Renegosiasi harga gas Tangguh antara pemerintah Indonesia
dengan perusahaan minyak Cina –CNOOC- sepakat memberlakukan tarif baru
disesuaikan harga minyak dunia. Menteri ESDM Jero Wacik menyebutkan, haga yang
dul u US$2,7 per mmbtu mulai 1 Juli 2014 menjadi US$8 per mmbtu. Dengan begitu
pendapatan negara dari penjualan gas alam meningkat hingga US$20 milyar sampai
2034. Tiap tahunnya penerimaan negara mencapai 12,5 trilyun rupiah, empat kali
lipat dari penerimaan dengan harga lama. Selain dengan Cina, renegosiasi harga
gas juga akan dilakukan dengan Korea Selatan. Proses renegosiasi itu sendiri
belangsung satu setengah tahun. Kontrak penjualan gas alam asal Papua barat itu
untuk Cina terjadi semasa pemerintahan Megawati Sukarnoputri. Dalam kontrak
memang ada fasal yang menyebutkan harga baru akan diatur lagi sesuai
perkembangan harga minyak dunia. Itulah yang dilakukan pemerintahan SBY sejak
satu setengah tahun lalu yang baru saja membuahkan hasil.
Menarik untuk dicatat pendapat beberapa tokoh yang mengecam
pemerintah karena menjual ‘hasil kekayaan isi bumi Indonesia’ terlalu murah
kepada pihak asing. Mereka kurang mempelajari seluk beluk kontrak penjualan
hasil bumi Indonesia kepada pihak asing untuk jangka waktu lama. Kontrak gas
Tangguh misalnya, berlaku sampai 2034.
Kritik terhadap kebijakan pemerintah di berbagai bidang,
tentu syah-syah saja.Namun kritik itu harus berdasar data dan fakta yang benar.
Jangan mengada-ada. Tidak masalah kalau kritik itu berasal dari orang awam di
pinggir jalan. Bunyinya bisa beragam dan lucu-lucu. Pendapat orang awam itu
akan berlalu begitu saja. Tidak ada pengaruh. Berbeda kalau suatu pendapat berasal dari seorang tokoh, bisa berpengaruh
karena dianggap benar.
Mari simak dua pernyataan yang dilontarkan dua orang tokoh
yang berbeda. Yang pertama menyatakan bahwa aset-aset negara dikuasai oleh
bangsa asing. Yang mana? Tambang emas di Papua? Bukankah itu dlakukan atas
dasar kerjasama penanaman modal yang saling menguntungkan? Kalau ternyata
Indonesia rugi,inilah yang harus direnegoisasi seperti halnya gas Tangguh. Pendapat kedua tentang
kemungkinan menggunakan ‘drone’ (pesawat tanpa awak) untuk melacak tempat-tempat
pencurian ikan di laut Indonesia. Padahal pesawat itu oleh negara pembuatnya
sendiri digunakan untuk keperluan perang.
Kesimpulannya, kita memerlukan tokoh dan pemimpin yang
mengerti betul apa yang diucapkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar