Senin, 22 Februari 2021

Dien Syamsudin Radikal?

 


Mengejutkan. Ada kelompok  alumni  ITB  yang  melaporkan  Dien Syamsudin ke Komisi  Aparatur  Sipil Negara  sebagai  radikal. Alasannya, sebagai  akademisi, sering mengeritik pemerintah. Tidak jelas kebijakan pemerintah mana yang  dikritik Dien.

Selama ini masyarakat  awam menilai,radikal adalah pemikiran dan tindakan yang   menyimpang  dari kelaziman. Misalnya melakukan bom bunuh diri, memerangi pihak yang tidak mau tunduk pada keinginan kelompoknya  seperti  dilakukan  ISIS dan tidak mau berimam ketika shalat  selain kepada kelompoknya sendiri.

Mantan Wapres Yusuf Kalla menilai, sebagai akademisi, syah  saja Dien mengeritik pemerintah, sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya.Sedangkan Menko Polhukam Mahmud MD menyatakan, pengaduan yang dilakukan alumni  ITB  itu tidak akan diproses hukum.

Pertanyaannya, mengapa ada tuduhan radikal  terhadap Dien Syamsudin?

Sebaga kalangan cerdik pandai  yang bergelar sarjana, sebaiknya yang menuduh Dien Syamsudin tampil memberi  penjelasan, misalnya dalam  salah  satu acara TV supaya khalayak tahu apa pendapat  mereka tentang radikalisme. Kedepan kita mengharapkan kalangan terpelajar dan cerdik pandai tidak main tuduh tanpa bukti yang kuat.

 

Minggu, 14 Februari 2021

Mennton Film Jenderal Sudirman

 


Bukan produksi baru, sudah diputar  pertama kalinya pada 27 Agustus 2015. Film ‘Jenderal Sudirman’ yang disutradarai  Viva Westi ini kembali diputar oleh  TV One pada 14 Pebruari  2021. Sekalipun terlambat, saya ingin juga mengungkap kesan saya menonton  film tersebut.

Sangat mengesankan melihat dan merasakan kegigihan para pejuang  kemerdekaan Indonesia melawan  tentara Nica yang memiliki persenjatkuatan yang tidak seimbang itu, pasukan TNI yang dipimpin Jenderal  Sudirman melancarkan  perang  gerilya dengan taktik ‘serang  dan  lari’. Medan  pertempuran  adalah  sekitar  Yogyakarta. Perang  gerilya yang dilancarkan  Jenderal  Sudirman  dan  pejuang-pejuang  lainnya  di  seluruh  Indonesia membuat Belanda kewalahan, lalu memilih jalan berunding.

Ternyata, Jenderal  Sudirman menentang  adanya perundingan karena menilai  TNI  cukup  kuat menghadapi  Nica dalam  perang  yang  panjang. Di lain pihak,Pemerintah RI memanfaatkan perundingan untuk menekan  Belanda. Dengan cara itu dunia internasional mengetahui  apa sebenarnya yan g sedang  terjadi  di Indoesia. Selain itu perundingan  juga menunjukkan Belanda secara de facto mengakui keberadaan RI. Jadi bukan sekedar ‘republik  corong’ seperti  yang dipropagandakan. Istilah itu muncul karena Radio Republik Indonesia  senantiasa menyiarkan  kegiatan –kegiatan pemerintahan RI  termasuk  pertempuran TNI-Nica  di seluruh Indonesia.

Pertentangan pendapat  antara  Panglima Besar Jenderal  Sudirman dengan kabinet RI yang dipimpin Sukarno-Hatta, menarik karena di manapun juga di dunia ini, tentara  adalah  alat  negara, harus tunduk pada keputusan politik.

Selain tidak sepakat  soal perundingan,  Jenderal  Sudirman  juga menyayangkan  Sukarno- Hatta mau saja ditangkap dan diasingkan Belanda. Padahal  keduanya  pernah berjanji  akan  turut bergerilya kalau Belanda masih saja melakukan  agresinya. Yang  bergerilya di hutan malah Pemerintah Darurat Republik Indonesia dipimpin  oleh Mr. Syafrudin  Prawiranegara.

Jenderal Sudirman akhirya menemui  Sukarno-Hatta untuk  menyerahkan ‘pemerintahan militer’ kepada ‘pemerintahan sipil’, akan tetap menjadi tentara dan bertemu keluarganya. Padahal sebelumnya, ia bertekad untuk meneruskan perang  gerilya. Ada yang  tidak  nyambung  dalam bagian ini.

Secara keseluruhan  film Jenderal Sudirman telah mampu membawa penontonnya ke dalam suasana perjuangan masa itu.Kita juga ikut bangga atas dukungan rakyat  yang  selalu memberi  perlindungan kepada Jenderal  Sudirman dan pasukannya yang berpindah-pindah tempat karena dikejar Nica.Di sisi lain ada pengkhianat  yang membantu Nica karena tergiur dengan upah yang besar. Atas petunjuk  seorang  pengkhianat, rumah tempat  Jenderal  Sudirman dan pasukannya berada dikepung Nica. Jenderal Sudirman meminta pasukannya untuk tenang karena yakin Tuhan YME pasti menolong. Secepat kilat Jenderal Sudirman dan pasukannya  mengganti pakaian dengan mengenakan kain sarung dan peci. Mereka menyelenggarakan tahlilan dengan imam Jenderal Sudirman. Melihat kenyataan itu, komandan Nica marah-marah kepada sang pengkhianat karena tidak percaya yang memimpin tahlilan itu adalah seorang jenderal. Lantas, menembak mati sang pengkhianat.

Film Jenderal Sudirman dan film-film berthema perjuangan lannya seperti ‘Pejuang’ garapan Usmar Ismail  sangat baik ditayangkan berulang-ulang  terutama pada bulan-bulan  Agustus  dan Nopember. Dengan begitu generasi penerus akan dapat merasakan betapa pengorbanan para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan  Indonesia.