Presiden Jokowi mengeritik pemberitaan media yang bernada
negatif dan tidak membangun optimisme. Memberi sambutan pada Hari Pers Nasional
pada 9 Pebruari 2016, ia membacakan
sejumlah judul berita yang bisa menimbulkan sikap pesimis seperti: Indonesia
akan hancur dan pemerintahan Jokowi-JK akan berakhir. Ini dikaitkan dengan
perkembangan perekonomian dunia yang dapat mengancam Indonesia ,
jika pemerintah tidak mampu mengatasinya. Presiden tidak menyebutkan media cetak
atau media elektronik mana yang membuat pemberitaan seperti itu.
Di zaman kebebasan pers sejak reformasi bergulir tahun 1998,
ada kecendrungan media untuk menggunakan kebebasan tanpa kendali. Berbagai cara
digunakan untuk menarik perhatian masyarakat. Padahal, seperti dikatakan Surya
Paloh, kebebasan itu haruslah dengan cara bertanggungjawab.
Insan media adalah
WNI yang seharusnya membela kepentingan nasional. Boleh jadi ada kalangan yang
menilai pelaksanaan pembangunan Indonesia
sekarang ini kurang pas dan mengeluarkan kata-kata yang kurang enak didengar.
Mestinya itu jangan diangkat sebagai judul berita, apalagi dengan kalimat yang
bombastis. Akan lebih elok jika ada pembanding yang menyatakan sebaliknya.
Sebab dalam sebuah diskusi, seminar atau apapun juga namanya, selalu ada
pendapat yang berbeda baik yang optimis maupun yang pesimis. Media harus mampu
bersikap obyektif, tanpa memihak, apalagi mendukung atau setuju dengan pendapat
yang negatif.
Lagi pula, apa ya keadaan Indonesia
sekarang ini sangat kritis, sehingga menuju kehancuran? Siapa yang menilai?
Bahwa masih banyak rakyat yang belum sejahtera, memang benar adanya. Tapi
bandingkan dengan yang sudah sejahtera. Bandingkan pula jumlah rakyat belum
sejahtera antara Indonesia
dengan India .
Masalahnya, upaya memeratakan hasil-hasil pembangunan yang sejak zaman orba
sudah dilaksanakan melalui program 8 jalur pemerataan, sampai sekarang belum
berhasil.
Bagaikan penyakit, yang perlu dicarikan adalah terapi yang tepat
untuk mengatasinya. Termasuk mencari penyelenggara negara yang mengutamakan
kepentingan rakyat, bukan sebaliknya.
Kritik Presiden Jokowi patut direnungkan, agar media mampu
membuat pemberitaan yang obyektif dan membangun optimisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar