Pemerintahan baru Palestina yang mempersatukan kelompok
Fatah dan Hamas terbentuk pada Senin, 2 Juni 2014 di Ramallah, Tepi Barat. Beranggotakan
17 menteri berasal dari kedua faksi, pemerintahan baru Palestina
itu bertugas mempersiapkan pemilihan presiden dan legislatif dalam enam bulan ke depan.
Bersatunya Fatah dan Hamas yang bertikai sejak 2007,
merupakan tonggak penting perjuangan bangsa Palestina untuk memiliki negara
sendiri yang berdaulat. Menurut Lawrence Davidson, guru besar di West Chester University, persatuan
Fatah dan Hamas merupakan langkah positif karena akan meningkatkan kredibilitas Palestina di PBB dan peta dunia.
Sedangkan mantan duta besar dan pengamat permanen Liga Arab di PBB, Clovis Maksoud,
mengatakan persatuan Fatah dan Hamas akan memperkuat posisi tawar Palestina
dalam menghadapi upaya dikte yang dilancarkan Israel.
Walaupun begitu penyelesaian masalah Palestina tidaklah
mulus karena factor Israel sebagai biang kerok.
Israel menyeru dunia internasional untuk tidak
mengakui pemerintahan baru Palestina itu yang mengikutkan kelompok
‘teroris Hamas’ di dalamnya. Fatah dan Hamas akan sulit mengatur langkah bersama,
mengingat Hamas tetap tidak mengakui keberadaan Israel. Taroklah nantinya dunia
internasional (minus Amerika Serikat} mengakui pemerintahan baru Palestina,
lantas, apa? Mampukah dunia internasional menekan Israel agar memenuhi
keinginan bangsa Palestina? Keinginan bangsa Palestina itu bukan saja diakui
sebagai sebuah negara berdaulat, malainkan juga dengan wilayah sebelum perang
1967.
Sudah dapat diperkirakan tidak akan terjadi perundingan
antara Palestina – Israel untuk menyelesaikan masalah di kawasan itu. Jalan
diplomasi memang harus diutamakan untuk menyelesaikan perselisihan antara dua negara.
Tapi ketika diplomasi menemui jalan buntu, maka jalan lain melalui kekerasan
senjata. Ini yang tidak mungkin dilakukan Palestina mengingat kekuatan militer
Palestina jauh di bawah Israel. Lihat saja gempuran roket-roket Hamas dari Gaza
ke wilayah Israel, tidak mampu menundukkan negeri Yahudi itu. Entahlah kalau
suatu ketika muncul tokoh baru Arab yang menjadi penerus Gamal Abdel Nasser yang menggempur Israel pada 1967. Sampai kapanpun Israel tidak akan
menyerahkan kembali wilayah Palestina yang direbutnya pada 1967. Wilayah itu
harus direbut kembali dengan kekerasan senjata!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar