Pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Dewan
Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Negara hari Senin tanggal 11
Maret 2013 menjadi bahan perbincangan hangat para pemerhati politik dan
memunculkan pelbagai analisa di media massa. Pertemuan itu dinilai tidak lazim,
bahkan ada yang menyebutnya sebagai ‘perselingkuhan politik’. Ini mengingat
Partai Gerindra bukanlah partai yang berkoalisi dengan Partai Demokrat yang
sedang berkuasa. Menariknya lagi, pertemuan dengan Prabowo itu adalah atas
undangan resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Maknanya, Presiden menilai
penting pertemuan dengan pemimpin partai
non koalisi itu. Mengapa? Hanya Presiden yang tahu maksud sebenarnya. Orang luar
hanya bisa meraba-raba.
Prabowo sendiri menjelaskan kepada media bahwa sebelumnya ia
sudah beberapa kali bertemu memperbincangkan berbagai perkembangan yang terjadi. Prabowo mengaku ia banyak memberi
masukan dan diantara masukan itu ada yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Tidak
ada rincian masukan seperti apa yang dilaksanakan Pemerintah itu. Ketika
ditanya wartawan apa ada kemungkinan ia akan didukung sebagai capres tahun
2014, Prabowo menjawab, “Mudah-mudahan. Kalau saya sih, ingin menjadi successor
(pengganti).” Atas penjelasan tersebut, kemungkinannya sedang dirintis usaha menyandingkan
Partai Demokrat dengan Partai Gerindra dalam pemilu tahun depan.
Jika benar Prabowo yang menjadi pilihan Partai Demokrat
dalam pilpres tahun 2014, satu-satunya alas an adalah karena sama-sama prajurit
sapta marga. Dari kalangan partai-partai politik (yang non sapta marga)
tampaknya tidak ada yang dinilai kuat untuk memimpin bangsa ini. Ada semacam
sikap kurang percaya terhadap tokoh-tokoh partai politik. Sikap seperti itu
pernah dianut oleh Presiden Suharto ketika dengan sengaja menciptakan sistem
yang menjadikan dua partai politik sebagai ‘sparring partner’, melengkapi
keberadaan Golkar yang tidak disebut sebagai partai politik.
Bagaimana pun, rakyatlah yang akan menentukan siapa yang
paling pas memimpin bangsa ini setelah berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Belajar dari keberhasilan Jokowi menduduki jabatan Gubernur
DKI, rakyat tampaknya tidak lagi memperhatikan partai pendukung seorang calon,
melainkan rekam jejak calon bersangkutan.
Mulai sekarang media massa dapat membantu mempublikasikan prestasi-prestasi
para tokoh yang kemungkinan diusung partai-partai politik dalam pilpres tahun
2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar