Rabu, 14 Mei 2014

PKB Seharusnya Memprioritaskan Rhoma Irama




Partai Kebangkitan Bangsa, PKB, jelas ‘bekerjasama’ dengan PDIP dalam menghadapi pilpres bulan Juli 2014. Selain PKB, Partai Nasdem sudah terlebih dulu merapat ke PDIP. Masih ada kemungkinan satu partai lagi merapat pula kepada PDIP. Dengan kerjasama beberapa partai itu, tentu saja capres berasal dari partai yang mendulang suara terbanyak pemilu 9 April 2014, yaitu PDIP. Orangnya pun sudah ditetapkan yaitu Jokowi. Pendamping Jokowi, sendirinya berasal dari salah satu partai-partai yang bekerjasama, Nasdem atau PKB. Karena Jokowi sudah memberi  tanda bahwa cawapres yang akan mendampinginya berasal dari luar Jawa, tokoh dimaksud adalah Surya Paloh. Kalau begitu PKB tidak berpeluang mengajukan kadernya sebagai cawapres apalagi capres.
Bagaimana nasib Rhoma Irama yang dari sebelum pemilu 9 April sudah ditetapkan sebagai capres PKB? Dengan perolehan suara  seperti sekarang ini, Rhoma Irama tidak mungkin lagi diajukan sebagai capres mau pun cawapres. Namun tidak berarti Rhoma Irama boleh dicampakkan begitu saja. Ia sudah berjuang bagi kemenangan PKB. Sebuah lembaga survey mengakui bahwa perolehan suara PKB adalah akibat pengaruh keberadaan Rhoma Irama sebagai capres. Jasanya tidak boleh dilupakan. Ia seharusnya mendapat prioritas untuk menerima ‘kue kerjasama’ dengan PDIP. Kita berandai-andai, jika Jokowi dan pasangannya nanti memenangkan pilpres 9 Juli 2014.  Kabinet baru yang akan dibentuk terdiri atas  kader-kader partai  yang bekerjasama . Seandainya PKB mendapat dua jatah kursi di kabinet, salah satu seharusnya diberikan kepada Rhoma Irama. Dengan begitu hubungan baik antara PKB dan Rhoma Irama tetap terjalin.Tidak ada perasaan ‘disingkirkan’ seperti  tampak pada sikap pendukung-pendukung Rhoma Irama di Kabupaten Cirebon yang membakar bendera PKB sebagai tanda kecewa.
‘Mengobat’ kekecewaan bagi seorang politisi yang gagal mencapai kedudukan tertentu lazim di negara-negara yang sudah berpengalaman dalam melaksanakan demokrasi. Perhatikan. Hilary Clinton yang gagal menjadi presiden, diangkat Obama menjadi menlu. Etika politik seperti itu, seharusnya ditrapkan di negara kita yang berpancasila. Selain itu juga menghindarkan kebiasaan ‘habis manis sepah dibuang’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar