Jumat, 25 Oktober 2013

Anas Urbaningrum Tumbal Politik Cikeas


 

Buku berjudul ‘Anas Urbaningrum Tumbal Politik Cikeas’ karangan Ma’mun Murod Al-Barbasy telah beredar, memaparkan keberadaan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Buku ini merupakan kumpulan 28 status facebook, ditulis antara September 20011 sampai April 2013. Membaca ke 28 status facebook itu tampak dengan ‘terang benderang’ bahwa ada pertarungan dalam Partai Demokrat, khususnya untuk menduduki jabatan Ketua Umum. Dalam Kongres Partai Demokrat th.2010 di Bandung, Anas terpilih sebagai Ketua Umum. Itu merupakan kejutan karena Anas bukanlah yang diharapkan. Itu pula yang menyebabkan terjadinya kegaduhan politik di lingkungan  Partai Demokrat.

Memang terjadi ketidakharmonisan antara SBY dengan Anas menjelang Kongres 2010. SBY meminta Anas tidak maju sebagai calon dan menawarkan jabatan Sekjen. Tapi Anas bersikukuh dan menang, mengalahkan dua calon lainnya yaitu Andi Malarangeng dan Marzuki Ali. SBY menginginkan Andi yang menjadi Ketua Umum yang menurut Ma’mun, “boleh jadi mempunyai pemikiran kalau Andi Malarangeng lebih bisa untuk dikendalikan ketimbang Anas Urbaningrum.”

Penolakan Anas menjelang Kongres Partai Demokrat 2010 rupanya masih membekas pada diri SBY. SBY masih belum legowo, masih menampakkan ketidakrelaannya. “Kepemimpinan Anas Urbaningrum terus diganggu dengan begitu sistematis,” tulis Ma’mun. Puncaknya adalah dikeluarkannya ‘Delapan Poin Penyelamatan Partai Demokrat’ yang menurut Anas Urbaningrum substansinya adalah ‘kudeta’ terhadap dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Ada dua hal yang membuat Anas dinilai ‘tercemar’ yaitu hasil survey yang menunjukkan perolehan suara Partai Demokrat merosot di bawah PDIP dan Partai Golkar, jika pemilu diadakan pada saat survey. Yang kedua, disebut-sebutnya nama Anas dalam kasus proyek Hambalang. Survey yang dilakukan SMRC pada 6-22 Desember 2012 menunjukkan Partai Demokrat memperoleh 8,3 persen suara jauh di bawah Partai Golkar dan PDIP yang masing-masing memperoleh 21,3 persen dan 18,2 persen. Hasil survey SMRC itu diragukan kebenarannya oleh pengarang. Sedangkan keterlibatan Anas dalam kasus proyek Hambalang dinilai tidak masuk  akal karena menjadi kewenangan Kemenpora. Keadaan inilah yang dinilai membahayakan Partai Demokrat, sehingga Syarif Hasan dan Jero Wacik meminta Anas mundur.

Buku ini pantas dibaca para peminat politik untuk menilai apakah demokrasi di lingkungan partai-partai politik sendiri sudah terlaksana sebagaimana mestinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar