Sabtu, 12 September 2020

Meragukan Sumbar Mendukung Pancasila

 


Sumatera Barat diragukan sebagai pendukung Pancasila. Kesan ini timbul sehubungan ucapan Ketua PDIP Puan Maharani awal September 2020 yang menyatakan jika calon gubernur/wakil gubernur Sumbar dalam pilkada 2020 yang diusung PDIP menang, mudah-mudahan dapat memastikan bahwa Sumbar memang mendukung  Pancasila. Ucapan Puan itu ditafsirkan sebagai meragukan dukungan Sumbar terhadap Pancasila. Tapi ada pula pendapat bahwa ucapan itu berupa do’a agar Sumbar  tetap mendukung Pancasila.

Para tokoh  Minang dan pakar pelbagai disiplin ilmu yang dikumpulkan

Karni  Ilyas dalam acara Klub Pengacara Indonesia di TV One angkat bicara.Yang menonjol adalah keterangan Ustadz  Abdul Somad bahwa orang Minangkabau sudah berpancasila jauh sebelum istilah Pancasila itu lahir. Ia sama sekali tidak menafsirkan ucapan Puan Maharani, karena yang punya ucapan itulah yang tahu maksud  sebenarnya.

Lantas Somad menguraikan kehidupan orang  Minangkabau sejak zaman dahulu yang selalu berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa misalnya, orang  Minangkabau terkenal  taat beragama. Para penyebar Islam, selain dari Jawa banyak pula yang berasal dari Ranah Minang. Ringkasnya, tidak ada orang Minangkabau yang menyembah batu atau pohon besar. Sila Kerakyatan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan sudah menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Menyangkut kepentingan masyarakat banyak, orang Minangkabau memutuskannya dengan terlebih dulu bermusyawarah.Sehingga mucullah ungkapan berbunyi, ‘bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mupakek’ (bulat  air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat).

Uraian kelima sila Pancasila yang cukup panjang itu diperkuat pula oleh penjelasan anggota DPR Fadli Zon, bahwa dalam merumuskan Pancasila tahun 1945 sebelum bentuknya yang sekarang, tiga tokoh Minang turut menyumbangkan fikirannya yaitu Mohammad Hatta, Mohammad Yamin dan Mr, Asaat.

Nah, kalau dizaman now ini masih ada orang yang meragukan kesetiaan warga Sumber terhadap Pancasila mungkin berasal dari kalangan yang kecewa karena mayoritas warga Sumbar memilih Prabowo dalam Pilpres 2019. Menilai seseorang  atau kelompok masyarakat  Pancasilais atau bukan, harus dilihat dari sikap hidup sehari-hari  orang  atau masyarakat  tersebut, bukan dari pilihan dalam pemilu atau pilpres. Dalam pilpres 2019 beredar kabar dan ungkapan yang aneh-aneh misalnya, “Kalau Jokowi menang, Sumbar akan memisahkan diri dari NKRI”. Begitu juga yang ini, “Warga Sumbar yang memilih Jokowi adalah Malin Kundang”.

Selasa, 08 September 2020

11 September HUT RRI Ke 75

 

                         11 September HUT RRI Ke 75

11 September 2020 RRI berusia 75 tahun. Seperti biasa dalam acara peringatan dibacakan lagi ikrar Try Prasetya RRI, satu diantaranya berbunyi ‘RRI Berada Di atas Semua Golongan’. Selama orba RRI ternyata berada di dalam satu golongan tertentu, toh ikrar tersebut tetap dikumandangkan setiap 11 September.

Dalam zaman reformasi sekarang ini, RRI sudah tampak kembali ke jati dirinya yang asli yaitu ‘Berada Di atas Semua Golongan’. Informasi yang diberikan sudah seimbang, tidak semata-mata mempromosikan kebijakan pemerintah, melainkan juga mengungkap ‘suara lain’ dalam masalah pelaksanaan nya. Dalam salah satu komentarnya, RRI mempertanyakan bintang jasa yang diterima seorang anggota  dan seorang mantan anggota DPR. Padahal keduanya tukang kritik Presiden Jokowi. Sang komentator, Widi Kurniawan sampai pada kesimpulan  bahwa antara jasa yang diberikan sehingga memperoleh bintang, tidak ada hubungannya dengan kritik kepada pemberi bintang jasa itu. Mempertanyakan tokoh yang mendapat bintang jasa tiap bulan Agustus, tidak pernah terjadi dizaman orba.

Keutamaan siaran radio adalah cermat dalam menyebut istilah bahasa asing. Masih ada penyiar yang keliru, misalnya ‘extra ordinary crime’, kata ‘crime’ dilafalkan ‘krim’. Kalau dulu di zaman Yul Khaidir menjadi Kepala Penyiar, setiap penyiar selalu dilatih untuk melafalkan istilah dan nama asing dengan benar. Misalnya, penyiar yang non Islam dilatih betul melafalkan ‘salallahu’alaihi wassalam’ sehingga terdengar seperti seorang Islam.Di ruang Penyiar Dinas tersedia papan tulis yang mencantumkan nama-nama/istilah baru dengan cara melafalkannya. Kekeliruan dalam melafalkan suatu istilah itu bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Yang penting penyiar yang salah ucap harus segera diberi tahu. Seorang komentator siaran berbahasa Inggeris pernah salah melafakan kata ‘resignation’ menjadi ‘rezaineisyen’. Penyiar senior Edwin Saleh Indrapradja segera mendatangi sang komentator di studio siaran memberitahukan cara melafalkan yang benar yaitu ‘rezigneisyen’. Sang komentator sangat berterima kasih atas koreksi itu, apalagi yang mengoreksi adalah seorang penyiar yang pernah lama mukim di Australia.

Dengan semboyan ‘Sekali Di udara Tetap Di udara’ seharusnya tidak ada lagi siaran yang terputus walau 15 menit. Awal bulan September 2020, Warta Berita pukul 0700 melalui pro III tidak di udara, sehingga RRI Bogor batal merelay dan melanjutkan siaran lokal. Pro III baru kembali di udara pukul 0715. Ada apa? Rekan-rekan teknisi yang tahu jawabannya

Di atas segalanya peranan penyelenggara siaran sangat menentukan dalam menjadikan suatu siaran berjalan baik. Dalam hal ini menyangkut kesejahteraan pegawai. Sampai dengan tahun 2000, operasional siaran RRI banyak tergantung dari apa yang disebut ‘kerjasama lintas sektoral’. Misalnya untuk mempromosikan kegiatan pertanian, bekerjasama dengan Departemen Pertanian. Petugas-petugas RRI yang terlibat dalam kegiatan tersebut memperoleh honor dari anggaran Departemen Pertanian. Setiap pegawai RRI, terutama yang bertugas di luar selalu memikirkan cara-cara mendapat penghasilan tambahan untuk mencukupi gaji yang luar biasa kecilnya itu. Tapi itu dulu, 20 tahun yang lalu. Mudah-mudahan sekarang kesejahteraan para pegawai RRI sudah meningkat. Sebab kalau masih saja di bawah Radio Malaysia atau Radio Singapura, maka harapan Kabul Budiono untuk menjadikan RRI berkelas dunia, jauh panggang dari api.