Kemungkinan bergesernya partai-partai koalisi pendukung Prabowo-Hatta
berbalik menjadi pendukung Jokowi-JK, akhir-akhir ini menjadi pembicaraan
hangat pelbagai kalangan. Walaupun, Idrus Maham dari Koalisi Merah Putih, menegaskan bahwa
mereka tetap solid. Penegasan Idrus Maham itu ditanggapi mantan Menteri
Kehakiman, Hukum dan HAM, Hamid Awaludin, “Sampai malam ini, ya,” ujarnya usai
MK mengumumkan hasil sengketa pilpres 2014. Artinya, perubahan dapat terjadi
sesuai kepentingan partai-partai bersangkutan. Diantara partai yang kemungkinan
berbalik arah itu adalah Partai Golkar. Ini mengingat tradisi partai tersebut
yang selalu duduk dalam pemerintahan. Tinggal lagi waktunya, apa masih dalam
kepemimpinan Abu Rizal Bakri, atau setelah ada pemimpin baru.
Jokowi sendiri mengungkapkan kemungkinan dua partai yang
berbalik arah yaitu Partai Demokat dan PAN. Baru Partai Demokrat yang membantah
akemungkinan tersebut. Seorang petinggi partai tersebut, Max Sopacua menyatakan,
Demokrat akan menjadi penyeimbang di
Parlemen.
Bagi Jokowi-JK bertambahnya partai yang berkoalisi dengan mereka
akan sangat menguntungkan untuk menutupi kekurangan suara di Parlemen. Dalam
keadaan sekarang, kubu Prabowo-Hatta lebih kuat di Parlemen yang bisa mengganggu
kelancaran pemerintahan. Walaupun begitu, ada pakar yang berpendapat, tidak usah
khawatir jika tidak ada dari Koalisi Merah Putih yang bergabung dengan
Jokowi-JK. Sebab tidak otomatis partai-partai penyeimbang di Parlemen menentang
semua kebijakan pemerintah. Kalau kebijakan-kebijakan pemerintah selalu
rasional dan berpihak kepada rakyat, tentu akan mendapat dukungan Parlemen, baik koalisi
pemerintah maupun penyeimbang.Selain itu para anggota Parlemen selama ini
seringkali berfikir secara pribadi tanpa melihat kedudukan partai mereka. Ini terbukti ketika ada partai koalisi pemerintahan
SBY yang menolak kebijakan pemerintah.
Dalam pada itu akan terdapat kesulitan jika Jokowi-JK tidak memberi
‘imbalan’ apa-apa bagi partai yang ingin bergabung. Imbalan itu adalah
kedudukan di kabinet. Untuk apa bergabung kalau toh tidak ikut berkuasa. Sebab
ujung suatu perjuangan politik adalah kekuasaan. Bergabung menjadi koalisi
pemerintah berarti ikut memerintah alias menjadi anggota kabinet. Hal ini patut
dipertimbangkan, sekalipun Jokowi-JK sudah mengemukakan sejak awal bahwa tidak
ada bagi-bagi kursi untuk partai-partai koalisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar