Adalah Emil Salim yang pada awal reformasi mempromosikan istilah ‘penyeimbang’ untuk anggota-anggota DPR dari parpol-parpol yang
tidak duduk dalam kabinet. Istilah itu untuk pengganti kata ‘oposisi’ yang dinilai tidak sesuai
dengan praktek demokrasi di Indonesia. Tidak begitu lama istilah itu disebut-sebut
orang untuk kemudian menghilang. Apalagi ketika PDIP menyatakan diri sebagai
partai oposisi usai pilpres 2004, orang lebih suka menyebut ‘oposisi’ ketimbang
‘penyeimbang’.
Bersamaan dengan itu muncul pula istilah ‘koalisi’ yang
diartikan sebagai kumpulan partai yang duduk dalam kabinet dan yang diluarnya.
Logikanya, partai-partai yang berkoalisi dengan partai pemerintah dalam
pembahasan program pemerintah di DPR otomatis mendukung. Tapi kenyatannya tdak
selalu begitu, ada kalanya koalisi pemerintah ‘membelot’, berseberangan dengan
pendapat pemerintah. Dalam kelaziman praktek demokrasi liberal, kalau tidak
setuju, kader partai yang duduk di kabinet otomatis mengundurkan diri. Itu
tidak terjadi di Indonesia, khususnya dalam pemerintahan SBY. Sang menteri yang partainya membelot tenang-tenang saja
karena berpendapat, kedudukannya tergantung kepada kebijakan presiden, bukan
pada sikap partainya di DPR. Prsiden pun tidak enak hati mengeluarkan partai
pembelot dan menterinya dari koalisi
pemerintah.
Pada awal pilpres 2014, PDIP muncul dengan istilah
‘kerjasama’ sebagai pengganti ‘koalisi’ ditambahi keterangan: tidak ada
transaksi ptik. Artinya tidak ada ‘balas jasa’ untuk partai-partai yang
bekerjasama. Ini meragukan orang. Apa iya, jika salah satu partai yang bekerjasama
tidak duduk dalam kabinet Jokowi-JK akan tenang-tenang saja?
Sekali pun menang pilpres 2014, ada yang terasa kurang yaitu
kekuatan pendukung Jokowi-JK di DPR yang cuma di bawah 40%. Dengan kekuatan
seperti itu dikhawatirkan program-program
pemerintah tidak mulus karena ditentang kelompok peyeimbang di DPR yang jumlahnya lebih dari 60%. Seandainya sampai
saat pelantikan presiden/wapres baru bulan
Oktober nanti tidak ada dari kelompok
merah putih yang merapat kepada
Jokowi-JK, bagaimana? Tokoh reformasi Amin Rais berpendapat: pemerintah
baru jalan terus. Selama kebijakan-kebijakan yang ditempuh pemerintah nanti
berpihak kepada rakyat, tentu akan didukung DPR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar