Rabu, 10 April 2019

Mantan Ketua MKCalon Anggota DPD




Mantan Ketua MK, Jimly Assidqi, mencalonkan diri menjadi anggota DPD priode mendatang. Ini berita bagus. Rakyat sudah mengetahui kepakaran Jimly dalam bidang Hukum Tata Negara. Kita percaya ia akan terpilih dan menduduki jabatan teratas dalam lembaga DPD. Mudah-mudahan Jimly sudah punya konsep meningkatkan kinerja DPD yang selama ini dinilai rakyat kurang greget karena kurang kewenangan. Kedudukan DPD dan DPR harus dipertegas sehingga jelas kewenangan masing-masing lembaga itu. Apa ya DPD sama dengan Senatnya AS, sehingga anggotanya disebut 'senator' Dimasa lalu ada anggota DPD yang berimprovisasi ikut mengurus masalah permintaan suaka sekelompok masyarakat Papua kepada pemerintah Australia. Padahal kasus seperti itu biasanya diselesaikan antara G to G.
Ketidakjelasan wewenang DPD itu terjadi sejak lama sehingga ketuanya yang pertama, Ginanjar Karta Sasmita pernah mengeluh: kalau tidak ada kewenangan ya dibubarkan saja.
Kita ingin semua lembaga negara berfungsi dengan baik termasuk DPD yang memperjuangkan aspirasi daerah.

Senin, 08 April 2019

Prabowo Tentang RI Dewasa Ini




Capres 02 Prabowo, dalam kampanye di GBK hari Minggu 7 April 2019 menyatakan RI dewasa ini bukanlah RI seperti yang diinginkan Bung Karno dan Bung Hatta` Seperti apa? Tentunya yang tetap berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD 1945. Nah, apa RI kita sekarang sudah tidak setia kepada Pancasila dan UUD 1945? Rasanya tidak juga. Kalau yang dimaksud pemerintah yang sekarang belum mampu menciptakan masyarakat adil makmur sebagai perwujudan sila kelima Pancasila, mungkin benar adanya. Kesenjangan sosial masih terjadi antara mereka yang sudah menikmati kesejahteraan dan yang belum. Tapi sebenarnya, sejak zaman orla sampai sekarang, belum ada pemerintahan yang berhasil mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Kemajuan yang dicapai selama ini terjadi secara bertahap. Belum ketemu sistemnya untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan. Repelita-repelitanya Orba sudah mencanangkan program 8 jalur pemerataan. Ternyata gagal. Mahasiswa dan massa bangkit lagi tahun 1998 seperti tahun 1966. Ujung-ujungnya Presiden Suharto 'lengser ke prabon'.
Yang diperlukan sekarang adalah sistem mengatasi kesenjangan sosial itu. Gaji PNS yang katanya abdi negara itu tetap saja seperti dulu, tidak cukup untuk membayar ongkos hidup selama sebulan. Di lain pihak kelompok selebritis punya penghasilan tinggi dan mampu membangun rumah mewah. Para guru honorer banyak yang terlambat menerima honor yang tidak seberapa itu. Padahal mereka dijuluki 'pahlawan'.
Sistem apa yang harus diterapkan untuk mengatasi kesenjangan sosial, mungkin ada baiknya belajar kepada Malaysia dan Singapura yang merdekanya belakangan namun duluan dalam mensejahterakan rakyatnya.

