Rabu, 13 Maret 2013

Pertemuan SBY-Prabowo



Pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Negara hari Senin tanggal 11 Maret 2013 menjadi bahan perbincangan hangat para pemerhati politik dan memunculkan pelbagai analisa di media massa. Pertemuan itu dinilai tidak lazim, bahkan ada yang menyebutnya sebagai ‘perselingkuhan politik’. Ini mengingat Partai Gerindra bukanlah partai yang berkoalisi dengan Partai Demokrat yang sedang berkuasa. Menariknya lagi, pertemuan dengan Prabowo itu adalah atas undangan resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Maknanya, Presiden menilai penting pertemuan  dengan pemimpin partai non koalisi itu. Mengapa? Hanya Presiden yang tahu maksud sebenarnya. Orang luar hanya bisa meraba-raba.
Prabowo sendiri menjelaskan kepada media bahwa sebelumnya ia sudah beberapa kali bertemu memperbincangkan berbagai perkembangan  yang terjadi. Prabowo mengaku ia banyak memberi masukan dan diantara masukan itu ada yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Tidak ada rincian masukan seperti apa yang dilaksanakan Pemerintah itu. Ketika ditanya wartawan apa ada kemungkinan ia akan didukung sebagai capres tahun 2014, Prabowo menjawab, “Mudah-mudahan. Kalau saya sih, ingin menjadi successor (pengganti).” Atas penjelasan tersebut, kemungkinannya sedang dirintis usaha menyandingkan Partai Demokrat dengan Partai Gerindra dalam pemilu tahun depan.
Jika benar Prabowo yang menjadi pilihan Partai Demokrat dalam pilpres tahun 2014, satu-satunya alas an adalah karena sama-sama prajurit sapta marga. Dari kalangan partai-partai politik (yang non sapta marga) tampaknya tidak ada yang dinilai kuat untuk memimpin bangsa ini. Ada semacam sikap kurang percaya terhadap tokoh-tokoh partai politik. Sikap seperti itu pernah dianut oleh Presiden Suharto ketika dengan sengaja menciptakan sistem yang menjadikan dua partai politik sebagai ‘sparring partner’, melengkapi keberadaan Golkar yang tidak disebut sebagai partai politik.
Bagaimana pun, rakyatlah yang akan menentukan siapa yang paling pas memimpin bangsa ini setelah berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Belajar dari keberhasilan Jokowi menduduki jabatan Gubernur DKI, rakyat tampaknya tidak lagi memperhatikan partai pendukung seorang calon, melainkan rekam  jejak calon bersangkutan. Mulai sekarang media massa dapat membantu mempublikasikan prestasi-prestasi para tokoh yang kemungkinan diusung partai-partai politik dalam pilpres tahun 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar