RUU Pilkada yang sedang dibahas di DPR menimbulkan pro
kontra karena kembali pada sistem lama, yaitu pilkada oleh DPRD. Alasan yang
mendukung, untuk menghemat biaya yang terlalu besar dalam pilkada langung. Para
pemenang pilkada langung selama 5 tahun menjabat, sibuk mengumpulkan uang untuk
mengembalikan biaya kampanye yang milyaran rupiah. Bahkan yang kalah pun
menjadi sengsara, sampai-sampai ada yang dengan memakai kolor saja berjalan
kesana kemari akibat tekanan perasaan.
Berbagai pendapat muncul sehubungan kembalinya DPRD memilih
kepala daerah, jika nanti RUU disahkan.
Ada yang berpendapat, pilkada tidak langsung suatu kemunduran demokrasi. Pendapat lainnya
lagi, pemotongan kedaulatan rakyat. Dan
pendapat yang menjadi dasar RUU, untuk menghemat biaya pilkada.
Yang menolak RUU berpendapat, yang perlu diubah adalah
teknis pelaksanaannya saja, sehingga tidak lagi memerlukan banyak biaya.
Sayangnya belum ada yang menunjukkan cara-cara penghematan , sehingga biaya
pilkada langsung dan tidak langsung menjadi setara.
Kedaulatan rakyat? Tidak ada yang salah dengan kedaulatan
rakyat. Sebab para anggota DPRD adalah pilihan rakyat juga. Dan pemilihan
seyogyanya dilakukan dengan sistem voting, bukan berdasarkan fraksi yang ada.
Jadi sekali pun seorang calon diusung lebih banyak fraksi, belum tentu menang
karena kemenangan berdasar suara terbanyak.
Hitung-hitungan yang muncul seandainya RUU Pilkada disahkan,
koalisi merah putih akan merebut 31 kursi
gubernur. Itu kalau pilihan ditentukan oleh fraksi. Tapi kalau dilakukan
secara bebas dan rahasia oleh seluruh anggota DPRD, belum tentu koalisi merah
putih akan merebut kursi gubernur
sejumlah tersebut. Hanya memang dalam RUU harus ditegaskan bahwa fraksi hanya
sebatas mencalonkan atau mengusung saja. Lagi pula kalau memang sebagian besar
kursi kepala daerah diduduki oleh koalisi merah putih,mengapa takut? Yang
penting para kepala daerah terpilih sudah melalui seleksi dan terjamin
integritas dan kredibelitasnya sebagai pelayan masyarakat.
Pembahasan RUU Pilkada bagaimana pun harus dilakukan demi
kepentinga rakyat banyak, bukan untuk golongan tertentu saja. Yang dirindukan
rakyat adalah kepala daerah yang selalu mengupayakan peningkatan kesjahteraan
mereka. Sehingga nantinya tidak ada lagi jembatan putus yang baru diketahui Pak
Bupati setelah ditayangkan oleh TV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar