PM Yingluck pada Rabu, 7 Mei 2014, diberhentikan oleh
Mahkamah Konstitusi Thailand karena bersalah
telah menyalahgunakan wewenang.
Apa yang disebut menyalahgunakan wewenang itu adalah tindakan Yingluck
mengganti Kepala Keamanan Nasional,
Thawil Pliensri pada 2013. Pergantian itu dinilai punya ‘agenda tersembunyi’ yang
melanggar konstitusi Thaiiand. Bersama Yingluck juga diberhentikan beberapa
menteri yang mendukung tindakan PM
Thailand itu. Menteri Perdagangan Niwattumrong yang juga wakil PM sekarang ini
diangkat sebagai pejabat PM sementara. Ia bertugas mengawal pemilu 20 Juli
mendatang.
Keputusan memberhentikan PM Yingluck terasa ganjil karena
Mahkamah Konstitusi kok menilai kebijakan seorang kepala pemerintahan
yang memang sudah menjadi wewenangnya, yaitu mengganti Kepala Keamanan Nasional. Mestiny Mahkamah
Konstitusi membuktikan ‘agenda tersembunyi’
yang katanya melanggar konstitusi
itu. Ini mengingatkan kita pada kasus persetujuan DPR atas pencalonan Jenderal
Riamizar Riacudu sebagai Panglima TNI atas usul Presiden Megawati. Putusan itu
dibatalkan oleh Presiden SBY dengan mencalonkan ulang tokoh militer lainnya
yaitu Jenderal Endriartono. Dalam hal ini seorang Kepala Pemerintahan berwenang
mengganti seorang pejabat tinggi sesuai keinginannya. Itu di Indoesia. Di
Tailand rupanya seorang PM tidak bebas menentukan pembantu-pembantunya,
termasuk seorang Kepala Keamanan Nasional.
Kenyataannya, Yingluck harus lengser dari jabatan PM, bukan
karena digoyang unjukrasa anti pemerintah, melainkan oleh putusan Mahkamah
Konstitusi. Yingluck sendiri ‘menerima’ keputusan melengserkan dirinya itu
namun menegaskan bahwa ia tidak bersalah.
Kaum oposisi menang karena memang maunya Yingluck mundur. Walaupun
begitu, keadaan tetap panas. Para pendukung Yingluck menuduh Mahkamah
Konstitusi tidak adil. Mereka yang dikenal sebagai kelompok ‘kaus merah’
menyatakan akan melakukan unjukrasa besar-besaran pada 10 Mei 2014. Tujuan
mereka jelas, melawan putusan Mahkamah
Konstitusi yang melengserkan Yingluck.
Keadaan semakin runyam di Thailand. Unjukrasa berkepanjangan
akan terjadi membuat Thailand menjadi labil. Mungkin tiba saatnya bagi Raja
Bomibhol Adulyadej turun tangan memanggil pihak-pihak berseteru untuk berdamai
dan mencari ‘win-win solution’. Raja
sangat dihormati di Thailand dan dapat menggunakan pengaruhnya untuk mengatasi
keadaan yang tidak menentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar