Jumat, 29 Maret 2013

KLB Partai Demokrat



Partai Demokrat menyelenggarakan Kongres Luar Biasa –KLB- pada 30 dan 31 Maret di Sanur, Denpasar, Bali untuk memilih ketua umum baru, menggantikan Anas Urbaningrum.. Namanya kongres ‘luar biasa’ orang membayangkan terjadinya pertarungan antara para calon untuk meyakinkan peserta bahwa dirinya paling pantas untuk menduduki jabatan  ketum Partai Demokrat. Para pendukung para calon itu pun akan adu argumentasi  tentang keunggulan calon mereka dibandingkan dengan yang lainnya.  Nama-nama calon itu pun sudah disebut jauh-jauh hari yaitu: Ani Yudhoyono, Ibas, Marzuki Ali dan SBY sendiri. Adu argumen antara para kader Partai Demokrat ternyata lebih intensif dilakukan menjelang kongres ketimbang di dalam kongres sendiri. Dari nama para calon yang disebut-sebut itu akhirnya ‘mengerucut’ kepada nama satu orang yaitu SBY, sang pendiri partai. Alasannya, SBY tokoh paling pas untuk mengatasi keadaan Partai Demokrat saat ini. Keadaan Partai Demokrat itu memerlukan tokoh pemersatu dan mampu mendongkrak elektabilitas partai yang merosot. Lebih lanjut, para kader partai yang berkumpul di Jakarta untuk ‘transit’ sepakat membuat surat pernyataan bermaterai yang isinya mengusulkan SBY menjadi ketum Partai Demokrat yang baru. Keinginan mereka diperkuat pula oleh pernyataan Fraksi Partai Demokrat di DPR yang juga menginginkan SBY sebagai ketum yang baru.
Maka, sudah dapat dipastikan SBY akan menjadi ketum baru Partai Demokrat yang prosesnya tinggal mengetuk palu itu. Ini mengingatkan kita pada cara memilih ketua organisasi di zaman orba yang keputusannya sudah ‘distel’ duluan. Ini merupakan kemunduran dalam alam reformasi sekarang ini. SBY yang juga menjadi Ketua Dewan Pembina dan Ketua Majelis Tinggi  Partai Demokrat dinilai belum kuat untuk menentukan arah perjuangan partai tersebut. Bandingkan dengan Suharto, yang juga Ketua Dewan Pembina Golkar, cukup memberi ‘petunjuk’ kepada Ketua Umum Golkar untuk mengambil langkah-langkah politik yang diperlukan.
Perlu diingat bahwa SBY adalah Presiden RI yang tiap kebijakannya menjadi contoh  bagi bangsa ini, termasuk dalam cara-cara berdemokrasi yang sehat. Ia bukan saja pembina bagi Partai Demokrat tapi juga pembina bagi kehidupan politik itu sendiri. Contoh yang paling pas adalah Ir. Sukarno yang tidak lagi mengurusi partainya, PNI, setelah menjadi Presiden RI. Jadi seandainya masih ada waktu, kita sarankan SBY memberi kesempatan kepada kader-kader Partai Demokrat yang lain  bertarung secara sehat untuk menduduki jabatan ketum Partai Demokrat yang baru menggantikan Anas Urbaningrum. Masa, tidak ada yang mampu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar