Partai Demokrat menyelenggarakan Kongres Luar Biasa –KLB-
pada 30 dan 31 Maret di Sanur, Denpasar, Bali untuk memilih ketua umum baru,
menggantikan Anas Urbaningrum.. Namanya kongres ‘luar biasa’ orang membayangkan
terjadinya pertarungan antara para calon untuk meyakinkan peserta bahwa dirinya
paling pantas untuk menduduki jabatan
ketum Partai Demokrat. Para pendukung para calon itu pun akan adu
argumentasi tentang keunggulan calon
mereka dibandingkan dengan yang lainnya. Nama-nama calon itu pun sudah disebut
jauh-jauh hari yaitu: Ani Yudhoyono, Ibas, Marzuki Ali dan SBY sendiri. Adu argumen
antara para kader Partai Demokrat ternyata lebih intensif dilakukan menjelang
kongres ketimbang di dalam kongres sendiri. Dari nama para calon yang
disebut-sebut itu akhirnya ‘mengerucut’ kepada nama satu orang yaitu SBY, sang
pendiri partai. Alasannya, SBY tokoh paling pas untuk mengatasi keadaan Partai
Demokrat saat ini. Keadaan Partai Demokrat itu memerlukan tokoh pemersatu dan
mampu mendongkrak elektabilitas partai yang merosot. Lebih lanjut, para kader
partai yang berkumpul di Jakarta untuk ‘transit’ sepakat membuat surat
pernyataan bermaterai yang isinya mengusulkan SBY menjadi ketum Partai Demokrat
yang baru. Keinginan mereka diperkuat pula oleh pernyataan Fraksi Partai
Demokrat di DPR yang juga menginginkan SBY sebagai ketum yang baru.
Maka, sudah dapat dipastikan SBY akan menjadi ketum baru
Partai Demokrat yang prosesnya tinggal mengetuk palu itu. Ini mengingatkan kita
pada cara memilih ketua organisasi di zaman orba yang keputusannya sudah ‘distel’
duluan. Ini merupakan kemunduran dalam alam reformasi sekarang ini. SBY yang
juga menjadi Ketua Dewan Pembina dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dinilai belum kuat untuk menentukan
arah perjuangan partai tersebut. Bandingkan dengan Suharto, yang juga Ketua
Dewan Pembina Golkar, cukup memberi ‘petunjuk’ kepada Ketua Umum Golkar untuk
mengambil langkah-langkah politik yang diperlukan.
Perlu diingat bahwa SBY adalah Presiden RI yang tiap
kebijakannya menjadi contoh bagi bangsa
ini, termasuk dalam cara-cara berdemokrasi yang sehat. Ia bukan saja pembina bagi
Partai Demokrat tapi juga pembina bagi kehidupan politik itu sendiri. Contoh
yang paling pas adalah Ir. Sukarno yang tidak lagi mengurusi partainya, PNI,
setelah menjadi Presiden RI. Jadi seandainya masih ada waktu, kita sarankan SBY
memberi kesempatan kepada kader-kader Partai Demokrat yang lain bertarung secara sehat untuk menduduki jabatan
ketum Partai Demokrat yang baru menggantikan Anas Urbaningrum. Masa, tidak ada
yang mampu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar