Pemerintah Indonesia
memperotes Cina atas insiden yang terjadi di
dekat Natuna pada
Minggu, 20 Maret dinihari.
Saat itu kapal patroli Indonesia, Hiu 11 hendak menggiring KM Kway Fey
10078 kapal Cina yang menangkap ikan di perairan Indonesia. Delapan ABK KM Kway
Fey ditangkap, namun kapalnya terpaksa ditinggal karena tiba-tiba muncul dua
kapal patroli Cina berukuran 10 x lebih besar dari Hiu 11 menabrak kapal ikan
Cina itu sampai mesinnya mati.
Menilai tindakan petugas kapal patroli Cina itu ilegal,
Menteri Luar Negeri Retno L Marsudi dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti memanggil Kuasa Usaha Sementara RRC, Sun Weide, mewakili Duta Besar
yang sedang di Beijing untuk menyampaikan protes keras atas pelanggaran
kapal-kapal patroli Cina di wilayah kedaulatan Indonesia.
Jawaban pemerintah RRC melalui jubir kemlunya, Hun Chunying,
mengakui kedaulatan RI atas kepulauan Natuna. Namun, wilayah Zona Ekonomi
Eklusif yang diklaim Indonesia
adalah wilayah perikanan tradisional Cina. .
Jelas, persoalannya adalah penafsiran batas-batas wilayah
kedaulatan antara RRC dengan negara-negara sekitar Laut Cina Selatan, termasuk Indonesia .
Dalam insiden pada Minggu dinihari itu, tidak sampai terjadi kontak senjata.
Bayangkan, kalau terjadi kontak senjata antara kapal-kapal patroli Cina dengan
kapal patroli Indonesia ,
tentu masalahnya menjadi sangat serius.
Selain memprotes resmi pemerintah RRC, Indonesia
membawa masalah intervensi Cina di ZEE kepulauan Natuna ke Mahkamah Hukum Laut
Internasional. Langkah ini sudah tepat. Dalam pada itu Indonesia
harus selalu waspada, khususnya jika Cina bertindak agresif. Indonesia
tidak boleh diam atau lari. Sebagai bangsa pejuang Indonesia
tidak boleh ngeper menghadapi negara lain, semaju apapun atau sebesar apapun
negara itu`
Tidak ada komentar:
Posting Komentar