Indonesia prihatin atas hukuman mati massal terhadap
pengikut-pengikut Ikhwanul Muslimin yang dijatuhkan Pengadilan Mesir baru-baru
ini. Menlu Marti Natalegawa menyatakan, “Tanpa sama sekali bermaksud campur
tangan urusan dalam negeri Mesir. kami prihatin dengan berita tentang keputusan
hukuman mati terhadap 683 warga Mesir pada 28 April dan bulan sebelumnya 529
orang. Indonesia berharap agar proses penegakan hukum tetap bertumpu pada tata
nilai dan kaidah-kaidah yang bersifat universal, termasuk dihormatinya azas
praduga tidak bersalah dan pemenuhan hak-hak terdakwa dalam proses pengadilan.”
Putusan hukuman mati massal Pengadilan Mesir menuai kritik
lembaga pegiat hak azasi manusia PBB.
Human Right Watch mengungkapkan, sidang hanya berlangsung beberapa jam dan
pengacara terdakwa dilarang membela kliennya. Komisioner HAM PBB, Navi Pillay,
mengeritik pengadilan massal terhadap anggota dan pendukung Ikhwanul Muslimin
sebagai pelanggaran hukum hak azasi manusia internasional. Ketua PB NU, KH Said
Aqil Siraj dalam jumpa pers Rabu, 30 April 2014 menyatakan putusan Pengadilan
Mesir merupakan “kemunduran demokrasi dan prilaku biadab. Selayaknya tidak
dilakukan di negara yang berbudaya.” Lebih lanjut PB NU akan berkirim surat
kepada pemerintah Mesir, PBB dan Vatikan agar mendorong pembatalan hukuman mati
massal tersebut.
Hukuman mati massal terhadap pengikut-pengikut Ikhwanul
Muslimin menunjukkan keputusasaan pemerintah sementara Mesir yang didukung
militer. Mereka membungkam keberadaan Ikhwanul Muslimin dan menyebutnya sebagai
organisasi teroris. Padahal, Ikhwanul Muslimin lah yang berhasil menumbangkan
Presiden Husni Mubarak dan menang dalam
pemilu demokratis dengan
mendudukkan Mursi sebagai presiden. Kekuasaan Presiden Mursi tidak berlangsung
lama, bulan Juli lalu dikudeta oleh Jenderal Sisi yang ternyata berambisi
menjadi presiden. Ia disebut sebagai calon paling kuat dalam pemilihan presiden
Mesir mendatang ini. Kelihatan Jenderal Sisi ingin disebut sebagai seorang demokrat
karena tidak langsung mengambil alih kekuasaan. Padahal kudeta yang
dilakukannya terhadap Presiden Mesir adalah tindakan yang tidak demokratis.
Sikap pemerintah Indonesia ditambah warga Nahdiyin secara
khusus, paling tidak akan merupakan kekuatan moral untuk mengoreksi kebrutalan
penguasa Mesir yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dalam menyelesaikan masalah
di negeri Cleopatra itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar