Radio Republik
Indonesia -RRI- dalam hal ini Siaran Luar Negeri -SLN-, sejak lima
tahun lalu menyelenggarakan siaran sastera Indonesia yaitu cerita
pendek -cerpen-, merupakan karya orang-orang Indonesia yang berada di
berbagai belahan dunia. Siaran yang digagas oleh Kabul Budiono ini,
dulu tidak pernah terpikirkan, mengingat SLN menggunakan Gelombang
Pendek -SW- sehingga kurang pas untuk menyelenggarakan acara seperti
cerpen. Sejak digunakannya streaming line, pendengar-pendengar
Indonesia di luar negeri dapat dengan mudah menangkap SLN. Siaran
sekali seminggu, ternyata banyak peminatnya dan karya-karya cerpen
berdatangan. Setelah penyaringan yang ketat dengan bantuan novelis
Pipiet Senja, terpilihlah sejumlah cerpen untuk dibukukan. Sampai
dengan Oktober 2014, sudah berhasil diterbitkan 3 buah buku kumpulan
cerpen yang tiap bukunya berisi 20 cerpen.
Ini prestasi yang
membanggakan karena tidak mudah menghimpun karya-karya berkualitas
yang dibuat oleh orang-orang Indonesia diperantauan. Ternyata mereka
tidak semata 'cari makan' di luar negeri, tapi juga punya bakat
terpendam yaitu sebagai cerpenis.
Kegiatan membukukan
karya-karya cerpen oleh SLN mengingatkan kita kepada Siaran Indonesia
Radio Nederland, -SIRN- yang juga melakukan hal serupa. Bedanya, SIRN
menjaring cerpenis dari Indonesia saja, tidak mengkhususkan diri pada
karya-karya orang-orang Indonesia di perantauan.
Pertanyaannya,
setelah SIRN lenyap dari udara, siapa lagi yang menyalurkan
karya-karya cerpen dalam negeri?
Sampai dengan akhir
tahun 70an, RRI Jakarta menyelenggarakan sejumlah acara sastera
seperti: Panorama Sastera yang memperbincangkan karya sastera dunia,
diasuh oleh Djamalul Abidin Ass dan Nizmah Zaglulsah. Pancaran
Sastera memperbincangkan karya-karya puisi kiriman pendengar terbaru.
Juga ada cerpen sekali seminggu mengetengahkan karya-karya pendengar
RRI. Kedua acara yang terakhir ini diasuh oleh AP Burhan dan
Syarifudin Asra. Pada akhir 70an itu, semua acara sastera tersebut
'bubar jalan' seiring dengan semakin mengecilnya honorarium siaran.
Untuk karya-karya sastera yang datang dari pendengar, waktu itu RRI
memberikan honorarium sesuai dengan standar yang diberikan media
cetak seperti Kompas.
Yang perlu dicatat
adalah RRI juga pernah melahirkan sastrawan-sastrawan kaliber
nasional. Mereka adalah: Djamalul Abidin Ass, Sori Siregar dan Darius
Umari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar