Puisi Sukmawati Sukarno Puteri yang
dinilai sementara pihak sebagai menista Islam, seharusnya sudah
selesai saat penulisnya menjelaskan makna puisi tersebut. Sukmawati
menyatakan, ia tidak bermaksud menista Islam melalui puisi tersebut.
Kepada ummat Islam yang tersinggung karena puisi itu, Sukmawati
meminta maaf. Majelis Ulama Indonesia pun menganjurkan ummat Islam
memaafkan Sukmawati..Namun masih ada pihak yang ingin meneruskan
proses hukum kasus tersebut. Pihak tersebut tentu tetap menilai
Sukmawati bersalah, telah menista Islam. Itu adalah hak mereka.
Tinggal lagi polisi menyelidiki dengan meminta keterangan pakar puisi
semisal Taufik Ismail, apa karya Sukmawati itu memang benar-benar
menista Islam.
Menilai karya sastera memang tidak
mudah. Pengarang dan penulisnyalah yang paling tahu maksud karyanya
itu. Karya sastera seperti cerpen dan novel, lebih mudah menilainya.
'Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck' karya Hamka jelas mengangkat
kerasnya adat Minang ditahun 30an dan sikap materialistis orang
Minang zaman itu. Tapi kalau sajak atau puisi lebih rumit lagi. Tidak
ada penilaian yang standar. Antara pengarang dan pembacanya mungkin
berbeda penilaian.Ketika penyair Persia Omar Khayam menulis:
kekasihku,
yang melayani aku diantara tamu-tamu di
padang rumput
ingatlah,
bila kelak engkau kebetulan lalu
membawa gembira ke makamku
siramlah tanah yang telah hijau
berlumut itu
dengan anggur gelas bersentuh
Siapa kekasih yang dimaksud Omar Khayam
itu? Siapa pula tamu-tamu di Padang Rumput? Mengapa pula tanah
pemakaman disiram dengan anggur gelas bersentuh? Orang awam yang buta
puisi ada yang menilai puisi Omar Khayam itu sebagai sindiran atas
ketidaksetiaan seorang kekasih. Sedangkan bagi yang benar-benar hidup
matinya bersama puisi mungkin akan punya penilaian lain.
Yang perlu diingat, setiap orang bebas
menulis puisi. Tapi sedikit sekali yang benar-benar diakui sebagai
penyair. Sukamawati memang selama ini dikenal sebagai pegiat seni dan
budaya. Tapi ia bukan seorang penyair sekelas Taufik Ismail. Karena
itu himbauan Majelis Ulama Indonesia untuk memaafkan Sumawati, patut
dihargai..Artinya menghentikan polemik tentang kasus puisi puteri
sang proklamator tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar