Presiden Malawi,
Joice Banda menjual pesawat kepresidenan
untuk membeli jagung di pasar lokal dan tanaman kacang-kacangan. Pesawat yang
dibeli presiden sebelumnya, Bingu wa Mutharika seharga 22 juta dolar itu laku
dijual 15 juta dolar. Sejak menggantikan kedudukan Mutharika yang meninggal
tahun lalu, Presiden Banda memutuskan menjual pesawat kepresidenan dan
bepergian ke luar negeri dengan pesawat komersial.
Mendiang Presiden Mutharika menyebut pesawat kepresidenan
itu sebagai lambang kemajuan negara. Sebaliknya Presiden Banda yang saat
pembelian pesawat itu menjabat Wapres berpendapat, biaya perawatan pesawat
telah menyita anggaran. Sebagai seorang perempuan yang biasanya mendahulukan
perasaan, ternyata Presiden Banda telah mampu berfikir sehat, tahu diri dan
tidak mengutamakan gengsi. Ia mengutamakan rakyat miskin ketimbang
bermegah-megah dengan pesawat kepresidenan. Presiden Banda sadar betul keadaan
rakyatnya yang belum sejahtera. Menurut laporan pakar pangan, 10% dari 13 juta
penduduk negara yang terletak di selatan Afrika itu menghadapi ancaman kekurangan
pangan tahun ini. Pemanfaatan dana hasil
penjualan pesawat kepresidenan hanyalah salah satu langkah pemerintah untuk
mengatasi masalah tersebut.
Tindakan penghematan yang dilakukan Presiden Malawi patut
dicontoh negara-negara berkembang lainnya. Pemimpin harus peka atas penderitaan
rakyat. Hanya 1,3 juta rakyat miskin yang terancam kekurangan pangan,
pemerintah Malawi sudah risau. Bandingkan dengan Indonesia yang penduduk miskinnya
30 juta jiwa, harusnya lebih risau lagi. Para pemimpin Indonesia harus
menunjukkan cara-cara hidup bersahaja sebagai tanda simpati kepada rakyat
miskin yang bertebaran di seluruh negeri. Harta kekayaan mereka yang milyaran
rupiah itu sebaiknya digunakan secara sukarela untuk keperluan membantu rakyat
miskin. Presiden Malawi misalnya, selain menjual pesawat kepresidenan juga merelakan
gajinya dipotong 30% untuk keperluan membantu rakyat miskin. Ia juga
memerintahkan penjualan 35 mobil dinas menteri merek Mercedes Benz tentunya
untuk ditukar dengan yang lebih murah harganya.
Berfikir realistis, sesuai keadaan dan bertindak sesuai keadaan
itu, perlu dihayati oleh pemimpin-pemimpin Indonesia sekarang ini. Perasaan
Indonesia adalah yang ‘ter’ seperti zaman orla dulu, sudah harus ditinggalkan.
Tidak perlu mengaku-ngaku yang terbaik perkembangan ekonominya di dunia,
sementara ribuan TKW membanjiri negara-negara lain untuk mendapatkan upah yang
lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar