Dangdut Academy 3, khusus Indonesia
sedang berlangsung di TV Indosiar. Pesertanya banyak yang usia remaja, mungkin
terinspirasi oleh keberhasilan Lesti , 16 tahun, yang menduduki tempat kedua juara D Academy
Asia 2015. Menarik untuk dicatat, diantara para komentator terdapat Fachrulrozi
dari Brunai Darussalam yang sebelumnya berkiprah dalam D Academy Asia 2015.
Tampaknya para penyelenggara belum sempat mengadakan
evaluasi D Academy sebelumnya, sehingga
hal-hal kurang pas yang menjadi pertanyaan khalayak kembali terulang.
Pertama, tidak ada batasan lagu. Mestinya, lagu-lagu yang
dinyanyikan benar-benar lagu yang sejak awal dikemas dalam irama dangdut dengan
cirri khasnya bunyi suling dan gendang. Masa ada peserta yeng menyanyikan lagu
‘Bento’nya Iwan Fals yang jelas-jelas bukan berirama dangdut`
Kedua, komentator praktis menjadi pelatih. Peserta disuruh
mengulangi bagian tertentu dari lagu yang dinyanyikannya. Dan ada pula yang
disuruh menyanyikan lagu lain untuk mengetahui mana yang lebih pas untuknya.
Sebaiknya latih melatih itu dilakukan di luar kontes.
Ketiga, komentator menuntut peserta terlalu banyak yang
mungkin tidak sesuai kemampuannya. ‘\Saya ingin sesuatu yang baru,” kata
seorang komentator. Padahal, seorang peserta hanya wajib menyanyi dengan benar,
nada yang sesuai dan enak didengar.
Keempat, para komentator belum sepakat mengenai hal-hal
tertentu yang berpengaruh dalam menyanyi dengan baik. Misalnya ada komentator
yang minta peserta menaikkan kunci nada. Sementara para komentator lain
berpendapat tidak perlu.
Kelima, para pembawa acara terlalu banyak sendagurau,
sehingga kesannya seperti main-main.
Mudah-mudahan catatn kecil ini ada manfaatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar