Kamis, 18 Oktober 2012

Lagi Wartawan Dianiaya


Terjadi lagi penganiayaan terhadap wartawan ditengah-tengah suasana kebebasan pers yang menjadi ciri keberadaan demokrasi Indonesia. Sejumlah wartawan yang meliput jatuhnya sebuah pesawat TNI AU di area pemukiman penduduk Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau pada Selasa, 16 Oktober 2012, dianiaya oleh para prajurit TNI AU, seorang diantaranya berpangkat Letnan Kolonel. Didik Hermanto, photografer Riau Pos ditendang, dipiting, dipukul dan dicekik. Kameranya dirampas. Ryan Anggoro, wartawan Antara diinjak-injak dan kameranya dirampas. Fakhri, kamerawan Riau TV juga dihajar dan kameranya dirampas. Nasib serupa dialami Muhammad Arifin, kontributor TV One, dicekik. Selain wartawan ada pula penduduk setempat dan mahasiswa yang menerima ketupat Bangkahulu dari para prajurit TNI AU yang garang itu.
Tidak jelas apa alasan tindakan bringas terhadap para wartawan itu. Bagi para wartawan, meliput suatu peristiwa kecelakaan adalah hal biasa. Yang memerlukan izin untuk meliput jika ada peristiwa di lingkungan kompleks TNI, sedangkan tempat jatuhnya pesawat sekitar 3 km dari Lanud Roesmin Noeryadin. Menurut KASAU Marsekal Imam Safaat, kecelakaan sebuah pesawat tempur sifatnya memang rahasia. Karena itu masyarakat tidak diperbolehkan mendekat dan mengambil gambar. Ketentuan seperti itu tampaknya tidak diketahui para wartawan sehingga merasa bebas untuk meliput. Atau, mungkin juga para prajurit TNI AU sudah melarang wartawan tapi membandel, sehingga terjadilah peristiwa penganiayaan itu. Bagaimana pun, apa pun alasannya, penganiayaan itu sendiri sangat tidak patut. Menyadari hal tersebut, Panglima TNI, KASAU dan  prajurit yang menganiaya para wartawan sudah minta maaf. Di TV tampak mereka rangkul-rangkulan sebagai tanda berdamai.
Apa cukup dengan hanya meminta maaf? Masyarakat berpendapat, minta maaf saja tidak cukup. Para prajurit yang melakukan penganiayaan harus ditindak. Itulah sebabnya terjadi unjukrasa di mana-mana. DPR pun bereaksi mengecam tindakan brutal para prajurit TNI AU. Andai pun para wartawan itu bersalah karena tidak mengindahkan larangan untuk meliput, seharusnya mereka ditahan dan diproses secara hukum. Bukan dianiaya. Ke depan, TNI AU harus memasyarakatkan ketentuan yang mereka buat bahwa tidak  dibenarkan mendekat dan mengambil gambar sebuah pesawat tempur yang jatuh. Tindakan garang para prajurit TNI sebaiknya untuk musuh saja, bukan bangsa sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar