Rabu, 02 Juli 2014

Renegosiasi Harga Gas Tangguh Berhasil



Renegosiasi harga gas Tangguh antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan minyak Cina –CNOOC- sepakat memberlakukan tarif baru disesuaikan harga minyak dunia. Menteri ESDM Jero Wacik menyebutkan, haga yang dul u US$2,7 per mmbtu mulai 1 Juli 2014 menjadi US$8 per mmbtu. Dengan begitu pendapatan negara dari penjualan gas alam meningkat hingga US$20 milyar sampai 2034. Tiap tahunnya penerimaan negara mencapai 12,5 trilyun rupiah, empat kali lipat dari penerimaan dengan harga lama. Selain dengan Cina, renegosiasi harga gas juga akan dilakukan dengan Korea Selatan. Proses renegosiasi itu sendiri belangsung satu setengah tahun. Kontrak penjualan gas alam asal Papua barat itu untuk Cina terjadi semasa pemerintahan Megawati Sukarnoputri. Dalam kontrak memang ada fasal yang menyebutkan harga baru akan diatur lagi sesuai perkembangan harga minyak dunia. Itulah yang dilakukan pemerintahan SBY sejak satu setengah tahun lalu yang baru saja membuahkan hasil.
Menarik untuk dicatat pendapat beberapa tokoh yang mengecam pemerintah karena menjual ‘hasil kekayaan isi bumi Indonesia’ terlalu murah kepada pihak asing. Mereka kurang mempelajari seluk beluk kontrak penjualan hasil bumi Indonesia kepada pihak asing untuk jangka waktu lama. Kontrak gas Tangguh misalnya, berlaku sampai 2034.
Kritik terhadap kebijakan pemerintah di berbagai bidang, tentu syah-syah saja.Namun kritik itu harus berdasar data dan fakta yang benar. Jangan mengada-ada. Tidak masalah kalau kritik itu berasal dari orang awam di pinggir jalan. Bunyinya bisa beragam dan lucu-lucu. Pendapat orang awam itu akan berlalu begitu saja. Tidak ada pengaruh. Berbeda kalau suatu pendapat  berasal dari seorang tokoh, bisa berpengaruh karena dianggap benar.
Mari simak dua pernyataan yang dilontarkan dua orang tokoh yang berbeda. Yang pertama menyatakan bahwa aset-aset negara dikuasai oleh bangsa asing. Yang mana? Tambang emas di Papua? Bukankah itu dlakukan atas dasar kerjasama penanaman modal yang saling menguntungkan? Kalau ternyata Indonesia rugi,inilah yang harus direnegoisasi seperti  halnya gas Tangguh. Pendapat kedua tentang kemungkinan menggunakan ‘drone’ (pesawat tanpa awak) untuk melacak tempat-tempat pencurian ikan di laut Indonesia. Padahal pesawat itu oleh negara pembuatnya sendiri digunakan untuk keperluan perang.
Kesimpulannya, kita memerlukan tokoh dan pemimpin yang mengerti betul apa yang diucapkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar