Komisi Pemberantasan Korupsi –KPK- telah menutup kasus
pembelian lahan RS Sumber Waras oleh pemprov DKI Jakarta karena tidak menemukan
bukti penyelewengannya. Hasil audit BPK sebelumnya menyebutkan, terdapat
kerugian negara dalam pembeliannya. Hasil audit BPK itu membuat heboh, termasuk
DPR yang percaya sepenuhnya dan menduga pihak pembeli meraup keuntungan besar.Logikanya, BPK adalah lembaga negara resmi yang berwenang, sehingga hasil auditnya
pasti benar adanya. Sekalipun sudah ada pernyataan KPK, pihak DPR masih yakin
atas kebenaran audit BPK itu dengan menyatakan bahwa ‘KPK belum menemukan bukti
adanya penyelewengan’. Kata ‘belum menemukan’ menunjukkan keyakinan DPR atas
kebenaran hasil audit BPK. Lantas DPR menyarankan agar KPK dan BPK duduk
bersama membahas terjadinya perbedaan dalam menilai jual beli lahan RS Sumber
Waras itu. Kemudian menyimpulkan ada tidaknya kekeliruan BPK atau sebaliknya
juga KPK.
Masalahnya, baik KPK maupun BPK sama-sama punya sistem dalam
melaksanakan tugas mereka masing-masing, Yang menentukan sebenarnya adalah
dokumen-dokumen tentang jual beli lahan
itu sendiri. Kalau dalam dokumen jual beli disebutkan bahwa letak lahan di
Jalan A, sedangkan BPK menghitung harga lahan di Jalan B yang bersebelahan
letaknya, tentu akan terjadi perbedaan . Selain itu kalau memang terjadi
penyelewengan, harus diselidiki pihak yang mengambil keuntungan dalam hal ini
pemprov DKI Jakarta, khususnya pejabat-pejabat yang terlibat urusan pembelian
lahan Misalnya apa mereka menerima suap dari pihak terkait.
Pertanyaannya, setelah KPK menyatakan tidak ada penyelewengn
sedangkan BPK bersikukuh hasil auditnya benar adanya, siapa yang akan menuntut
pemprov DKI?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar