Pemilu 2014 masih lama, tapi sudah ada kalangan yang
memperingatkan partai-partai politik untuk tidak lagi mengikutsertakan artis,
baik jabatan di legislatif mau pun eksekutif. Kalangan ini menilai,
mengikutsertakan artis dalam kegiatan sebuah pemilu hanya untuk menarik massa
memilih partai bersangkutan. Kenyataannya, para artis itu tidak menunjukkan
kinerja yang memadai alias melempem. Di DPR mereka hanya datang, duduk, dengar
dan duit (uang rapat). Sedangkan di eksekutif para mantan artis hanya ‘mejeng’.
Heboh turba dan temu wicara dengan penduduk. Hasilnya tidak lebih baik dari
pejabat yang digantikan. Contoh, jalan-jalan raya yang menjadi tanggungjawab
pemda masih tetap terbengkalai. Belum lagi soal jembatan putus, baru diperbaiki
setelah diberitakan media.
Sebetulnya tidak adil kalau menilai bahwa yang mengecewakan
kinerjanya adalah kalangan artis saja. Harus dilihat secara keseluruhan,
siapa-siapa saja kalangan legislatif dan eksekutif yang mengecewakan setelah
mereka memangku jabatan. Harus ada tolok ukurnya. Inilah yang harus ditetapkan
oleh para pakar. DPR periode 2004-2009 misalnya dinilai belum berhasil karena
tidak mencapai target jumlah RUU yang direncanakan. Dikerucutkan lagi, harus
ada tolok ukur siapa-siapa anggota DPR di komisi-komisi yang dinilai berhasil
melaksanakan tugasnya dan mana yang tidak. Begitu juga di kalangan eksekutif,
siapa-siapa saja Kepala Daerah dan Wakilnya dinilai berhasil, mana pula yang
tidak. Pertanyaannya, siapa yang dipercaya membuat tolok ukur itu? Apa tolok
ukurnya jika ada yang menilai bahwa Walikota Surakarta dan Gubernur Sumatera
Selatan, berhasil melaksanakan tugasnya? Kalau tolok ukur itu belum ada, paling
tidak pendapat rakyat yang dihimpun sebuah lembaga survey dapat dijadikan
pedoman.
Partai-partai politik boleh saja lanjut mengikutsertakan
artis dalam pemilu 2014, asal saja dengan melihat terlebih dulu sepak
terjangnya dalam kegiatan sosial dan politik. Mereka harus tahu tugas sebagai
anggota legislatif mau pun eksekutif. Artis seperti Nurul Arifin sudah
diketahui sebagai aktivis, sebelum menjadi anggota DPR. Artis seperti Rano
Karno dan Dede Yusuf, sama sekali belum ada prestasi sebelum duduk di
pemerintahan daerah. Tapi setidak-tidaknya kegiatan mereka selama menjadi Wagub
dapat ‘dirasakan’ masyarakat. ‘Perasaan’ masyarakat itu dapat diselidiki
melalui survey, sehingga menjadi tolok ukur apa masih bisa dipilih untuk
periode berikutnya
Yang tidak kalah pentingnya adalah bekal ilmu pengetahuan
tentang bidang tugas yang digeluti baik lagislatif mau pun eksekutif. Sebab
sangat menggelikan jika ada anggota DPR yang tidak tahu definisi politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar