Komisi Pemberantasan Korupsi –KPK- menawari Angelina
Sondakh, tersangka kasus suap Wisma Atlet, menjadi ‘Justice Collaborator’
atau artinya kurang lebih bekerjasama
menegakkan keadilan. Seorang yang dijadikan ‘Justice Collaborator’ diminta ‘membongkar’
kasus yang sedang diselidiki. Sebagai imbalannya, tersangka akan mendapat
keringanan hukuman.
Untuk menjadi ‘Justice Collaborator’ harus memenuhi syarat-syarat yaitu: terlibat dalam tindak pidana yang dilakukan bersama-sama dan mengetahui cara-cara melakukannya mulai perencanaan sampai hasil akhirnya. Masalahnya, dari awal Angie yakin tidak bersalah dan tidak tahu menahu dengan kasus pidana yang disangkakan kepadanya. Jika Angie bersikeras dengan pendiriannya itu, jelas ia tidak memenuhi syarat menjadi ‘Justice Collaborator’. Dengan begitu KPK tidak akan memperoleh hal-hal baru selain dari yang sudah dijelaskan oleh Angie. Tinggal lagi KPK mencari bukti keterlibatan dan kesalahan Angie.
Yang menarik, kalangan praktisi hukum mempertanyaakan istilah ‘Justice Collaborator’. Istilah itu yang berakibat pengurangan hukuman bagi tersangka, tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia.Kalau begitu, dari mana KPK mendapatkannya? KPK harus menjelaskan masalah ini agar tidak terkesan mengada-ada. Semua tindakan hukum oleh penegak hukum harus punya dasar yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bagi Angie sendiri, terlepas dari bersedia atau tidaknya
menjadi ‘Justice Collaborator’ sebaiknya tidak mempersulit diri sendiri. Ia sudah
melewati masa penahanan 20 hari dan sedang menjalani perpanjangan penahanan 20
hari lagi. Alangkah sengsaranya berada di balik jeruji besi bagi orang
terhormat seperti Angie.Katakan saja yang sebenarnya mengenai uang yang
diterima,berapa besar, dari siapa dan untuk keperluan apa. Kalau tidak ada, ya
katakan tidak. Mengelak dari kenyataan sebenarnya, akan memperburuk keadaan.
Sebaliknya bagi KPK jangan pula bertindak yang mengesankan sedang menekan tersangka untuk memberi keterangan sesuai yang diperlukan. Kalau bukti kesalahan tidak diperoleh dari pengakuan tersangka, carilah dari tempat lain. Film ‘Street Justice’ mungkin dapat dijadikan contoh tentang bagaimana seorang hakim tidak berhasil membuktikan kesalahan seorang terdakwa dalam persidangan. Sang hakim lantas mencari bukti di tempat lain, sehingga seorang tersangka tidak dapat mengelak lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar