalah Palestina misalnya,
sampai tahun 1967, Mesir masih menjadi pembela utama Islam di Palestina. Tapi
setelah perang 6 hari, demi kembalinya Sinai ke tangan Mesir, negeri Firaun itu
terpaksa berdamai dan mengakui keberadaan negara Israel. Pertanyaannya,
mampukah penguasa Mesir sekarang mengoreksi
kekeliruan para pemimpinnya di masa lalu dan mengembalikan jati dirinya sebagai
pembela Islam yang utama di Palestina? Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar