Kelompok Abu Sayyaf Philipina masih menyandera 10 ABK kapal
tongkang berisi 7000 ton batubara , menyembunyikannya di kepulauan Sulu,
Philipina Selatan. Mereka meminta tebusan 50 ribu peso atau 14,3 milyar rupiah
dengan batas waktu sampai 8 April 2016 .
Jika tidak dipenuhi, mereka akan membunuh para sandera.
Sudah lima hari
sejak diketahuinya pembajakan kapal bermuatan batubara tersebut, masih belum
pasti langkah yang diambil. Hanya ada dua kemungkinan, memenuhi tuntutan pembajak
atau menggempur mereka dalam operasi pembebasan sandera.
Tinggal sekarang pemerintah Philipina, apa menempuh jalan
berunding dengan para pembajak atau sebaliknya. Kelompok Abu Sayyaf sudah
dinyatakan pemerintah Philipina sebagai teroris. Jadi, dari sisi pemerintah
Philipina tidak ada kompromi dengan Abu Sayyaf.
Karena yang disandera adalah WNI dan tempat
penyanderaan asal di perairan Indonesia ,
sebaiknya Philipina melibatkan polisi/tentara Indonesia
dalam operasi pembebasan. Indonesia
bisa menggunakan pengalamannya ketika membebaskan para sandera di Somalia
beberapa tahun lalu.
Operasi pembebasan para WNI yang disandera kelompok Abu
Sayyaf Philipina merupakan tantangan bagi kedua negara dalam kerjasama keamanan
ASEAN. Prinsipnya: para penyandera ditumpas dan 10 WNI bebas dengan selamat.