Setelah memenangkan pemilu Malaysia
pada 9 Mei lalu, PM Mahathir Muhammad berkunjung ke Indonesia pada 28
dan 29 Juni 2018. Kunjungan pertama setelah menduduki jabatan PM itu,
menunjukkan Mahathir mengutamakan hubungan dengan Indonesia, sebagai
negara sahabat dan serumpun. Ia disambut langsung oleh Presiden
Jokowi di tangga pesawat, mengikuti cara yang pernah dilakukan
Presiden pertama RI, Sukarno.
Mengadakan pertemuan di Istana Bogor,
kedua pemimpin membicarakan peningkatan kerjasama di segala bidang,
antara lain perdagangan kelapa sawit dan perlindungan TKI di
Malaysia. Mudah-mudahan Mahathir mau meninjau kembali pelaksanaan
politik luar negeri Malaysia, khususnya masalah blok Ambalat di
Kalimantan Utara yang sampai kini belum tuntas. Malaysia terkesan
menunda-nunda perundingan dengan mengajukan seribu alasan untuk
mempertahankan pendirian, bahwa blok Ambalat yang dimasukkan ke dalam
peta Malaysia tahun 1979 adalah wilayah mereka. Indonesia, semasa
pemerintahan SBY sudah mendirikan menara di atasnya dengan
mengibarkan bendera merh putih, namun tetap saja tidak berani
menggali minyak di kawasan tersebut.
Mahathir Muhammad yang menjadi PM
tertua di dunia, 92 tahun, berjanji akan menjabat dua tahun saja.
Sisa jabatan akan diserahkannya kepada Anwar Ibrahim sebagai pemenang
bersama pemilu di kubu oposisi di bawah bendera Partai Keadilan
Rakyat.
Pemilu Malaysia kali ini memang
menarik, sebab Mahathir yang pernah berkuasa 22 tahun, sebenarnya
sedang menikmati masa pensiun. Tapi kembali terjun setelah istirahat
15 tahun, bergabung dengan Anwar Ibrahim yang pernah dipenjarakan dan
dipecatnya tahun 1999. Mereka melawan Najib Razak yang tersangkut
skandal pencucuian uang, orang yang pernah didukung Mahathir dalam
pemlu tahun 2009. Lawan menjadi teman dan teman menjadi lawan. Itulah
kenyataan politik!. Semua itu demi menyelamatkan bangsa dan negara
dari rongrongan koruptor yang menggerogoti uang rakyat.