Rabu, 03 April 2019

Amien Rais Ancam Kerahkan People Power




Tokoh reformasi, Amien Rais mengancam akan mengerahkan 'people power' apabila terjadi kecurangan dalam pemilu 17 April nanti. Ancaman itu dinyatakan Amien Rais dalam sebuah pertemuan di Mesjid Sunda Kelapa Jakarta pada Minggu, 31 Maret 2019. Amien menegaskan, jika terbukti pemilu 17 April dilakukan dengan curang secara terukur, terstruktur dan masif, ia akan mengerahkan people power ketimbang mengajukan gugatan kepada MK.
Pernyataan Amien itu secara tersirat menunjukkan keraguan bahwa KPU akan jurdil dan kurang percaya kepada MK.
Pertanyaannya, siapa yang menilai terjadinya kecurangan dan apa tolok ukurnya? Baik KPU maupun MK adalah lembaga yang dibentuk dengan UU, kedudukannya independen, tidak berpihak kepada salah satu peserta pemilu. Hasil pilpres 2014 juga dinyatakan pihak yang kalah sebagai curang yang dilakukan secara terukur, terstruktur dan masif.Kenyatannya, MK menyatakan hasil pilpres itu syah untuk kemenangan Jokowi-Yusuf Kalla.
Amien Rais adalah tokoh bangsa, mantan Ketua MPR, rasanya kurang pas mengeluarkan pernyataan bernada ancaman. Sekalipun ia berpihak kepada Capres/Cawapres 02, sebagai bapak bangsa ia seyogyanya mengajak rakyat pemilih untuk melaksanakan pemilu secara jurdil dan bertanggungjawab.
Saatnya sekarang semua pihak mematuhi hukum, bertindak sesuai ketentuan yang ada. Kalau dari sekarang ditemukan adanya kecurangan, laporkan kepada Bawaslu untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Selasa, 02 April 2019

Tuduhan Terhadap Jenderal (Purn) Wiranto




Peristiwanya sudah lama terjadi yaitu tahun 1998 berupa unjukrasa mahasiswa berujung dengan pengunduran diri Presiden Suharto. Jenderal (Purn) Wiranto dituduh dalang peristiwa tersebut. Yang menuduh adalah anak buahnya sendiri, Mayjen (Purn) Kivlan Zen dari Kostrad. Alasannya, Wiranto tidak mengerahkan pasukan untuk mengambil alih gedung DPR/MPR dari tangan mahasiswa. Dan pada saat genting pada 5 Mei, Wiranto malah meninggalkan Ibukota pergi ke daerah.
Kepada Aiman Witjaksono dari Kompas TV, Senin malam 1 Apri 2019 Wiranto menjelaskan, ia justru mengamankan Ibukota dengan mendatangkan pasukan dari Jawa Timur. Kalau mau ia dapat mengambilalih kekuasaan dari tangn Presiden Suharto berdasarkan Surat Perintah yang dikeluarkan presiden. Surat perintah itu memberi mandat kepada Jenderal Wiranto yang waktu itu menjabat Pangab untuk memulihkan keadaan. Mirip Super Semar yang dikeluarkan Presiden Sukarno tahun 1966. Seorang petinggi ABRI, Letjen Susilo Bambang Yudhoyono bertanya kepada Wiranto, apa akan segera mengambilalih kekuasaan. Wiranto menjawab tegas: Tidak. Fokusnya adalah mengamankan peralihan kekuasaan dari tangan Presiden Suharto kepada wakilnya BJ Habibie.
Dari keterangan Wiranto itu jelas menunjukkan dirinya seorang demokrat tulen. Ini dibuktikannya dengan mendirikan Partai Hanura dan ikut dalam pemilihan presiden. Nasib mujur belum berpihak kepadanya untuk menjadi presiden.
Bagaimanapun generasi penerus menginginkan sejarah yang bersih dari para pendahulu tidak bimbang akan suatu peristiwa termasuk tuduhan yang didiamkan saja.

Senin, 01 April 2019

Gabut Award Untuk DPR




Ini baru berita. Award atau penghargaan biasanya diberikan atas prestasi seseorang dalam arti yang membawa kemajuan dan membanggakan. Sebaliknya penghargaan yang ini diberikan kepada DPR masa bhakti 2014-2019 yang dinilai kinerjanya terburuk. Mereka dinilai makan gaji buta, disingkat 'gabut'. Tidak jelas apa ada kalangan DPR yang menerima award yang disediakan oleh partai baru, Partai Solidaritas Indonesia, PSI itu. Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah merasa kasihan kepada PSI yang dinilainya tidak mengerti seluk beluk pekerjaan DPR. Tindakan PSI menyediakan award itu menurut Fahri untuk mencari popularitas belaka.
Pihak DPR mestinya membawa masalah ini ke jalur hukum, supaya tidak ada lagi kelompok masyarakat atau perseorangan yang menilai seenaknya lembaga tinggi negara tanpa dilengkapi data yang lengkap.