Kamis, 01 Mei 2014

Indonesia Prihatin Atas Hukuman Mati Massal Di Mesir




Indonesia prihatin atas hukuman mati massal terhadap pengikut-pengikut Ikhwanul Muslimin yang dijatuhkan Pengadilan Mesir baru-baru ini. Menlu Marti Natalegawa menyatakan, “Tanpa sama sekali bermaksud campur tangan urusan dalam negeri Mesir. kami prihatin dengan berita tentang keputusan hukuman mati terhadap 683 warga Mesir pada 28 April dan bulan sebelumnya 529 orang. Indonesia berharap agar proses penegakan hukum tetap bertumpu pada tata nilai dan kaidah-kaidah yang bersifat universal, termasuk dihormatinya azas praduga tidak bersalah dan pemenuhan hak-hak terdakwa dalam proses pengadilan.”
Putusan hukuman mati massal Pengadilan Mesir menuai kritik lembaga pegiat hak azasi manusia  PBB. Human Right Watch mengungkapkan, sidang hanya berlangsung beberapa jam dan pengacara terdakwa dilarang membela kliennya. Komisioner HAM PBB, Navi Pillay, mengeritik pengadilan massal terhadap anggota dan pendukung Ikhwanul Muslimin sebagai pelanggaran hukum hak azasi manusia internasional. Ketua PB NU, KH Said Aqil Siraj dalam jumpa pers Rabu, 30 April 2014 menyatakan putusan Pengadilan Mesir merupakan “kemunduran demokrasi dan prilaku biadab. Selayaknya tidak dilakukan di negara yang berbudaya.” Lebih lanjut PB NU akan berkirim surat kepada pemerintah Mesir, PBB dan Vatikan agar mendorong pembatalan hukuman mati massal tersebut.
Hukuman mati massal terhadap pengikut-pengikut Ikhwanul Muslimin menunjukkan keputusasaan pemerintah sementara Mesir yang didukung militer. Mereka membungkam keberadaan Ikhwanul Muslimin dan menyebutnya sebagai organisasi teroris. Padahal, Ikhwanul Muslimin lah yang berhasil menumbangkan Presiden Husni Mubarak dan menang dalam  pemilu demokratis  dengan mendudukkan Mursi sebagai presiden. Kekuasaan Presiden Mursi tidak berlangsung lama, bulan Juli lalu dikudeta oleh Jenderal Sisi yang ternyata berambisi menjadi presiden. Ia disebut sebagai calon paling kuat dalam pemilihan presiden Mesir mendatang ini. Kelihatan Jenderal Sisi ingin disebut sebagai seorang demokrat karena tidak langsung mengambil alih kekuasaan. Padahal kudeta yang dilakukannya terhadap Presiden Mesir adalah tindakan yang tidak demokratis.
Sikap pemerintah Indonesia ditambah warga Nahdiyin secara khusus, paling tidak akan merupakan kekuatan moral untuk mengoreksi kebrutalan penguasa Mesir yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dalam menyelesaikan masalah di negeri Cleopatra itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar