Hizbut Tahrir Indonesia –HTI- dibubarkan pemerintah pada
Rabu, 19 Juli 2018 karena menilai ormas tersebut melakukan kegiatan-kegiatan
yang bertentangan dengan Panca Sila. Dirjen Administrasi Hukum Kementerian Hukum
dan HAM, Freddy Harris mengatakan, pencabutan status badan hukum HTI
(pembubaran) bukan keputusan sepihak melainkan berdasar fakta dan koordinasi
sejumlah lembaga negara di sektor politik, hukum dan keamanan. Pembubaran,
didasarkan pada Perppu 2/2017. Dalam Perppu baru itu tidak disyaratkan
pembubaran sebuah ormas melalui pengadilan. Ini beda dengan UU Ormas tahun 2013
yang pasal 68nya mengatur pembubaran ormas berdasarkan keputusan pengadilan
Pro kontra di kalangan masyarakat muncul. Ada
yang menilai, tindakan pemerintah membubarkan sebuah ormas tanpa melalui
pengadilan adalah otoriter. Penilaian sebaliknya, pembubaran yang dilakukan
pemerintah syah-syah saja, demi menjaga keutuhan NKRI yang beradasarkan Panca
Sila. HTI ditenggarai akan mendirikan Negara Islam Indonesia
yang disebut-sebut sebagai sistem pemerintahan khilafah yang pernah ada dimasa
silam.
Menurut sejarah, pembubaran parpol dan ormas dimasa orla dan
orba yaitu PSI, Masyumi dan PKI, memang tidak melalui pengadilan. Ketiga parpol
itu dinilai mendalangi PRRI-Permesta tahun 1958 dan G 30 S tahun 1965.
Sekarang, terpulang kepada rakyat, mana yang dipilih: antara
tindakan cepat pemerintah melalui Perppu karena menilai tindak tanduk HTI
semakin mengkhawatirkan, atau memberlakukan proses pengadilan. Wakil-wakil
rakyat di DPR kemungkinannya akan mendukung Perppu karena fraksi-fraksi partai
koalisi pemerintah lebih besar jumlahnya. Tinggal lagi MK yang akan melakukan
uji materi atas permintaan HTI, apa akan membatalkan Perppu 2/2017 dan tetap
memberlakukan UU Ormas tahun 2013.
Wallahua’lam bissawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar