Debat Capres 2019 ke 4 berlangsung di
Jakarta Sabtu malam 30 Maret 2019, mempertemukan Capres 01 Jokowi dan
Capres 02 Prabowo. Keduanya sama-sama menegaskan kembali hal-hal yang
secara umum sudah disampaikan dalam debat-debat sebelumnya. Perbedan
pendapat kedua Capres itu antara lain:
Capres 02 menilai pemerintahan Jokowi
lemah karena banyaknya korupsi yang melanda kalangan pemerintahan
sendiri. Jawaban Jokowi, korupsi justru banyak berkurang sejak 2014
berkat berlakunya sistem yang memperpendak rantai birokrasi. Yang
penting, pembenahan sistem terus dilakukan dan pelaku korupsi terus
ditindak tegas.
Capres 02 menilai anggaran yang
tersedia untuk keperluan pertahanan,keamanan masih kecil dibandingkan
dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura. TNI yang kuat
diperlukan untuk menjaga keutuhan wilayah RI. Di zaman pemerintahan
Presiden Sukarno persenjataan yang dimiliki Indonesia terkuat di Asia
Tenggara. Jawaban Jokowi, ada keinginan untuk menaikkan anggaran
untuk pembelian alutsista, tapi belum menjadi prioritas. Apalagi
menurut prakiraan pihak intelijen negara, keadaan aman dan tidak akan
terjadi perang dalam 20 tahun mendatang. Capres 02 menyatakan
prakiraan tersebut keliru. Prakiraan yang sama pernah dikemukakan
para jenderal ditahun 70an, tapi kenyataannya meletus perang di
Timtim tahun 1975. Waktu itu dengan pangkat Letnan, Prabowo dikirim
ke Timtim.
Perdebatan mengenai masalah pertahanan
dan keamanan ini menarik untuk diulas bahwa Presiden Sukarno
membangun kekuatan militer dengan membeli alutsista yang canggih
dizamannya seperti pesawat'pesawat tempur MIG, kapal selam,
kapal-kapal perang jenis fregat dan destroyer, semuanya buatan
Soviet.Waktu itu Indonesia sedang bersengketa dengan Belanda
memperebutkan Irian Barat. Belanda memang mengobarkan perang tapi
hanya di Laut Aru berupa pertempura antara kapal perang kecil milik
TNI -AL melawan kapal induk Belanda Karel Dorman. Komodor Yos Sudarso
tewas dalam pertempuran itu dengan pesan terakhir sangat terkenal:
“Kobarkan semangat pertempuran!” Dunia internasional mengecam
Belanda berujung dengan persetujuan menyelenggarakan pepera
(penentuan pendapat rakyat) tahun 1969 di Irian Barat. Hasilnya,
Belanda harus melepaskan Irian Barat dan mengembalikannya kepada
Indonesia.
Prakiraan tidak akan terjadi perang
dalam 20 tahun, mungkin maksudnya serbuan terhadap Indonesia seperti
dilakukan Belanda tahun 1947-1949. Jangan lupa yang terjadi di Timtim
tahun 1975 adalah pengiriman TNI ke wilayah Timtim untuk membantu
tiga fraksi sospol yang ingin bergabung dengan Indonesia melawan
Fretelin dan Portugal. Jadi bukan kekuatan asing yang menggempur
Indonesia.
Presiden Suharto sudah benar dalam
membangun kekuatan pertahanan/keamanan secukupnya namun efektif dan
mampu mengatasi setiap ancaman yang timbul di wilayah Indonesia
manapun. Inilah agaknya yang dilanjutkan oleh
pemerintahan-pemerintahan dizaman reformasi.
Perbedaan pendapat kedua capres
bukanlah untuk dipertentangkan, melainkan untuk dicarikan solusi yang
tepat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan negara.