Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki
Tjahaja Purnama, lebih akrab dengan sapaan Ahok, bebas 24 Januari
lalu setelah menjalani hukuman penjara dua tahun. Ia dihukum atas
tuduhan penistaan agama Islam karena menyebut-nyebut surah Almaidah
ayat 51 dalam pidatonya di hadapan masyarakat di Jakarta Utara.
Sebagian pakar Islam termasuk MUI menilai Ahok memang menista agama.
Sebaliknya sebagian lagi menyatakan tidak menista agama. Jaksa
menuntut Ahok hukuman percobaan sedangkan hakim malah memperberatnya
dengan hukuman dua tahun penjara.
Dari pandangan Islam rupanya sudah
takdir bagi Ahok untuk mendekam dua tahun dalam penjara terlepas dari
benar tidaknya ia bersalah. Pada awal kemerdekaan dulu, Belanda
menghukum buang para pemimpin Inonesia. Menurut penjajah tindakan itu
benar. Sedangkan menurut kaum republik tindakan itu keliru. Belanda
menghukum para pemimpin dari sebuah negara berdaulat.
Ada hikmah dibalik suatu kejadian. Ahok
harus bisa mengambil hikmah dengan mengintrospeksi diri antara lain
bicara hati-hati, apalagi menyangkut agama. Biarlah para pakar saja
yang bicara. Selain itu Ahok harus berlatih bicara lunak, tidak kasar
apalagi marah-marah.
Masyarakat awam menilai, kalau Jokowi
menang nanti, ia akan diangkat menjadi anggota kabinet. Jika itu
terjadi, Tuhan mengganti penderitaan Ahok di penjara
dengan sesuatu yang lebih baik
Wallahua'lam bissawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar