Bung Hatta Anti
Corruption Award atau Piagam Anti Korupsi Bung Hatta tahun 2015
diberikan kepada dua pribadi masing-masing Walikota Surabaya
2010-2015 Tri Rismaharini dan Bupati Batang, Yoyok Riyo Sudibyo.
Rismaharini dinilai berhasil menjalankan pemerintahan kota yang
bersih tanpa korupsi. Sejak 2002, sebagai Kabag Bina Program
Pembangunan Pemkot Surabaya melakukan lelang pengadaan barang
elektronik agar proses lelang berjalan transparan tanpa korupsi.
Sistem elektronik yang diterapkan kemudian di seluruh sektor
pemerintahan membuat kontrol pengeluaran dinas-dinas menjadi lebih
mudah mencegah praktek korupsi dan menghemat 600 sampai 800 milyar
per tahun. Sebagai walikota, ia sering turun ke lapangan memeriksa
segala sesuatunya apa sudah berjalan dengan baik atau belum.
Sedangkan Yoyok yang
mantan tentara, sejak menjabat bupati pada 2012 membuat
kebijakan-kebijakan:
1. Surat pernyataan
tidak meminta proyek dengan mengatasnamakan pribadi, keluarga dan
kelompok.
2. Pakta Integritas
Pelaksanaan Kegiatan SKPD dalam pencegahan dan pemberantasan KKN`
3. Festival
Anggaran, agar seluruh perencanaan anggaran dipamerkan kepada
masyarakat secara transparan. Yoyok menggandeng Transparency
Internasional Indonesia, ICW dan KPK guna mendorong pemerintahan yang
bersih. Ia meminta seluruh jajaran birokrasi menandatangani Pakta
Integritas tidak korupsi.
Kebijakan-kebijakan
Bupati Yoyok menjadikan Batang daerah pertama di Jawa Tengah dalam
pencanangan zona integritas bebas korupsi` Anggaran dapat dihemat 5-6
milyar rupiah, pendapatan derah meningkat 14,4 milyar, efisiensi
belanja pegawai 42,4 milyar rupiah.
Piagam Anti Korupsi
Bung Hatta yang diterima Risma dan Yoyok tidak saja mendorong mereka
untuk meningkatkan kinerja, tapi juga menjadi teladan bagi
pejabat-pejabat lain untuk melakukan hal sama. Para pejabat-pejabat
publik baik di pusat maupun daerah harus mampu membuktikan bahwa
mereka tidak korupsi. Masyarakat harus mendapat kesempatan mengetahui
bagaimana anggaran digunakan, apa sudah sesuai atau belum. Selain itu
para pejabat publik harus menunjukkan gaya hidup sederhana, sesuai
dengan penghasilan resmi yang mereka terima. Masa, dulu ada bupati
yang lebih banyak berada di Jakarta ketimbang di daerahnya sendiri.
Atau ada walikota yang membuat rumah dinas yang ada kolam renangnya.
Ini tentu tidak sesuai dengan semangat anti korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar