Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, dibebaskan bersyarat
setelah mendekam di penjara 7 tahun 6 bulan. Kepada media Antasari menyatakan
tidak akan menggugat ketidakadilan yang dialaminya. “Saya pasrahkan semua
kepada Allah SWT.”
Antasari bukan satu-satunya terpidana yang tetap menyatakan
tidak melakukan perbuatan yang mengakibatkan ia dihukum, baik menyuruh orang
lain maupun melakukannya sendiri. Terpidana Polycarpus yang dihukum dalam kasus
tewasnya aktivis HAM, Munir, juga menyatakan hal yang sama. Polycarpus bahkan
pernah dibebaskan oleh MA, tetapi akhirnya dihukum juga oleh MA atas adanya
novum baru yang diajukan pihak JPU.
Orang awam memang tidak mengerti sistem peradilan Indonesia .
Tuntutan JPU cenderung dibenarkan oleh Majelis Hakim dengan. menjatuhkan
hukuman yang sama dengan tuntutan JPU atau menguranginya sedikit.. Ketika pihak
terdakwa mengajukan banding dan kasasi, Pengadilan Tinggi dan MA cenderung pula
memperkuat hukuman pengadilan di bawahnya, bahkan dalam banyak kasus, menambah
hukuman itu.
Dengan begitu pembelaan yang diajukan pihak terdakwa menjadi
sia-sia belaka. Dalam ksus Jessica Wongso misalnya, penjelasan ahli yang
menyatakan Mirna bukan tewas karena racun sianida, diabaikan oleh Majelis
Hakim.
Ke depan, Indonesia
mungkin perlu mencontoh negara-negara lain seperti Inggeris, yang hakimnya
tidak mudah menjatuhkan vonis. Ketika fakta di persidangan meragukan, hakim
membebaskan terdakwa.
Ingat, dulu ada film
serial TV berjudul “Street Justice” mengungkapkan betapa seorang hakim
membebaskan terdakwa karena tidak ditemukan bukti material. Walaupun ia sendiri
yakin bahwa terdakwa memang bersalah.Lantas sang hakim dengan mogenya
menyelusuri sendiri sepak terjang terdakwa di lapangan untuk menemukan bukti
yang diperlukan.
Orang awam hanya berharap, suatu saat nanti tidak ada lagi
terpidana yang menyatakan tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya
dan menilai vonis hakim tidak adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar